Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hakikat Guru Bisa Lesap Disesap Pandemi

12 Mei 2020   21:33 Diperbarui: 12 Mei 2020   21:46 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang murid melakukan pembelajaran jarak jauh karena pandemi Covid 19 dengan dukungan teknologi digital. Sumber: liputan6.com

Cara guru yang juga tidak terbiasa mengadakan pembelajaran jarak jauh ini menghabisi semangat murid. Tugas-tugas yang diberikan tanpa penjelasan yang memadai menjadi musuh. Tenggat yang diberikan seperti tenggat wartawan dalam mengejar berita utama. Semua serba tergesa. Semua serba dipaksakan. Semuanya tiba-tiba menjadi tidak ramah lagi.

Guru dalam kegagapannya berusaha menggapai muridnya. Tidak bisa karena tidak biasa. Ingin menjelaskan lebih lanjut ternyata ada tuntutan biaya yang tidak murah. Jaringan yang kadang-kadang tidak ramah menghambat proses mengajar. Guru menjadi dingin. Guru serasa menjadi hanya pemberi tugas. Bagi orang tua pun, guru menjadi tidak seperti kawan lagi.

Orang tua mengambil alih peran guru. Orang tua yang terdampak pandemi dan harus tinggal di rumah harus menerima peran menjadi guru. Orang tua menggantikan peran guru dalam mengajar, memastikan anak belajar, memastikan tugas diserahkan tepat waktu, membuat semuanya harus sesuai permintaan guru. Orang tua memandang guru tidak lagi sebagai guru, karena beban tambahan yang dialihkan ini. Peran guru tergantikan.

Proses belajar mengajar jarak jauh ini memang menjadi pilihan yang tersedia saat ini. Virus korona yang sangat mudah menular memaksanya. Tetapi, proses pembelajaran seperti ini menghilangkan hakikat dari seorang guru. Jarak fisik yang ada antara guru dan murid menghilangkan prinsip digugu dan ditiru itu.

Jika murid hanya bertemu guru dalam waktu dua jam dalam satu sesi pembelajaran, maka nilai-nilai seperti apa yang akan bisa digugu dan ditiru. Hanya kelihatan wajah guru dan suaranya yang bisa jadi kadang terputus-putus. Tidak ada proses mendisiplinkan. Tidak ada proses memberikan contoh baik dalam memperlakukan teman. Tidak ada lagi perkataan-perkataan yang menenangkan secara langsung. Guru hanya sebentuk layar komputer, yang dengan gampang dapat ditinggalkan, tanpa guru dapat mencegah.

Akhirnya memang harus diakui jika pandemi ini mengubah sesuatu secara radikal khususnya proses belajar mengajar dan mendidik di sekolah. Banyak yang membanggakan jika ini bisa jadi sebuah kemajuan jaman. Tetapi, mengajar tidak sama dengan mendidik. Guru itu adalah pendidik, bukan hanya pengajar. 

Dalam konteks digugu dan ditiru itu, guru adalah pendidik yang menjadikan anak memiliki karakter yang baik lewat contoh-contoh baik yang ditunjukkan oleh guru lewat perilakunya sehari-hari dan disaksikan anak-anak murid.

Pandemi ini telah mengancam hakikat guru itu sendiri. Guru tidak akan menjadi digugu dan ditiru lagi jika proses pembelajaran jarak jauh ini terus berlangsung. Proses mendidik tidak akan terjadi lagi. Tidak ada lagi empati, simpati dan kasih sayang yang ditunjukkan ketika berhadapan langsung dengan anak-anak didik itu sendiri.

Harapannya, segeralah pandemi ini berlalu. Biar guru bisa lagi digugu dan ditiru. Bukan hanya mengajar secara dingin lewat layar komputer yang tidak berperasaan dan buram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun