Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ahok Memanusiakan Jakarta Lewat RPTRA

8 Februari 2017   15:18 Diperbarui: 8 Februari 2017   15:33 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: print.kompas.com

Ruang Terbuka Publik menjadi isu yang menggema di perkotaan saat ini. Ruang terbuka publik ini diperlukan untuk menjadi semacam oase bagi masyarakatnya untuk sejenak terlepas dari kerumitan yang dialami setiap hari. Kerumitan karena pekerjaan dan permasalahan hidup lainnya dan juga karena permasalahan sosial yang dialami masyarakat perkotaan.

Permasalahan yang dialami suatu kota berkontribusi pada tingkat layak huni dari kota tersebut. Umumnya kota-kota besar dunia yang ada saat ini sudah mengalami pertumbuhan yang luar biasa, dengan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi karena konsentrasi pembangunan. Urbanisasi yang tinggi menghadirkan permasalahan terkait lahan untuk tempat tinggal, transportasi, penyediaan air bersih, masalah lingkungan, masalah sosial, polusi bahkan bencana banjir karena tingginya daerah terbangun serta pengambilan alihan secara liar lahan-lahan di aliran sungai.

Permasalahan di atas menjadi perhatian para pemerhati perkotaan. Pertumbuhan yang tidak terkontrol mengakibatkan berkurangnya ruang-ruang publik yang sangat diperlukan masyarakat kota dalam kehidupannya. Di kota-kota besar di banyak negara, kebutuhan ruang terbuka ini menjadi prioritas utama.

Bahkan di Korea Selatan, dalam upaya menambah ruang terbuka publik bagi masyarakat Kota Seoul, beberapa infrastruktur yang masih berfungsi dialihfungsikan menjadi ruang terbuka publik. Rel kereta api layang bahkan dihilangkan untuk memberi ruang bagi ruang publik ini.

Salah satunya yang sangat terkenal adalah Cheong-gye Stream Restoration Project.Ini merupakan proyek yang mengubah jalan tol layang menjadi landskap perkotaaan yang menarik. Projek ini yang terletak di tengah Kota Seoul mengubah jalan tol layang menjadi aliran sungai buatan dengan sumber air yang dipompa dari sungai lain untuk menciptakan hulunya yang terletak di antara bangunan-bangunan tinggi.

Proyek ini berupaya untuk mengembalikan alam, meningkatkan daya tahan kota terhadap banjir karena berfungsi sebagai flood control, meningkatkan nilai wilayah, mendorong pemakaian transportasi publik dan meningkatkan parawisata. Di bagian lain Kota Seoul juga pemerintah giat membuka taman dan ruang-ruang publik untuk lebih meningkatkan kohesi sosial masyarakat dan juga menurunkan ketegangan akibat tingkat produktivitas yang tinggi.

Di Vietnam, taman-taman kota sangat banyak. Kombinasi taman dan waduk atau situ memberikan banyak sekali ruang terbuka publik di Kota Hanoi, terutama di bagian Old Quarter yang merupakan bagian kota tua Hanoi. Ruang terbuka ini dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai aktivitias. Olah raga mulai dari badminton, skateboarding, takraw, bermain musik, ngobrol dan membaca. Situ yang dikelilingi taman itu juga tampak sangat bersih. Masyarakatnya kelihatan santai dan tidak rusuh. Bahkan kendaraan di jalanan pun jarang yang kelihatan terburu-buru. Kota menjadi nyaman untuk ditinggali.

Manfaat Ruang Terbuka Publik

Kota-kota besar di dunia saat ini mengarah pada pembangunan ruang terbuka publik seluas-luasnya. Pembangunan fisik yang dilakukan dulu ternyata menimbulkan persoalan baru, lahirnya tekanan kepada masyarakat perkotaan pada umumnya. Kohesi masyarakat dirasakan semakin tipis. Tekanan pertumbuhan kota mengakibatkan masyarakat perkotaan mengalami berbagai masalah yang berkontribusi negatif bagi pembangunan.

Pada tahapan selanjutnya tanpa ruang terbuka publik yang merupakan bagian dari penataan kota, kota akan dipastikan mengalami kontraksi ruang yang sangat kuat yang berakibat pada kota yang buruk dan tidak nyawan untuk ditinggal (livable). Seperti disampaikan oleh Direktur UN-Habitat pada Konferensi Habitat III di Quito Equador pada 17-20 Oktober 2016.

Kurangnya ruang terbuka publik perkotaan, seperti ruang terbuka, taman, bangunan publik akan menyumbang pada rendahnya tingkat kelayakan huni sebuah kota yang padat penduduknya serta polusi yang tinggi.

Konferensi ini lebih lanjut mengajak pelaku pembangunan perkotaan untuk menciptakan ruang publik yang hijau, dapat diakses setiap orang terutama wanita, anak-anak, orang tua dan orang-orang berkebutuhan khusus.

Keberadaan ruang publik ini akan meningkatkan ikatan sosial termasuk pergaulan sosial, partisipasi masyarakat, rekreasi, keamanan, rasa memiliki, dan pada akhirnya bisa berkontribusi pada kesejahteraan kota. Ruang Terbuka Publik yang ditata dengan baik dan dikelola secara profesional juga menyumbang pada keberlanjutan lingkungan, efisiensi transportasi publik, peningkatan kesehatan publik, dan tentunya diperuntukkan untuk semua golongan masyarakat termasuk yang berkebutuhan khusus.

Ruang terbuka publik menjadi sarana memanusiakan sebuah kota. Interaksi yang tinggi masyarakat dalam suasana terbuka akan menjamin terjadinya kohesi sosial yang tinggi. Pada tataran berikutnya, kohesi sosial yang tinggi ini akan berkontribusi kepada terciptanya kota yang lebih manusiawi. Masyarakat bisa melepaskan keresahan di ruang-ruang terbuka publik. Bermain dan berolahraga dengan nyaman. Pada gilirannya akan tercipta rasa aman dan saling menghargai dan hubungan antar anggota masyarakat yang lebih manusiawi.

Yang Sudah Terbangun dan Terus Dirawat

Upaya-upaya menciptakan kota yang lebih manusiawi sudah mulai dijalankan di Jakarta. Pemerintah Provinsi Jakarta saat ini sedang bekerja keras untuk menciptakan lebih banyak ruang publik terbuka yang diselaraskan dengan cita-cita mencapai tingkat ruang terbuka hijau 30%, seperti diamanatkan Undang-Undang.

Perwujudan dari pembukaan ruang terbuka publik yang diselaraskan dengan amanat Undang-Undang No. 26 tahun 2007 di Jakarta berupa pembangunan Ruang Publik Terpadu Hijau Ramah Anak (RPTRA). RPTRA ini mengkombinasikan fungsi-fungsi ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Kebutuhan RTH ini perlu baik secara substansial maupun secara legal. Saat ini di Jakarta RTH hanya 9,8 persen dari 30 persen yang diamanatkan oleh Undang-Undang.

Sampai saat ini pembangunan Ruang Terpada Publik Ramah Anak telah mencapai 188 buah di berbagai lokasi di Jakarta. Dari jumlah yang dibangun tersebut, 71 RPTRA telah diresmikan. Untuk memberikan jiwa kepada RPTRA tersebut, maka pihak Pemda DKI Jakarta membangun berbagai fasilitas pendukung disamping tanaman dan taman.

Salah satu yang saat ini mendapat perhatian luas adalah RPTRA Kalijodo. Kawasan yang dulu terkenal dengan prostitusinya berhasil diubah Ahok menjadi ruang terbuka publik hanya dalam 5 bulan. Kawasan RPTRA ini, yang luasnya mencapai 1,5 hektar, memiliki berbagai fasilitas termasuk untuk jogging, skatepark, taman, dan bangunan publik. Meskipun ini belum selesai tetapi masyarakat sudah menikmatinya. Diharapkan akhir 2017 RPTRA Kalijodo ini dapat diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta dan dipelihara dengan menggunakan APBD dan dimanfaatkan masyarakat secara penuh.

Ruang-ruang publik ini menjadi semacam oase yang menyejukkan bagi masyarakat Jakarta. Kohesi sosial masyarakat diharapkan lebih baik dengan interaksi di ruang terbuka publik ini. Masyarakat dapat sejenak melepaskan kepenatan dan kesumpekan di rumitnya permasalahan hidup di ruang-ruang publik. Ada ruang untuk penyaluran emosi negatif yang muncul dari stresslingkungan perkotaan.

Pemerintah DKI masih ingin menambah lebih banyak lagi ruang terbuka publik, sekaligus mengupayakan tercapainya 30% ruang terbuka hijau. Dengan peraturan yang ditegakkan dan pemanfaatan dana APBD yang jelas dan fokus, diharapkan cita-cita ini tercapai. Pemanfaatan sumber-sumber pendanaan lain yang dimungkinkan peraturan diupayakan. Seperti RPTRA Kalijodo, pendanaannya didapatkan dari kompensasi perluasan koefisian bangunan.

Tantangan masih banyak, terutama karena lahan-lahan yang telah dikuasai pihak swasta. Proses pengambilalihan dengan cara membeli sangat ditentukan kemampuan finansial Pemda DKI. Belum lagi masyarakat yang belum sadar akan kebersihan dan perawatan fasilitas publik seperti RPTRA ini. Tetapi, mimpi ini masih akan terus dilanjutkan dan diupayakan dicapai. Tentunya untuk Jakarta yang lebih baik dan manusiawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun