Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pentingnya Ahok Bagi Jokowi dan Janji-janji Kampanyenya

1 Maret 2017   22:16 Diperbarui: 1 Maret 2017   22:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: national.kompas.com

Ahok adalah kunci penting dalam upaya mewujudkan cita-cita pemerintahan Jokowi. Cita-cita yang diwujudkan dalam visi dan misi ketika masa kampanye dulu. Termasuk agenda prioritas Jokowi yang disebut sebagai Nawa Cita. Sembilan Cita ini berisi sembilan agenda prioritas Jokowi selama pemerintahannya. Janji-janji ini diudarakan pada masa kampanye di 2014 lalu.

Jokowi tentunya ingin agenda prioritas ini dilaksanakan oleh setiap aparat pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Seluruh program kerja kementerian dan pemerintah daerah harus diselaraskan dengan agenda prioritas di Nawa Cita ini.

Cita-cita mulia untuk mengembalikan kejayaan Indonesia. Upaya-upaya ini memerlukan kerja keras. Tantangan banyak. Sistem yang ditinggalkan pemerintah terdahulu harus dibenahi. Mentalitas penjaga birokrasi di semua lini harus dipermak. Governanceharus dibuat good. Tata kelola harus berbasis kinerja. Hasil-hasilan harus tuntas, tidak sekedar selesai. Setiap rupiah APBN dan APBD harus mewujud dalam pelayanan publik berkualitas.

Peran menteri dan para pejabatnya menjadi krusial sebagai operator yang menjabarkan norma, standar, prosedur dan kriteria bahkan panduan pembangunan. Pemerintah daerah harus mengerahkan semua sumber dayanya untuk memastikan tujuan Nawa Cita tercapai. Tidak lepas tentunya gubernur sebagai komandan di provinsi dan perwakilan pemerintah pusat di daerah.

Ahok tentunya turut dalam upaya pewujudan Nawa Cita Jokowi. Dalam prosesnya, Ahok telah melakukan cita yang digariskan Jokowi. Jika kita cermati, ada beberapa cita yang sudah diterapkan Ahok di Jakarta sesuai dengan kapasitasnya sebagai gubernur.

Di Cita kedua, Jokowi ingin pemerintah aktif dan hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Dalam kerangka ini, Ahok telah berhasil dalam menciptakan lingkungan birokrasi DKI yang bersih. Transparansi ditingkatkan. Sistem merit dan reward diperbaiki untuk memastikan yang terbaik muncul ke permukaan. Upaya keras para birokrat harus dikompensasi dengan remunerasi yang baik. Hasilnya, pelayanan publik membaik.

Pada Cita keempat, Jokowi secara tegas menginginkan negara yang kuat dengan melakukan reformasi sistem, dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Upaya-upaya ini juga telah diterapkan Ahok. Sistem yang terbuka dan terstruktur menjadi alat untuk menciptakan reformasi sistem. Modalitas sumber daya manusia Jakarta diberikan treatment yang tepat. Birokrat-birokrat yang terlibat dalam ‘permainan kotor’ disegerakan dipecat dan diperkarakan. Udar Pristono telah merasakan proses yang sedang berjalan di Jakarta ini. Ini tentunya mendukung upaya penciptaan pelayanan publik yang berkualitas.

Terkait Cita Kelima, Jokowi berbicara tentang manusia. Manusia yang berkualitas menuju daya saing bangsa. Pendekatan welfare state dalam konteks administrasi sosial di terapkan Ahok. Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, khususnya Jakarta, Ahok memperhatikan pendidikan masyarakatnya. Kesehatan juga menjadi prioritas. Ruang-ruang publik diciptakan untuk meningkatkan kohesi antar masyarakat yang tentunya berujung pada hilangnya kecurigaan. Masyarakat yang selama ini dibiarkan tinggal di hunian tidak manusiawi, dipindahkan ke rusunawa dengan kualitas yang baik. Upaya-upaya perbaikan tetap dilaksanakan.

Cita kedelapan, terkait dengan sikap dan perilaku birokrat. Jokowi ingin melakukan revolusi karakter bangsa, mewujud dalam gerakan revolusi mental. Mentalitas bangsa Indonesia memang sedang payah-payahnya.

Mentalitas instan dan tidak menghargai proses telah merusak sistem pembangunan yang berkeadilan. Untuk itu, Ahok benar-benar memastikan bahwa sumber daya di birokrasi Jakarta adalah yang cakap dan mampu di bidangnya. Seleksi terbuka dan promosi tak terjadwal dilakukan untuk memastikan unit-unit pelayanan di masyarakat dipimpin orang-orang yang berkompeten. Mentalitas birokrat diubah dari mentalitas priyayi menjadi pelayan. Karena mereka sejatinya adalah pelayan masyarakat.

Selanjutnya Cita kesembilan, memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Ini seutuhnya mewujud dalam diri Ahok. Keberadaan Ahok sebagai pemimpin di Jakarta menjadi pengejawanahan dari kebhinnekaan yang selalu menjadi karakteristik bangsa. Setiap manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu berhak menjadi motor pembangunan di manapun. Tidak ditentukan oleh suku, agama, ras dan golongan. Ahok menjadi ujian dari kebhinekaan bangsa Indonesia itu sendiri. Jika berhasil melewatinya dan Ahok tetap memimpin, ini menjadi catatan tersendiri atas tantangan yang dihadapi kebhinekaan di Indonesia.

Ahok dalam Nawa Cita Jokowi memiliki peran penting. Peran itu pun telah dimainkan dengan baik oleh Ahok. Menepati Cita dalam Nawa Cita Jokowi tentunya hal yang memperkuat citra Jokowi dalam memimpin Indonesia.

Posisi Jokowi di Konstestasi Pilkada Jakarta

Posisi Ahok yang sangat penting dalam mewujudnyatakan Nawa Cita Jokowi memercikkan hal lain. Posisi ini mendorong Jokowi untuk selalu berdiri di belakang Ahok. Pilihan harus dibuat. Banyak justifikasi yang bisa diciptakan. Sebagai seorang kader partai PDIP, tentunya Jokowi bisa memposisikan dirinya. Pilihan PDIP tentunya menjadi pilihannya juga.

Meskipun tidak secara implisit di awalnya, Jokowi akhirnya menunjukkan dukungannya. Memang tidak dengan kata-kata yang tegas. Sebelumnya Jokowi mengukur dulu, seperti apa kekuatan kelompok yang selalu berupaya ‘mendomplengnya’ dengan kasus Ahok. Pesan-pesan yang sebelumnya menghubungkannya dengan Ahok tentunya harus menjadi perhatian. Meskipun sebenarnya Jokowi menunjukkan dukungan ke Ahok secara terang benderang hanyalah soal waktu.

Ketika dua punggawa partai turun gunung, itu tandanya Jokowi harus turun juga. Cuma Jokowi masih menunggu saat yang tepat untuk bisa menunjukkan secara kasat mata dukungannya kepada Ahok.

Jika dirunut ke belakang, maka kemunculan dukungan Jokowi ke Ahok mewujudnyata setelah kekalahan pasangan nomor 1. Bisa jadi, ini menunjukkan kecurigaan yang selama ini muncul di masyarakat, akibat aksi dan reaksi yang terjadi, menemukan pembenarannya. Ketika kekalahan Agus disertai dengan berkurangnya dorongan ke arah Jokowi. Upaya mendorong supaya Jokowi tidak mendukung Ahok pun berkurang.  Meskipun sebenarnya, upaya itu tidak perlu, karena dipastikan Jokowi selalu berada di belakang Ahok.

Akhir-akhir ini kemunculan-kemunculan Jokowi dan Ahok kelihatan semakin intens. Ini dipastikan karena tumbuhnya kepercayaan diri tinggi pada Jokowi akan kemampuannya mengendalikan ‘kekuatan’ yang mencoba menggunakan cara-cara yang tidak elegan untuk memenangkan calonnya. Para penantang itu sadar, jika Jokowi menunjukkan secara nyata dukungannya, maka calon yang lain akan bertumbangan.

Suara-suara miring terkait kebersamaan Jokowi Ahok yang cukup sering, juga berlalu begitu saja. Karena pihak yang suka ribut itu, ya itu itu saja. Dengan mudah masyarakat mengabaikannya. Ucapan-ucapan mereka pun tidak mendapatkan sambutan. Lihatlah berbagai hak angket yang mau digerakkan. Rakyat tidak meresponnya. Perseteruan dengan anggota DPRD yang itu-itu saja pun tidak mendapatkan reaksi positif dari masyarakat.

Alih-alih memberikan dukungan kepada pengaju hak angket itu, masyarakat malah merayakan pertemuan Ahok dan Jokowi. Pasangan gubernur dan wakil gubernur 2012-2014 itu selalu menciptakan keriangan tersendiri ketika bersama. Kebersamaan menahkodai Jakarta pada 2012-2014 ternyata memberikan ingatan yang kuat bagi masing-masing. Langkah cita Ahok dan Jokowi selalu seiring sejalan.

Modal Jokowi Mendukung Ahok

Jokowi saat ini merupakan presiden yang sangat dicintai rakyatnya. Upaya-upaya tulus Jokowi membangun Indonesia dirasakan. Meskipun tantangan dan hambatannya sangat tinggi, di tengah sistem pemerintahan yang tidak jelas, Jokowi menunjukkan kemampuannya untuk membangun Indonesia. Bumi Papua yang selama ini tertinggal, mendapatkan perhatian. Jalan tembus Sorong ke Merauke menjadi catatan sejarah tersendiri. Upaya lain menyamakan harga bahan bakar dengan pendekatan pemerataan sosial dalam ranah administrasi sosial. Harga semen juga diupayakan.

Pembangunan di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan provinsi lainnya diupayakan di daerah-daerah yang belum terbangun. Jalan tol di Sumatera dibangun di daerah-daerah baru, bukan di Trans Sumatera yang sudah jadi. Alasannya menciptakan kota-kota baru yang berarti peluang-peluang baru.

Di samping itu, modal politik Jokowi juga mumpuni. Pasca berhasilnya Jokowi ‘memakzulkan’ Koalisi Merah Putih, presiden dapat lebih mudah melaksanakan Nawa Citanya. Dukungan partai pendukung yang mayoritas di DPR tentunya mempermudah Jokowi memuluskan cita-citanya itu.  Hal tersebut setidaknya terlihat ketika pemilihan Tito menjadi Kapolri. 

Meskipun ada kabar bahwa itu harus ditukar dengan persetujuan dana aspirasi yang berjumlah 25 T. Jokowi tentunya memberikan kepada DPR dengan catatan sistem monitoring yang ketat. KPK telah melakukannya. Sudah banyak anggota DPR yang tertangkap. Tentunya, hal ini akan memberi peringatan kepada anggota lainnya supaya tidak bermain-main dengan rakyat, dengan dana aspirasi itu.

Kombinasi modalitas politik di DPR dan dukungan rakyat yang kuat, ditambah kepercayaan dunia internasional, dipolarisasikan Jokowi untuk menjadi kekuatan untuk selalu mendukung Ahok. Seperti pemain Tai Chi, Jokowi sekarang memusatkan energinya untuk memastikan Ahok dapat kembali bertugas untuk mewujudkan Nawa Citanya.

Salah satu pukulan telaknya untuk para penentang Ahok yakni ketika Jokowi mengikutkan Ahok sebagai bagian penyambutan kenegaraan terhadap Raja Salman. Ini tidak sekedar sebuah sambutan. Ada pesan yang ingin disampaikan Jokowi tentang dukungannya kepada Ahok. Terlebih lagi, Jokowi lebih percaya bahwa proses yang ada dan terjadi belakangan ini lebih kepada proses politik.

Dengan demikian, proses politik itu harus dilakoni dengan cara-cara politik juga. Dalam senyapnya, Jokowi mengembangkan sayapnya mewujudkan jurus elang menyambar. Menyambar siapa saja yang menghalanginya untuk mendukung Ahok dalam proses mewujudkan Nawa Citanya. Sebabnya, Ahok memiliki segalanya untuk perwujudan Nawa Cita itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun