Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Sosial Jadi Media Asosial Berujung Media "So Sial"

31 Oktober 2017   22:37 Diperbarui: 31 Oktober 2017   22:46 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah mimpi yang suci, tentang bagaimana orang-orang terhubung satu sama lainnya. Berbagi kisah, menyemangati, hadir disaat sedih, menghibur teman yang lagi terluka dan berbagai bentuk relasi lainnya.

Begitulah awalnya media sosial diciptakan, untuk merekatkan berbagai hubungan yang jauh. Mencari teman yang telah lama hilang. Mendekatkan yang jauh, tidak hanya hanya dalam rentang jarak yang pendek, tetapi bahkan dari berbagai tempat di planet ini. Sebuah cita-cita yang mulia.

Buktinya sudah banyak. Dengan media sosial dan segala kecanggihannya, banyak orang yang menemukan teman lama dan bahkan anggota keluarga yang pernah hilang. Bisa saling menyapa dalam berupa bentuk,  kalimat,  gambar dan gambar hidup. Dilakukan secara real time.

Media sosial ini, yang diletakkan pada teknologi internet, isitilahnya over the top,  berkembang dengan sangat pesat. Wajar saja, manusia adalah mahluk sosial. Dengan demikian, media sosial sangat mendukung 'kesosialan' seorang manusia. Keinginan untuk berinteraksi dengan berbagai kalangan dilandaskan pada berbagai kesamaan. Bisa nasib, hobi, pekerjaan dan kepentingan lainnya.

Dengan berbagai platform, media sosial menjadi sebuah kebutuhan setiap individu, setidaknya diperkotaan. Seseorang akan dianggap sebagai alien jika tidak memiliki media sosial, setidaknya facebook. Orang akan dianggap tidak up-to-date jika tidak bergelut dengan media sosial.

Akhirnya, berhamburanlah berbagai ekpresi berbentuk teks dan gambar, termasuk suara.  Bahkan sudah pada tahapan maniak. Setiap aktivitas tidak terlepas dengan laporan ke publik. Sakit gigi dilaporkan ke publik. Mau memilih sampo, perlu diuji ke publik. Mau membeli baju, perlu dipastikan pendapat publik.

Hendak makan direstoran dikabarkan ke publik. Segala sesuatu yang bisa diungkapkan harus diungkapkan. Termasuk soal males bangun tidur, sambil menyebarkan ke publik wajah yang masih kusam. Segalanya, tidak afdol rasanya kalau tidak dimintai pendapat ke publik. Segala tindak-tindak tanduk harus diunggah ke media sosial agar publik tahu.

Tetapi namanya manusia, dalam konteks kesosialannya tadi, justru tercipta kompetisi yang tidak disadari terjadi. Media sosial mencipakan suatu keadaan untuk selalu menjadi nomor satu.. Bersaing. Berkompetisi. Menjadi individu yang paling aktif, paling banyak dilike, paling banyak mendapat komentar, paling banyak dishare, dilihat, dikunjungi dan diintip. Paling banyak lalu lintasnya.

sendiri. Hukum yang seharusnya tidak dilanggar, malah dilanggar justru karena ekstrimisme penggunaan, ketidakmengertian prosedur dan juga karena kefanatikan akan sesuatu hal.

Menjadi Media Asosial

Ternyata dengan jumlah pengguna yang sangat massal, dan variasi isu-isu yang disemburkan, media sosial menjadi semacam hutan belantara. Hutan belantara yang menciptakan hukum rimba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun