Lurah yang bertanggung-jawab atas kondisi wilayahnya memerintahkan 42 pasukan PPSU untuk mengawasi kondisi dan selanjutnya mengevakuasi penduduk yang terdampak ke lokasi aman. Setelah itu, pasukan ini membersihkan selokan-selokan dan aliran air dari sampah yang terbawa aliran air. Sampah berbentuk kayu, stereoform dan plastik. Sebagian masyarakat memang belum sadar akan makna kebersihan. Tetapi, dengan hadirnya pasukan PPSU ini, masyarakat merasa nyaman dan menyaksikan kehadiran pemerintah dan layanan publiknya.
Tidak mau kalah dengan pasukan PPSU, Gubernur Basuki dan Wakil Gubernur Djarot bergerilya ke lokasi-lokasi banjir terparah. Pasukan dan segala sumber daya dikerahkan termasuk mengerahkan mobile pump dan mobil pemadam untuk menyedot air serta membuangnya ke aliran sungai. Secara tegas dan langsung, Gubernur Basuki memberikan penjelasan kejadian banjir ketika ditanya awak media. Beliau mengatakan secara jujur bahwa penataan banjir masih 40%. Terkendala lahan. Masih ada lahan dalam sengketa yang berkepanjangan dan menghambat proses. Kepada penduduk yang terkena banjir, sang gubernur secara lugas mengatakan bahwa mereka harus direlokasi.
Dalam proses kunjungan ke lokasi banjir, Basuki berusaha tidak mempersulit petugas dengan ikut menumpang perahu karet untuk evakuasi masyarakat terdampak. “Lebih baik masyarakat saja yang menggunakan perahu”’ begitu ujarnya. Bisa jadi Ahok belajar dari cara Presiden Jokowi yang selalu mengurangi kerepotan pejabat dan masyarakat terdampak ketika mengunjungi daerah bencana seperti di Sinabung.
Baik Jokowi dan Basuki tidak ingin merepotkan para petugas dan pejabat yang cenderung lebih mengerahkan sumber daya untuk melayani pimpinannya daripada masyarakat yang memerlukan bantuan. Kejadian yang tidak elok terjadi ketika Presiden SBY mengunjungi Sinabung di tahun 2014. Rombongan presiden yang menginap semalam harus merepotkan para pihak untuk menyediakan akomodasi berupa tenda modern yang harganya mencapai 15 milyar rupiah dan perlengkapannya. Tenaga dan waktu petugas banyak tersita untuk mengurusi rombongan pejabat tinggi negara. Kejadian ini mendapat sorotan negatif dari berbagai pihak. Basuki tidak ingin kejadian seperti ini.
Lebih lanjut, ternyata penjelasan Basuki di atas diamini oleh masyarakat yang terdampak. Kini mereka ingin direlokasi ke tempat yang lebih aman, yakni rusunawa. Penjelesan yang jujur dan masuk akal merupakan hal yang selalu disampaikan oleh Basuki. Basuki tidak akan memberikan kata-kata manis yang hanya membuat masyarakat menjadi lebih menderita.
Jakarta masih akan mengalami banjir. Kejadian banjir berulang akan selalu terjadi apabila proses penataan sungai dan pembangunan sarana penanggulan banjir tidak tuntas. Sungai-sungai harus diperlebar, diperluas dan di perdalam serta dipelihara. Ini pun tidak cukup, sehingga harus dipasang sheet pile untuk menambah tinggi bantaran sungai. Proses ini memerlukan relokasi penduduk. Kerjasama dengan pemerintah pemilik daerah hulu sungai-sungai yang mengaliri Jakarta juga harus dijalin. Water Catchment Area di wilayah Bopunjur harus menjadi prioritas utama untuk dijaga dan dipertahankan.
Tetapi, setidaknya, keanehan-keanhean yang terjadi pada banjir kali ini dibandingkan banjir-banjir pada tahun-tahun sebelumnya menunjukkan upaya-upaya yang telah dikerjakan oleh pemerintah DKI dengan kepemimpinan Basuki dan Djarot. Upaya yang sungguh-sungguh. Upaya yang mencerminkan makna dari pelaksanaan konstitusi. Mengembalikan sebesar-besarnya kekayaan Jakarta untuk kemakmuran rakyatnya.
Dengan jujur, pemerintah DKI yang diwakili Basuki juga mengakui kekurangan-kekurangan yang masih harus di atasi. Cukup aneh sebenarnya pemimpin di negara ini mengakui kekurangannya.
Tetapi itulah Basuki dan Djarot, mereka bukan pemimpin yang bermulut manis dan menjatuhkan rakyatnya untuk lebih menderita. Seperti obat yang pahit, mereka memberikannya kepada masyarakat terdampak, untuk merasakan kepahitan sejenak tetapi sembuh kemudian. Merasakan kerepotan sedikit, tetapi hidup lebih baik nantinya.
Begitulah banjir Jakarta kali ini. Begitu jugalah Basuki dan Djarot. Aneh, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H