Begitulah pesan yang tertangkap ketika Erix Soekamti, seorang pemusik dan pendiri DOES University, di acara bincang-bincang Save the Children dalam rangka kampanye #PulihBersama Episode 2 di 26 Juli 2020 lalu. Â Pesan itu memang ditujukan bagi anak-anak muda yang sekarang galau dalam menghadapi tantangan saat ini. Ada anak muda yang kehilangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan makin sedikit, sementara diujung lain ada 1,5 juta tamatan SMK yang akan masuk dunia kerja pada tahun ini saja.
Dalam konteks terus bergerak, Erix menyampaikan untuk terus mencari passion. Jika passion telah ditemukan, maka seluruh energi akan mendukung dan terpusat disana. Â Mirip-mirip dengan Law of Attraction, atau umum dikenal dengan Mastakung -- Alam Semesta Mendukung.
Tidak ada kata berhenti dan menjalaninya pun menjadi sebuah kenikmatan. Jika seorang anak misalkan memiliki passion dalam bidang musik, maka semua tentang dirinya akan 'bicara' soal musik. Anak itu tidak akan kelelahan ketika mempelajarinya. Hal ini juga berlaku untuk pekerjaan atau usaha. "Sama seperti energi ketika jatuh cinta", ujar Erix dalam mimik yang sangat meyakinkan.
Kondisi yang dihadirkan krisis pandemi ini memang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia hingga dua kali lipat, dengan asumsi jika krisis hanya berlangsung hingga Desember 2020. Perjuangan mencari pekerjaan menjadi tidak mudah. Di kalangan pencari kerja kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Dampaknya tidak berhenti disitu saja. Kerawanan sosial bisa terpicu. Persaingan akan menghasilkan kaum tersisih. Mereka ini memang harus diperhatikan. Tetapi berdiam diri akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Setiap celah haruslah dicari. Setiap kesulitan bisa menghasilkan kesempatan.
Demikian jugalah Allessandra Lamuli (22), putri saya,  seorang mahasiswa,  yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya di masa pandemi ini.  Dari perbincangan jarak jauh kami di satu pagi minggu kemarin, dalam suasana yang santai dan menyenangkan, tertangkap pesan akan sebuah passion. Dia akan memulai bisnis online.
Dalam kicauannya, Sandra bercerita tentang rencananya, yang telah dikerjakan, belajar dari awal, dan mencoba mencari jawaban dari banyak pertanyaan terkait passion-nya yang akan diwujudkan menjadi bisnis. Bisnisnya, jualan buku pre-loved di salah satu marketplace, yang sering disebut si Oranye. Passion-nya soal buku. Khususnya buku cerita, komik dan novel.
Dia masih meyakini bahwa ada celah pasar untuk ini, khususnya ketika orang-orang terkunci di rumah, pilihan untuk selalu menatap layar tablet atau komputer akan mengakibatkan kebosanan juga. Mungkin mereka memilih kembali ke buku sebagai variasi. Untuk tidak menambah kerutan di dahi, dicarilah buku-buku ringan. Beberapa diantaranya mungkin ingin bernostalgia. Mereka mencari buku-buku lama. Dengan harga yang tidak terlalu mahal, maka buku itu cepat saja lakunya. Berburu mendapatkan buku untuk jualan menjadi perjalanan dan mencipta cerita tersendiri.
Di belahan kota lain, tersebutlah Kris (50+) dari kota Makassar, memiliki tiga anak. Bekerja sebagai sopir rental terpaksa berhenti saat ini. Semua pekerjaan dilakukannya. Memulung menjadi pilihan. Tetapi, itu pun belum bisa menghasilkan dan menopang kehidupan keluarga. Tiga anak menjadi pemicu semangat. Awalnya mendapat dukungan dari orang lain. Tetapi, tidak bisa berlangsung lama. Karena memang dukungan, bahkan dari pemerintah sendiri pun, terbatas.
Akhirnya, dia menemukan jalannya sendiri. Dia membuka jasa laundri dan menyetrika. Barang-barang kerja memang masih meminjam. Tetapi kombinasi memulung, mencuci, menyetrika dan menyupir dia lakoni untuk melewati krisis ini. Dia terus bergerak dan bergerak. Tidak ada kata berhenti. Meskipun mungkin itu bukan passion, tetapi bergerak menjadi pilihan. Bergerak atau luruh.
Akhirnya Mendukung
Awalnya, saya sebagai Ayah agak gamang. Apakah saya kurang memberi kepada anak saya sehingga dia harus cari uang? Begitu pertanyaan yang pertama muncul. Tetapi kemudian, pesan Erix Soekamti itu setidaknya menyadarkan saya, bahwa anak saya sedang terus bergerak mencari passion-nya yang kemudian diterjemahkan menjadi bisnis.
Saya selanjutnya sebagai Ayah akan terus mendukungnya. Ini adalah sebuah pembelajaran dan sebuah proses yang nanti akan meninggalkan artefak yang pastinya berguna di kemudian hari. Bukan hanya untuk anak saya, tetapi juga untuk diri saya sendiri. Tetapi, ini juga bisa menjadi perjalanan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban. Apakah akan berjalan mulus? Apakah aku sanggup menajalankannya? Apakah akan ada yang mendukung? Mungkin juga ini adalah awal dari bisnis besar.
Mendapingi anak untuk terus bergerak memang tidak harus selalu hadir dan mengatur. Cukup menyemangati dan mendengarkan celotehannya ketika dia menghadapi masalah. Tidak perlu memberi nasehat, tetapi berdialog saja.
Semangat seperti ini memang harus selalu dihembuskan kepada anak-anak muda yang sedang mencari pekerjaan saat ini. Cerita-cerita soal menembus keterbatasan ini banyak dikabarkan di media. Tidak seharusnya mereka menyerah begitu saja. Tetapi, tentunya perlu upaya keras dan tidak sebentar. Disitulah esensinya. Bergerak akan membuat kita selalu awas, siap dan menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.
Pandemi ini masih akan terus berlangsung. Kapan berakhirnya, sejauh ini belum ada tanda-tanda yang menyakinkan. Hanya berdiam mengutuki persoalan yang ada hanya akan membuat hidup lebih runyam. Jika harus dimulai dari kecil, itu harus diterima sebagai sebuah keniscayaan.
Tetapi, seperti disampaikan Erix Soekamti, teruslah bergerak. Bergerak mencari passion-mu yang bisa dijadikan bisnis. Alam semesta akan mendukungmu.
artikel ini tayang juga di laman kumparan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H