Lebarnya unit bisnis BULOG, meskipun dalam konteks tanggung-jawab penyediaan komoditi, tentu menyulitkan bisnis. Terlebih lagi belum adanya sistem otomatisasi. Butuh banyak orang untuk menjalankannya. Butuh sumber dana yang  besar untuk mempekerjakan mereka yang telah lama mengabdi di BULOG untuk kemudian melaksanakan sesuatu yang sifatnya sangat retail.
Komoditas rumah tangga yang dijual seperti beras, gula, minyak dan terigu yang ditambahkan dengan merek Kita juga tidak memberikan dampak yang signifikan. Karena tidak ada perbedaan dengan produk yang sudah lama di jual di pasaran. Tingkat kepercayaan masyrakat tentunya tidak akan mudah direbut oleh produk-produk kita itu.
Tetapi, itu hanyalah gambaran yang tentunya diharapkan sudah harus dilihat BULOG sebagai pemain baru dalam bisnis ritel ini dan juga dengan spektrum usaha yang luas yang bukan kelas premium, baik lokasi, layanan maupun komoditas serta aset yang dibisniskan. Banyak pemain disana dan BULOG harus mampu mencari celah di merahnya lautan itu.
Kakinya yang terikat akan mempersulit langkah untuk maju. Belum lagi persoalan-persoalan lainnya yang tidak terkait bisnis. Sering mendengar rumor kalau BUMN itu adalah 'sapi perah' siapa saja yang bisa memerahnya. Itu hanya rumor. Perlu diperjelas. Tetapi, rumornya kok tetap bertahan yah.
BULOG sepertinya harus melakukan downsizing dan tidak memiliki bisnis yang luas untuk dapat bersaing dan tumbuh dengan baik. Unit bisnis yang banyak justru tidak menciptakan fokus. Kata lagu, so much time but too little to do. Tetapi di kasus BULOG, to little but to much to do.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H