Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa
Korupsi bukan pelumas pembangunan. Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Itulah nalar normalnya. Tidak kurang dalam Undang-Undang pemberantasan korupsi di negara Fadel Udjan juga disebutkan demikian. Kejahatan merusak pembangunan. Kejahatan pencurian uang rakyat mengurangi kualitas pembangunan. Pencurian uang rakyat adalah kejahatan luar biasa.
Tidak kurang badan persekutuan bangsa-bangsa dimana negara Fadel Udjan juga masuk sebagai anggota mengeluarkan suatu resolusi tetang korupsi dan pencurian uang rakyat, United Nations Convention Against Corruptionyang terbaru dikeluarkan di Vienna pada tahun 2004. Dokumen yang berjumlah 65 halaman ini mendefinisikan korupsi sebagai berikut.
Corruption is an insidious plague that has a wide range of corrosive effects on societies. It undermines democracy and the rule of law, leads to violations of human rights, distorts markets, erodes the quality of life and allows organized crime, terrorism and other threats to human security to flourish.
Pada intinya korupsi itu jelek banget. Sifatnya seperti karat yang merusak kehidupan masyarakat, demokrasi, aturan dan perundang-undangan, berujung pada pelanggaran hak azasi manusia, merusak pasar, merusak kualitas kehidupan, menyuburkan kejahatan terorganisasi, terorisme dan ancaman-ancaman lainnya yang menghambat keselamatan umat manusia. Ngeri, kan! Makanya badan ini mengutuk tindakan korupsi.
Bahkan persekutuan bangsa-bangsa ini bekerja sama dengan Bank Sejagat berinisiatif memunculkan program yang namanya STAR, yakni Stolen Asset Recovery. Inisiatif mendorong upaya-upaya pengembalian uang negara yang dicuri oleh bekas pemimpinnya. Pelipina, tetangga negaranya Fadel Udjan berhasil mengembalikan uang yang dicuri mantan presiden negara itu dengan dukungan STAR. Memang perjalanannya panjang, dari tahun 1986 hingga 2004. Harta yang berhasil dikembalikan, menurut laman STAR, USD 683.000.000. Hitung aja sendiri berapa jumlahnya jika itu dibelikan nasi bungkus untuk aksi-aksi di musim hujan seperti ini. Bisa berjilid-jilid.
Pemikiran korupsi sebagai pelumas pembanguan ini ternyata diamini juga oleh banyak pejabat di negaranya Fadel Udjan. Tidak kurang pejabat mulai dari tingkat bawah hingga menteri ditangkap karena ketahuan mencuri uang rakyat.
Ada yang menghasilkan sarana olah raga mangkrak yang bisa menjadi sumber inspirasi para fotografer, karena cocok menjadi latar belakang foto vintage. Ada juga atap gedung sekolah yang ambruk, karena mur dan baut di kuda-kuda baja ringannya dilupakan dipasang. Cerita lain soal jualan jabatan di sebuah kabupaten dengan harga yang sudah tertera mirip di pasar modern. Hingga para punggawa hukum tertinggi pun menjual pasal-pasal untuk mendapatkan keuntungan materi dan turunannya, wanita dan tahta. Masih banyak lagi jika mau dijajarkan.
Jadi, bisa dimengerti mengapa transjakarte sebelum gubernur Bete P tampak seperti odong-odong. Bus yang sudah mau ambruk pun masih dipaksakan. Tapi ini masih kecil. Lihatlah kasus 34 proyek pembangkit listrik yang tetap gelap gulita. Masyarakat tidak menikmati listrik bertahun-tahun. Pahamkan kalau kemudian pentura selalu menjadi program tahunan abadi. Sekarang bisa dimaklumi kenapa pendidikan di negaranya Fadel Udjan tidak maju-maju yang berujung pada rendahnya daya saing. Semua penyebabnya korupsi.
Lalu Daya Nalarnya Kemana?
Apa yang dilakukan seorang gubernur Bete P dan Pak Presiden di negara Fadel Udjan adalah antitesis dari pemahaman si tokoh ini. Kedua pemimpin itu melakukan program pembangunan dengan hasil yang mencengangkan hanya dengan menghilangkan kesempatan orang-orang untuk mencari keuntungan dengan mencuri uang rakyat. Menghilangkan korupsi dari tubuh birokrasinya. Menghilangkan peluang dan kesempatan untuk mencuri uang hasil keringat rakyat.