Gambaran nyata dari partai politik Indonesia menunjukkan arah yang berbeda dari seharusnya partai politik. Alih-alih menjadi penyeimbang pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk kemaslahatan masyarakat, anggota partai politik di DPR malah terjebak dalam berbagai transaksi curang. Partai politik tidak tumbuh menjadi seperti yang diharapkan dalam suatu proses yang alami.
Partai politik Indonesia belum tumbuh sebagaimana seharusnya partai politik. Jika diperhatikan partai politik seperti mengalami stunting.Partai politik belum memiliki proses kaderisasi yang benar dan alami. Pimpinan partai politik dipegang oleh tokoh tertentu hingga batas waktu yang tidak tentu. Pemimpin partai tidak ditentukan berdasarkan keunggulan dan kecakapan dalam menjalankan partai politik.
Tingkah laku partai politik sangatlah ditentukan oleh pemimpinnya sendiri. Meskipun ada mekanisme yang digunakan untuk memastikan jalan dan arah partai berjalan, tetapi mekanisme itu diokupasi oleh kelompok kuat partai. Pergantian ketua partai seperti tidak dimungkinkan, sehingga beberapa tokoh partai yang kecewa membentuk partai sendiri untuk memastikan mendapatkan posisi ketua partai, tentunya di partainya sendiri.
Muaranya, terjadi distorsi fungsi dan nilai-nilai yang selalu diagungkan. Pada titik tertentu, partai politik cenderung sebagai organisasi yang bersentrifugal ke dalam. Keberadaan partai politik di Indonesia justru mendistorsi demokrasi itu sendiri dan nilai-nilai di dalamnya.
Hal ini berujung pada suara-suara yang menginginkan partai dibubarkan. Fungsi partai itu sudah sangat melenceng dari yang seharusnya. Parade koruptor dari anggota partai di DPR dan juga kepala daerah yang mungkin juga anggota partai, telah membulatkan adanya suara-suara gelisah yang mendorong pembubaran partai. Suara ini kecewa dengan perilaku anggota partai yang ada di DPR.
Demokrasi Tempat Berlindung
Ketika suara-suara itu muncul ke permukaan, anggota partai di DPR itu bersuara kencang membela. Tentunya partai yang diwakili oleh anggotanya di DPR, setidaknya yang bersuara, menentang usulan atas nama demokrasi. Mereka bersuara lantang mengatakan bahwa partai adalah pilar demokrasi. Dengan demikian partai harus ada selama negara masih ingin disebut negara demokratis. Demokrasi tidak ada jika partai tidak ada. Berulang itu disampaikan.
Tetapi, seperti yang diutarakan di atas, pembelaan akan pentingnya partai karena merupakan prasyarat dari demokrasi, hanya dimaknai permukaannya saja. Setidaknya melihat gambaran di atas. Prinsip-prinsip partai sebagai pilar demokrasi sama sekali tidak dipahami.
Pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya partai itu berperilaku dan bertindak hingga layak disebut sebagai pilar demokrasi? Apa prinsip-prinsip yang dianut sebuah partai sehingga layak disebut pilar demokrasi?
Menurut Nederland Institue for Multiparty Demokrasi, yang dituangkan dalam Multi-annual Plan tahun 2007-2010 dengan judul Political Parties: Pillars of Democary, bahwa partai politik dalam alam demokrasi seharusnya menjadi penyeimbang pemerintah untuk menjalankan fungsinya. Lebih lanjut, dokumen yang dikeluarkan pada tahun 2005 ini di Hague, Belanda, partai sebagai penyeimbang dalam pengertian sebagai bagian dari oposisi yang mengawasi jalannya pemerintahan.
Dengan demikian partai politik memiliki peran dan tanggung-jawab yang sangat besar untuk memastikan bahwa sistem politik berjalan sebagaimana mestinya. Partai politik yang baik akan membuat masyarakat merasa terwakili dan kepentingannya dapat disampaikan kepada pemerintah. Dalam demokrasi, partai politik diharapkan bertindak sebagai negosiator dalam perdebatan dan pembicaraan terkait pilihan-pilihan kebijakan dan perubahannya.