Ada pepatah tua yang tidak pernah disampaikan secara lengkap. Life starts at 40. Begitu pepatah itu. Artinya, hidup mulai di usia 40 tahun. Tetapi, sebenarnya ada pesan yang 'disembunyikan'.. Setidaknya dalam imajinasi 'liar' penulis. Kalimat penuhnya yakni Life starts to decline at 40. Hidup mulai menurun di usia 40. Apanya yang menurun? Banyak. Â
Penglihatan yang terutama. Tanpa disadari mata akan meminta jarak yang lebih jauh ketika membaca. Tubuh meminta lebih banyak istrahat. Gula darah meningkat. Darah lebih kental karena tumpukan lemak. Gampang lelah. Tidak setangguh dulu.
Berat badan meningkat. Lingkar pinggang melebar. Rambut menipis. Lalu, terjadi perluasan di wilayah kening. Menjadi rangga, kata orang Sunda. Bukan Rangga di Ada Apa dengan Cinta. Tapi, tarang lega alias jidatnya melebar karena terjadi 'deforestasi' rambut di wilayah kening.
Itu sebuah fakta yang harus diterima. Banyak yang berusaha melawannya dengan berbagai cara dan bantuan suplemen. Warna kulit yang menggelap karena pigmen yang mulai berkurang, dikilapkan dengan berbagai pemutih. Kening yang mulai berkerut ditarik sehingga kencang kembali. Mungkin luarnya bisa dimodifikasi sedemikian rupa. Tetapi bagaimana dengan dalamnya, struktur utama tubuh, tulang, otot dan sistemnya?
Tidak bisa dipungkiri memang usia 40 menjadi milestone biologis bagi manusia. Semua mencapai puncaknya di usia itu. Selanjutnya, perjalanan menurun menuju kepunahan. Kemungkinannya ada dua, penurunanya berlangsung cepat atau lambat.
Perlawanan yang diberikan hanya akan sia-sia saja. Sebabnya, perlawanan malah meningkatkan stres yang mempercepat proses penuan itu sendiri. Menerima adalah kunci terbaik. Dengan menerima, kita dapat lakukan tindakan perlambatan gravitasi ketuaan itu. Caranya bisa dilakukan dengan olah raga yang teratur dan juga menjaga asupan ke tubuh. Pilihannya olahraganya tidak usah yang ribet. Berlari, olahraga murah dan meriah.
Memang, akhir-akhir ini olahraga lari naik kelas, menjadi olahraga mahal. Banyak pelari yang lebih mementingkan tampilan luar, yang mahal, dibandingkan prestasinya. Banyak yang ikutan komunitas lari, tetapi lebih cenderung mengejar gaya hidupnya dari pada manfaatnya. Ini berlari salah jurusan namanya.
Berlari seharusnya mudah dan murah. Tetapi itu tidak cukup. Perlu kemauan keras untuk tekun dan disiplin melakukannya. Tujuannya menciptakan tubuh yang kuat, segar dan sehat. Penyakit jarang hinggap. Mungkinkah melakukannya di tengah kesibukan sehari-hari yang menyita waktu? Sangat mungkin.
Jika berlarinya sekaligus 5 jam, mungkin susah menyiasatinya. Tetapi jika dilakukan 2 kali dalam seminggu dengan periode, katakanlah 1-1,5 jam, masih sangat memungkinkan. Apa yang telah penulis lakukan untuk menahan gravitasi ketuaan ini?
Lakukan Santai, Bertahap dan Tanpa Beban
Satu sisi, ada keberuntungan tinggal dekat Veldrome di bilangan Rawamangun. Di stadion Veldrome tersedia jalur atletik yang bagus. Bahan dari karet sintetis dan rata serta tidak berdebu. Memang jika berlari agak siangan, lintasan cenderung lebih panas.
Jarak yang dekat dengan fasilitas, tidak ada juga gunanya jika masih tetap tidak punya niat. Â Perlu semangat yang kuat dan displin yang gak kendor untuk bisa melakukan secara konstan dan berkelanjutan. Setidaknya 2 kali dalam seminggu.
Lalu, bagaimana dengan pola latihannya? Tidak perlu membayar personal trainer hanya untuk sekedar menyehatkan badan saja. Cukup dengan keterampilan dasar yang sudah dimiliki setiap orang sejak lahir. Mulailah dengan ringan dan santai.
Latihannya? Pertama, saya tidak menganggap ini sebagai latihan. Tidak juga dianggap sebagai beban. Dibenamkan dalam-dalam ke dalam pikiran, berlari hanya untuk kesehatan. Jika sehat, maka tubuh akan mampu bekerja lebih giat. Jika mampu bekerja dengan giat, mudah-mudahan hidup tidak sampai kelaparan. Sesederhana itu pemikirannya.
Tidak perlu berpikir soal gerakannya sudah tepat belum. Berlari itu sesuatu yang alami saja. Beda dengan angkat beban. Untuk olah raga satu ini, gerakan harus benar-benar tepat. Risikonya serius jika salah. Apalagi berharap diperhatikan orang lain. Atau mungkin, grogi karena berpikir orang lain akan memperhatikan. Buang jauh-jauh pikiran seperti itu.
Anda berlari ya untuk anda dan bukan untuk orang lain. Anda berlari demi kebaikan anda, sehingga hilangkan prasangka bahwa orang lain akan memperhatikan. Jika pun diperhatikan, cuek saja. Jangan menambah gerakan yang tidak membuat diri tidak nyaman. Apalagi gerakan-gerakan yang mencari perhatian. Anda sedang berlari, bukan sedang berada di atas catwalk.
Mulailah dengan santai. Setiap lari, yang biasanya pada hari Rabu pagi, penulis akan melakukan jalan santai sekitar  10 putaran lintasan atletik. Totalnya, sekitar 4 kilometer. Waktunya sekitar 20 menit. Itu awalnya.
Setelah tubuh agak memanas, dilanjutkan dengan jogging. Lari santai saja. Tidak perlu berlomba dengan atlet yang memang suka latihan di stadion Veldrome itu. Mereka memiliki tubuh yang kekar, atletis dan nafas sekuat kuda. Jangan juga panasan, kalau dilewati pelari yang lebih muda. Jantung dan paru-paru mereka masih bisa diajak racing. Lakukan 5 putaran. Non-stop. Lalu teakhir jalan santai lagi 10 putaran.
Sebelum jogging, tentu lakukan strectching. Terutama kaki. Gerakan strectching biasa saja. Lipat kaki ke belakang. Telapak kaki menyentuh pantat. Lalu angkat kaki posisi dilipat hingga lutut menyentuh dada. Lalu, angkat kaki ke arah dalam hingga sejajar paha atas. Lakukan satu gerakan dengan hitungan 10 detik. Lalu lakukan lari-lari kecil. Ulangi 2 hingga 3 kali.
Saat jogging, bebaskan diri dari beban. Beban pekerjaan jangan dibawa-bawa. Jika ada masalah dengan bos di kantor, tanggalkan masalah itu. Pasrah aja. Kaki juga diayunkan dengan relax. Jangan perhatikan sepatu orang lain. Meskipun sepatunya merek Under Armor, jangan jiper dulu. Bisa jadi sepatunya itu di beli di Mall Ambassador. Ada kok versi Vietnam atau Chinanya. Harganya, hanya seperempatnya.
Jangan juga malu dengan kaos sendiri. Mungkin yang lain memakai kaos Nike. Bisa jadi kaos Nike-nya itu dibeli di pasar Tanah Abang dengan harga 100 ribu tiga potong. Pokoknya konsentrasi berlari.
Jangan sekali-sekali memperhatikan betis atau bagian belakang orang lain ketika berlari. Nanti malah ritme lari terganggu. Irama larinya harus konstan. Terlebih lagi bentuk betis orang macem-macem. Apalagi bentuk 'belakang'nya. Nanti, malah bukan lari yang dilakukan tapi body comparison.
Pada tahap awal, lakukan sesuai kemampuan. Ukur nafas, detak jantung. Tidak perlu panggil dokter untuk mengukur. Cukup dengan merasakan nafas tambah sesak atau tidak. Kaki juga perhatikan. Apakah sakit di lutut muncul? Engkel kaki protes, gak? Jika iya, bisa melakukan kombinasi lari tiga putaran lalu jalan 2 putaran dan lanjutkan lagi dengan pola yang sama. Hingga total 20 putaran.
Di jadwal lari berikutnya, masih gunakan pola yang sama. Tetap fokus. Jangan berlari sambil membayangkan nasi padang dengan rendang daging sapi yang nikmat. Soalnya, jika membayangkan, malah perut benar-benar jadi lapar. Lalu tubuh mengikutinya dan jadi kurang tenaga. Tubuh punya mekanisme yang didasarkan pada pikiran.
Intinya, pikiran harus fokus pada kegiatan larinya. Otaknya tidak pindah-pindah channel. Dari berlari, ke sate padang, lalu berlari lalu ke ice cream gelato, lalu pindah lagi ke sop buntut. Kalau begitu, Â niscaya, berlarinya 50% sudah gagal. Untuk menambah fokus, sarapanlah sebelum berlari. Sarapannya ya sarapan. Pastikan itu. Bukan maksudnya sarapan, tetapi malah makan berat.
Memang kita berlari dengan satu tujuan, supaya sehat dan kuat serta tubuh tidak mudah lelah. Kekuatan tidak mudah turun. Massa otot tidak drastis berkurang. Juga massa tulang. Sehingga tubuh masih tegak lurus. Tidak terpaksa menghormat kepada setiap orang karena tubuh yang mulai membungkuk. Sebab tulang punggung yang mulai lemah.
Selanjutnya, bila sudah mampu dan tidak merasa ngos-ngosan dengan pola 5-3-2-3-2-3-2 tadi, Â mulai ubah pola. Jalan kaki 5 putaran, sekitar 2 kilometer, lalu lanjutkan dengan jogging 10 putaran. Jika ngos-ngosan paksa saja dulu. Lakukan jalan 5 putaran dan berlari 5 putaran. Non-stop tentunya. Tidak pake jeda makan pecel lele.
Jika belum muntah, berarti anda masih baik-baik saja. Lakukan ini untuk masa satu minggu. Coba lagi minggu berikutnya. Jika sudah nyaman alias jantung tidak berdetak seperti pistonmotor di RPM tinggi, maka porsi latihan bisa ditambah. Rasakan tubuh anda sendiri. Apakah tubuh anda 'berteriak' kelelahan. Jika belum lanjutkan.
Setidaknya, total putaran setiap kali latihan sekitar 25 putaran. Nanti, dengan irama yang sudah sesuai, lakukan lagi. Jika sudah merasa santai dengan total 25 putaran, tingkatkan lagi hingga total putaran 30. Jika sudah nyaman, lakukan hingga 40 putaran. Untuk 40 putaran, itu jika waktu cukup saja. Alokasi waktu biasanya hanya maksimum 1-1,5 jam.
Waktu segitu ini sudah cukup jika fokus berlari. Tidak mencari teman curhat di lapangan. Terlebih sambil cari jodoh. Tidak mikiran yang lain. Apalagi bawa smarthphone ke lapangan. Atau bawa speakerdengan bluetooth seperti yang pernah penulis lihat. Bahkan penulis saksikan ada yang pernah bawa ember segala ke stadion itu. Nggak tahu untuk apa. Mungkin habis berlari langsung ke laundry.
Untuk keperluan menjaga kebugaran dan melawan gravitasi ketuaan, penulis kira cukuplah dilakukan demikian. Latihan itu tidak untuk ikut menjadi peserta marathon-marathon yang sedang trendbelakangan ini.
Tetapi, jika ada menu 5 kilometer, bolehlah ikut. Nah, Â kalau niatnya hanya untuk jadi finisher, bolehlah sambil memperhatikan aksesori para pelari 'serius' yang ikut. Niscaya anda kagum. Harganya bisa sangat mahal. Banyak yang memang berlari hanya untuk gaya hidup. Ya, gaya hidup. Gayanya, doang.
Tetapi, jika hanya untuk menahan gravitasi tadi, bolehlah berlari santai. Tidak perlu pusing soal menjadi the first finisher. Berlari bergembira juga perlu. Lari konstan dan tersenyumlah kepada sesama pelari. Pasti, lari lebih nyaman. Tubuh lebih kuat karena berlari tanpa beban. Mau bukti, soal mampu atau tidak dengan latihan seperti itu, ikutlah Mandiri Jakarta Marathon 2017.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI