Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengelola Sampah, Mengelola Tunas Bangsa

1 Maret 2017   17:06 Diperbarui: 2 Maret 2017   12:00 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak kurang peraturan dan aturan yang ada sudah dibuat. Hari Peduli Sampah Nasional juga sudah dicanangkan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sudah ada. Turunannya, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga sudah tersedia. Peraturan Menteri juga sudah dibuat. Bahkan di Jakarta, Peraturan Pemerintah Daerah Tentang Membuang Sampah sembarangan sudah ada. Sanksinya juga sudah cukup keras. Setiap warga yang tertangkap tangan membuang sampah akan dikenakan denda Rp. 500.000 atau tahanan badan.

Upaya-upaya di atas tidak juga menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia dan Jakarta pada khususnya. Sampah masih mengisi saluran-saluran air. Ruang-ruang terbuka Jakarta juga masih dipenuhi sampah. Taman-taman juga tidak jarang menjadi tempat sampah. Orang-orang masih dengan mudah membuang sampah sembarangan. Itu ada di semua golongan. Coba perhatikan gerbang tol. Sampah potongan karcis akan dengan mudah ditemukan. Sampah yang berterbangan kesana-kemari. Termasuk juga puntung rokok yang banyak memproduksi kekotoran lingkungan.

Mengatasi persoalan sampah tidak bisa dengan pendekatan struktural saja. Pendekatan budaya harus dilakukan. Mengurangi produksi sampah, menjaga kebersihan lingkungan dan pada gilirannya pengelolaan sampah berkelanjutan, harus menjadi sebuah personality.Karakter bangsa yang harus dibangun sejak dini.

Kelola Tunas Bangsa

Sebuah restoran makanan cepat, melakukan kampanye kepada anak-anak kecil. Mereka mengeluarkan milyaran dolar untuk mengkreasi berbagai mainan yang berkaitan dengan promosi dan internalisasi nama restoran cepat saji tersebut kepada anak-anak yang masih sangat muda. Kisaran 3-5 tahun. Proses ini mencoba menanamkan dalam-dalam di benak anak-anak tersebut merek restoran itu. Bentuknya, warnanya dan lagunya.

Tujuannya adalah menciptakan sustainable consumer. Cara pandangnnya sederhana saja. Ketika pesan itu sudah tertanam di ingatan, itu akan bertahan lama. Anak-anak itu akan membawa pesan tersebut hingga mereka dewasa nanti. Dalam perjalanan hidupnya, seorang anak akan mempengaruhi orang tuanya, temannya, anggota keluarga, teman-teman dan nantinya keturunannya hingga cucunya.

Rata-rata usia hidup orang Indonesia sekitar 68,4 tahun untuk laki-laki dan wanita 72,7. Setidaknya menurut Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington, yang melakukan penelitian di tahun 2013. Maka setidaknya dalam tempo 63-65 tahun, iklan tersebut akan bertahan. Dengan biaya yang relatif rendah, iklan tersebut akan bertahan lama. Konsumen bahkan berlipat dengan asumsi satu anak dapat mempengaruhi beberapa orang lainnya.

Dengan alur pikir yang serupa, pengelolaan sampah dapat menggunakan pendekatan tersebut. Anak-anak seharusnya dapat dikelola menjadi agen-agen yang akan merubah pendekatan pengelolaan sampah yang berbasis pada pengurangan produksi sampah dan berkelanjutan.

Anak-anak diajarkan tentang makna kebersihan dan manfaatnya. Cara-caranya juga didiberitahukan dan dipraktekkan secara bersama-sama. Sekolah menjadi tumpuan harapan, karena kolektivitas akan membangkitkan semangat dan bersemainya shared-value. Anak-anak juga akan termotivasi lebih kuat, terlebih jika dilakukan dengan sistem kompetisi.

Penanaman nilai-nilai kebersihan, manfaatnya dan upaya-upayanya dari sejak usia dini, akan membentuk generasi yang menjaga kebersihan seumur hidupnya. Sama dengan ekspektasi iklan itu, seorang anak pastinya akan mempengaruhi orang-orang di sekelilingnya. Gerakan ini efektif jika dilakukan dengan proses kinestetis. Tidak hanya teori dan semboyan-semboyan yang terpampang di dinding. Proses yang dilakukan termasuk pemilahan sampah dan pelatihan tentang penerapan 3R. Proses-prosesnya boleh dalam bentuk permainan dan dilakukan secara terus menerus.

Di Jepang, sistem pendidikan dasarnya, pada masa tiga tahun pertama berbeda dengan Indonesia. Di negeri Sakura itu, tiga tahun pertama digunakan untuk membangun karakter anak didik. Salah satu yang diajarkan adalah kebersihan. Upayanya mencakup soal bertanggung-jawab dalam menjaga kebersihan sekolah. Pelibatan langsung dalam proses kebersihan sekolah dilakukan. Anak-anak didik menyapu, mengepel dan membersihkan debu. Itu dilakukan setiap hari dalam waktu tiga tahun itu. Tidak heran kemudian, negeri matahari terbit itu terkenal dengan kebersihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun