Hilangnya korupsi di birokrasi dan turunannya, tentunya membuat penikmatnya tidak tinggal diam. “Sudah enak-enak, kok malah diganggu”, ujar para penikmat ini sambil bisik-bisik. Mereka kemudian bergerak melakukan berbagai cara untuk menjegal kedua pemimpin ini. Isu-isu diteriakkan ke udara agak bisa mendiskreditkan kedua pemimpin, yang sedang berjuang keras untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakatnya. Pemimpin yang membangun negerinya demi kejayaan bangsanya. Menghilangkan korupsi dari semua lini birokrasi dan politiknya ini adalah pekerjaan besar luar biasa. Betapa beratnya beban di pundak keduanya.
Hasilnya sudah bisa dilihat. Pembangunan dapat berjalan bahkan dengan kualitas yang luar biasa. Siapa dulu bisa membayangkan akan ada sistem transportasi yang nyaman di ibukotanya. Tidak banyak yang berfikir soal adanya tol laut. Ngerti juga tidak, tetapi ikutan protes. Banyak loh yang seperti ini.
Jadi, nalar yang mengatakan bahwa korupsi adalah pelumas pembangunan sama bobroknya dengan hasil-hasil pembangunan yang dikorupsi. Nalar yang tidak bisa melihat dengan jernih bahwa korupsi adalah penyakit dalam pembangunan, bahkan sebuah kejahatan luar biasa. Kejahatan yang mengakibatkan rusaknya kemanusiaan itu sendiri.
Nalar yang mengamini korupsi dapat memperlancar pembangunan adalah nalar yang sebenar-benarnya tiarap. Jika ada orang yang mengatakan sedemikian tentang korupsi, maka perlu dipastikan apakah daya nalarnya masih ada atau sudah usang.
Dan sialnya, Fadel Udjan saat ini mendukung salah satu calon gubernur untuk ibuka negaranya. Bisa dibayangkan, jika calonnya menang, akankah pembangunan berkualitas, dengan daya nalar tentang korupsi yang sedemikan parah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H