Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Selepas Berdendang, Iwan Fals Digratisin

17 Maret 2017   16:33 Diperbarui: 18 Maret 2017   00:53 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memulai pagi dengan memutar lagu bisa jadi kebiasaan banyak orang. Lagu-lagu pilihan yang cukup upbeat biasanya menjadi pilihan. Meskipun pilihan-pilihan ini bisa bervariasi tergantung mood. Lagu-lagu itu diharapkan mengugah semangat untuk memulai hari. Hari yang penuh tantangan. Dengan dunia yang semakin canggih ditandai dengan jaringan internet yang semakin kencang dan terjangkau, memainkan lagu menjadi sangat mudah. Variasi pilihannya juga berjibun.

Penulis juga demikian. Musik-musik dari jaman baheula menjadi pilihan, kadang-kadang. Ingin mengalirkan kenangan masa lalu ke masa sekarang. Saluran Youtube biasanya menjadi pilihan, karena sangat gampang diakses. Melalui gawai, dengan beberapa sentuhan sebuah lagu sudah dapat didengarkan. Mode autoplay dan kumpulan lagu dipilih, supaya nada terus mengalir.

Pagi itu, lagu yang dipilih koleksi Iwan Fals. Lagu-lagu tahun 90-an mengalir ke seluruh ruangan. Menghadirkan kenangan masa-masa lalu. Mulai dari lagu Ibu yang membangkitkan kenangan akan kehangatan pelukan seorang ibu. Dilanjutkan lagu Buku Ini Aku Pinjam, yang memaksa kenangan cinta pertama dan trik-trik menggoda kecengan meruap ke memori pendek. Sementara lagu Seperti Mata Dewa, membawa kenangan ke pantai Kuta dengan senja yang memikat.

Sayangnya, kenangan-kenangan yang terjalin itu sering patah. Semua kenangan yang sedang dibangun dengan aliran alunan antar lagu kadang terkoyak oleh adanya iklan yang sering sekali muncul. Bahkan kadang setiap satu lagu, iklan tayang dan mengganggu kenikmatan yang sedang terbangun. Mungkin karena tidak dipasang plugin Adblocker, maka iklan-iklan itu berhamburan begitu saja. Untuk skip setiap iklan, rasanya tidak nyaman juga. Apalagi mendengarnya sambil menyiapkan sarapan bagi anak yang hendak sekolah.

Begitulah, kehadiran teknologi yang memudahkan memunculkan kenangan ke permukaan, tidak selalu sempurna berjalan seperti yang diharapkan, karena tidak seluruhnya bisa dikendalikan oleh pendengar. Jaringan internet dan Youtube yang tersedia, memaksa pendengar untuk menerima pilihan secara pasrah, untuk beberapa hal.

Bisnis Over the Top

Mendengarkan lagu dari berbagai perangkat mobil telah menjadi kebiasaan setiap orang. Tidak hanya mendengarkan lagu tentunya. Mencari artikel, mencari gambar, pelajaran, tutorial, dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan dengan kehadiran internet. Untuk media video, Youtube menjadi rajanya.

Tetapi jalinan internet dan Youtube ini tidak berjalan mulus pada awalnya. Sebabnya, bisnis Youtube yang disebut dengan bisnis Over the Top dianggap curang oleh penyedia jasa internet. Gambaran sederhananya, Youtube meletakkan bisnisnya di atas jaringan internet yang disediakan provider, dan Youtubetidak memberikan kompensasi kepada penyedia jaringan internet. Diletakkan dilapaknya internet, tetapi tidak ada retribusi yang diberikan pelapak.

Ini sempat menjadi bahan perselisihan antara penyedia jasa jaringan internet dan pelaku bisnis over the top ini. Termasuk Facebook, Whatsapp, Line, penyedia hosting,penjual domaindan berbagai media sosial lainnya. Facebook dan sejenisnya disebut internetcontent.

Dari aktivitas bisnis yang diletakkan di atas jaringan internet ini secara gratis, entitas bisnis over the top ini mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari iklan yang ditayangkan. Facebook menjadi raja dari bisnis over the top ini. Pemilik-pemilik media sosial juga menjadi kaum elit dikalangan pebisnis dan termasuk golongan orang terkaya dunia.

Para pelaku bisnis over the top ini tentunya menentang argumentasi dari penyedia layanan jaringan internet ini. Alasan yang dipakai para penyedia bisnis over the top ini adalah bisnis mereka menumbuhkan penjualan jaringan internet, karena kepopuleran bisnis mereka mengakibatkan bertumbuhnya pelanggan jaringan internet baik yang berbasis mobil maupun kabel.

Penyedia jaringan internet tentunya diuntungakan dengan adanya bisnis content ini. Dan kelihatannya, argumentasi para pebisnis over the top ini menemukan tempatnya. Sekarang bisnis penyedia jaringan internet sangat berkembang. Di Indonesia saja terdapat Telkom, Biznet, Play Media, dan First Media, di antaranya yang termasuk provider besar untuk berbasis kabel. Untuk berbasis mobil, ada Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata.

Shared Economy

Pebisnis over the top Youtube mendapatkan keuntungan dua kali. Youtube tidak perlu memberikan imbal jasa dari kepada penyedia jasa internet, tetapi bisa mendapatkan keuntungan dari iklan. Untuk mengembangkan Youtube ini, konten juga diperlukan. Banyak yang menciptakan konten berupa video, lagu, film pendek dan animasi dalam berbagai format dan resolusi bervariasi.

Untuk penyedia konten yang bisa merupakan hasil karya sendiri dan bisa juga tidak, maka akan mendapatkan keuntungan juga. Yotubeakan memberikan pembagian iklan dengan penyedia konten Youtube. Dengan membuat channel di Youtube, maka setiap konten yang dimasukkan ke youtube melalui channeltersebut akan mendapatkan pendapatan iklan dari Youtube dengan basis hit, view atau kunjungan. Setiap konten yang dimuat, dapat dimonetasi.

Ini sering disebut sebagai shared economy. Ekonomi yang menempatkan setiap individu dalam ekosistem itu sebagai konsumen sekaligus sebagai produsen. Penyedia konten merupakan produsen dan penyedia konten bisa juga berperan sebagai konsumen.

Youtube menyediakan wadah. Youtube juga memproduksi konten. Tetapi Youtube juga mengundang setiap orang untuk memproduksi konten. Youtube memberikan kompensasi dari konten yang dimuat. Semakin banyak konten yang dimuat, Youtube semakin besar. Semakin banyak videw yang dilihat, semakin besar pendapatan iklan. Youtbe dan penyedia konten berbagi keuntungan. Produsen dan konsumen saling bertukar posisi. Saling berbagi dan saling menguntungkan.

Penyanyinya Tidak Mendapatkan Apa-apa

Akan tetapi, teknologi sebagaimanapun canggihnya tetap mengahdirkan paradoks. Itu sebuah keniscayaan. Selalu ada dua sisi yang bisa dimunculkan. Teknologi itu bisa menguntungkan dan bisa merugikan. Tidak mungkin sifatnya selalu menguntungkan. Ungkapan populernya, teknologi seperti pisau bermata dua.

Ini terkait konten. Seperti disampaikan di atas, konten yang dimuat bisa diproduksi sendiri atau mengambil dari orang lain. Contohnya lagu-lagu Iwan Fals tersebut. Para penggemar Iwan Fals membuat channel dan memuat lagu-lagu Iwan Fals. Proses ini tanpa meminta ijin kepada Iwan Fals. Para pemilik channel dan pemuat video Iwan Fals ini bebas melakukan aksinya.

Dan jika banyak view yang muncul dari lagu dalam channel atau yang dimuat tersebut, maka pemilik channel atau pemuat video akan mendapatkan uang. Sementara penyanyinya sendiri Iwan Fals, tidak mendapatkan uang sama sekali. Iwan Fals bisa mendapatkan uang jika Iwan Fals yang memuatnya atau Iwan Fals memiliki channel resmi.

Untuk memuat lagu-lagu di Youtube tanpa ijin pelantunnya, bisa jadi juga diperdebatkan. Untuk artis-artis yang tidak terkenal, mungkin ini menjadi sarana promosi gratis yang mendatangkan keuntungan non-materil. Akan tetapi untuk artis yang sudah sangat terkenal seperti Iwan Fals, ini tentunya merugikan. Iwan Fals tidak mendapatkan keuntungan dari hasil karyanya yang dimainkan tanpa ijin oleh pendengar, yang dimuatnya juga tanpa ijin.

SementaraYotube dan pemuat konten mendapatkan keuntungan dari nama besar dan lagu-lagu indah dan cantik Iwan Fals. Sayangnya, setiap Iwan Fals selesai bernyanyi di saluran itu, Iwan Fals tidak mendapatkan apa-apa.

Nama besar dan hasil kerja yang luar biasa dalam konteks karya seni yang dibina dalam bingkai waktu yang sangat panjang, ternyata bisa menghasilkan uang bagi orang lain, tetapi tidak bagi Iwan Fals.

Iwan Fals bisa jadi berdiri di sisi yang tidak menguntungkan dari paradoks kemajuan teknologi, yang melahirkan Yotubedan turunanya. Termasuk, Iwan Fals sepertinya dirugikan oleh model shared economy, yang akhir-akhir ini sering menimbulkan keributan. Iwan Fals haruslah berbesar hati untuk setiap senandungnya yang digratisin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun