Ternyata, dukungan yang tidak harmonis ini dan sering sekali petinggi partai Demokrat absen di kampanye-kampanye Prabowo membuat partai yang punya ikon Fadli Zon ini berang. Dukungan logistik masih seret. Diberitakan bahwa Sandiaga Uno telah mengeluarkan uang pribadinya kurang lebih Rp. 1,4 T dan masih akan bertambah lagi.
Hasyim, sebagai ketua logistik Prabowo akhirnya mengumumkan partai-partai yang akan dapat jatah menteri jika Prabowo menang. PKS dan PAN telah mendapatkan jatah. Bahkan disebut PAN mendapat jatah 7 dan PAN 6, sementara Demokrat masih dipikirkan. Cara ini dianggap kurang elok oleh Demokrat. Bahkan banyak yang curiga ini merupakan upaya untuk mengencangkan koalisi yang mulai kedodoran. Pengumuman yang dilaksanakan 1 April 2019 ini, bahkan diikuti lagi dengan menyebutkan nama 80 calon menteri Prabowo, jika menang. Demokrat, merespon dengan ketidaksetujuan.
Luka yang kian menganga ini berujung pada hantaman Ketua Demokrat pada Prabowo Sandi. Lewat surat yang dituliskan dari Singapura, Sang Ketua mengatakan bahwa Kampanye Akbar Prabowo Sandi yang dilaksanakan di Gelora Bung Karno pada tanggal 7 April 2019 dianggap tidak inklusif dan tidak 'All for All'. Sepertinya, Susilo Bambang Yudhoyono kesal dengan tidak adanya tempat bagi kaum nasional dan kampanye ini cenderung didukung oleh primordialisme. Ini tentunya menggeramkan Prabowo.
Lalu, hantaman terakhir Prabowo yang menambah luka Partai Demokrat itu adalah ucapannya di debat Pemilihan Presiden kelima dan yang terkahir yang berlangsung pada 13 April 2019. Dalam debat dengan Jokowi, Prabowo menyebutkan masalah-masalah yang ada di bangsa ini bukanlah kesalahan Jokowi, tetapi presiden-presiden sebelum Jokowi.
Siapa presiden sebelum Jokowi? Dari segi waktu dan lamanya memerintah yang paling menonjol adalah Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono. Kader partai Demokrat yang hadir di debat tersebut sampai melakukan walk out setelah teriak mengancam keluar dari koalisi karena sangat kecewa dan marah dengan ucapan itu.  Prabowo pun tegang. Bahkan pada  doorstop interview pun, Prabowo tidak menjawab pertanyaan terkait ancaman kader Demokrat itu ketika ditanya media. Prabowo malah sibuk menanyakan nama media sang wartawan.
Bertumpuk dan berlapisnya hajaran-hajaran ke Demokrat, tentunya tidak hanya membuat partai biru ini berang, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk memindahkan dukungan dalam senyap. Bukan tidak mungkin instruksi yang dulunya adalah bebas memilih berubah menjadi memilih Jokowi sebagai hukuman dan sekaligus balas dendam karena luka yang dibuat Gerindra sudah mengaga lebar dan sangat menyakitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H