Mau berharap apa dengan pemimpin-pemimpin yang seperti itu. Mereka yang menghalalkan segala cara untuk meraih tampuk kekuasaan. Bahkan jualan ajaran radikal dan intoleransi pun dilakukan. Dia tidak sadar, dia akan menjadi yang pertama ditebas, karena radikalisme dan intoleransi juga sedang mengincar kekuasaan. Mereka sedang menyelinap dalam nada-nada yang para pemimpin itu mainkan. Siap-siaplah, jika engkau mainkan lagu itu terus. Kemarin di Jakarta, besok di Jawa Barat. Lain waktu di tempat lain. Hingga istana itu mereka duduki.
Tapi beberapa hari ini karangan bunga mengalir ke Trunojoyo. “Pak Tito, tolong hentikan mereka”, sebuah suara di rangkaian bunga itu, “sebelum mereka menghentikan negara tercinta ini”. Negara ini adalah negara Pancasila, yang telah dibentuk dengan derai air mata dan darah para pejuang bangsa ini. “Pak Tito, jangan biarkan mereka menebas keragaman di negara ini’, nada tercekat pedih merasa bangsa yang hendak diberangus. Negara yang kaya dan beraneka, selayaknya menjadi negara maju di kemudian hari. Jika tidak dihentikan, maka siaplah menyambut pecahan-pecahan bangsa ini dan semuanya menjadi sebuah kesia-siaan.
Pak Tito, bantulah Pak Jokowi menebas para pencuri uang rakyat itu. Kami masih ingin bangsa ini utuh, tanpa para pencuri-pencuri itu, tanpa para penjual radikalisme dan intoleransi itu. Tolonglah Pak Gatot. Jika kalian berdua memalingkan wajah dari Pak Jokowi, hendak kemana lagi negeri ini akan mengadu. Lalu, bagaimana lagi lagu Indonesia Raya akan kami nyanyikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H