Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cicero: Ikan Membusuk Mulai dari Kepalanya

30 Januari 2017   19:08 Diperbarui: 30 Januari 2017   19:16 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ikan membusuk mulai dari kepala” ujarnya.

Ucapan itu milik Cicero. Nama lengkapnya Marcus Tullius Cicero. Seorang orator ulung, negarawan, filsuf, ahli politik dan hukum. Dia hidup di Roma di jaman Romawi pada tahun 106-43 SM. Sebenarnya, ucapan itu adalah pepatah lama para pedagang di pasar ikan Marcellum di Roma. Ikan membusuk sampai ekor dan dimulai dari kepalanya.

Ucapan itu diulangi Cicero di depan para senator dan rakyat yang sedang berkumpul di sebuah gedung pertemuan umum. Ditenggarai, Cicero menyampaikannya di depan rakyat karena sedang membicarakan perilaku korupsi yang dilakukan para petinggi di Roma pada waktu itu. “Untuk menghindari membusuknya seluruh tubuh ikan itu, maka kepalanya harus dipotong” ujarnya lagi. “Kebusukan itu dimulai dari puncak. Kebusukan itu dimulai dari pemimpin-pemimpin. Begitulah dia berteriak.

Korupsi menjalar dan mengalir di lingkungan elitnya. Lingkungan yang memegang kekuasaan dan kekuatan itu menikmati segala hak istimewa yang melekat dan melacurkannya. Kenikmatan yang tidak ingin diakhiri. Kenikmatan yang akan dilanjutkan dengan segala cara. Jadilah kemudian, korupsi dilakukan untuk mempertahankannya. Uang rakyat dihabiskan hanya untuk memuaskan keinginan duniawi. Kenikmatan yang memabukkan dan membutakan mata. Membutakan mata untuk melihat nasib rakyatnya yang tidak beruntung. Kekuasaan disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan.

Ucapan di atas abadi. Ucapan itu seabadi tindakan korupsi. Ucapan itu menemukan tempatnya di zaman sekarang. Lebih dari 2000 tahun kemudian. Setidaknya di Indonesia pada saat ini.

Pembusukan akan terus terjadi di bagian kepala itu. Pembusukan yang mengakibatkan rusaknya pembangunan bangsa dan nasib manusia Indonesia yang kurang beruntung. Lihatlah, masih banyak yang masih tinggal di pinggiran sungai. Gubuk yang reyot dan berlubang. Di bawah jembatan-jembatan mereka membalut diri dengan rombeng. Dan para pemimpin itu tidak perduli dengan mereka. Para pemimpin itu ingin memuaskan dahaganya akan kenikmatan duniawi. Pemimpin itu tertangkap basah melakukan korupsi, diremang-remang sebuah kawasan dalam menyalurkan hasrat terpurbanya. Mungkin, hadiah dari rekan korupsinya.

Kenyataannya di Indonesia

Gambaran di Indonesia merefleksikan ucapan di atas. Sepertinya laku korupsi ini menjadi tabiat yang tidak bisa dihentikan. Praktek korupsi terjadi dimana-mana di Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah. KPK telah menangkap pejabat di berbagai tingkatan. Menteri, Bupati, Gubernur, Anggota DPR, DPRD, Bupati/Walikota. Kasus Tindak Pidana Korupsi ini didominasi oleh Kementerian Lembaga sebanyak 239 kasus. Peringkat kedua di Pemerintah Kabupaten/Kota sebanyak 122. Menurut KPK. Lihatlah, para kepala itu membusuk.

Metode dengan ijon proyek merupakan yang paling banyak digunakan. Ini biasanya untuk proyek-proyek APBN dan APBD. Cara lain bisa menggunakan mark up atau penggelembungan nilai proyek. Belum lagi pengaturan tata niaga perdagangan dengan menitipkan sekian rupiah per kilogram dagangannya. Di lingkungan pejabat pemerintah juga terjadi jualan pengaruh. Dengan pengaruhnya maka proyek-proyek dapat ditetapkan pemenangnya secara saksama.

Jualan jabatan juga dipraktekkan para penguasa. KPK baru bulan lalu menangkap Bupati Klaten yang menjajakan posisi jabatan di wilayah kekuasaan layaknya dagangan komoditi. Sudah barang tentu, yang membeli dangangan itu akan ‘menjualnya’ kembali. Keringlah APBD-nya di kuras. Praktek ini ditenggarai hanya puncak gunung es.

Tidak kurang, di wilayah yudikatif juga terjadi transaksi busuk ini. Mulai dari pendaftaran perkara hingga salinan putusan dapat menghasilkan fulus. Setiap rangkaian dari proses pengadilan ada nilainya. Nilai yang bisa diatur sesuai dengan berat ringannya perkara. Demikian kata berita.

Di lingkungan eksekutif juga tidak mau kalah. Mulai dari menteri juga menyelipkan uang rakyat melalui rekening-rekening orang-orang dekatnya. Ada Andi Malarangeng, terdampak pembangunan proyek raksasa tempat pembinaan atlit Indonesia. Ada Surya Dharma Ali, melakukan tindakan korupsi penyelenggaraan haji. Ada lagi Jero Wacik, menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi.

Di lingkungan yang paling disiplin pun ternyata terjadi juga. Kasus terakhir di TNI adalah adanya korupsi 12 juta dolar terkait pembelian alat utama sistem pertahanan negara. Di lingkungan kepolisian ada perkara besar terkait mesin simulasi pembuatan Surat Ijin Mengemudi. Di Bakamla ada perkara terkait alat sistem pemantauan kapal yang menjaga laut Indonesia dan isinya dari penjarahan.

Kemanapun kita menatap, ke seluruh penjuru angin, aroma korupsi meruap ke angkasa. Tinggal menunggu waktunya untuk mengalami nasib sial atau ujian. Benar. Bagi pelaku korupsi yang tertangkap, itu adalah ujian. Mungkin ujian untuk korupsi berikutnya. Karena korupsi kali ini ketahuan. Sehingga harus dipertajam lagi lagi teknik dan metodenya. Ujian yang harus benar-benar dimanfaatkan.

Kejahatan Luar Biasa

Jika asumsi yang selama ini masih berlaku, bahwa 30% uang negara bocor alias dikorupsi, kira-kira berapa nilainya? Dengan menggunakan realisasi APBN 2016 sebesar Rp. 1.859,5 trilyun, maka nilai yang dikorupsi adalah sekitar Rp. 557 trilyun rupiah. Jika ini masih terlalu besar, mari kita gunakan angka 20%. Maka nilainya adalah Rp. 371 trilyun. Jika ini masih terlalu besar juga, maka kita pakai angka 10% kebocoran. Maka nilainya adalah Rp. 185 trilyun rupiah.

Ini jauh di atas anggaran APBN Kementerian Pertahanan yang berkisar di Rp. 108 trilyun untuk 2016, sebagai kementerian dengan anggaran terbesar. Jika dua anggaran teratas digabungkan yakni Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pekerjaan Umum, maka hanya sedikit lebih besar dari kebocoran 10%. Dengan dana sebesar itu, jika bocornya mencapai 30%, maka hilanglah 2,8 juta lebih rumah murah perumnas bagi masyarakat dengan pendapatan rendah. Dengan dana sebesar itu, hilanglah kesempatan untuk merehabilitasi ruang kelas rusak sejumlah hampir 2 juta. Lalu, anak-anak didik kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Daya saing negara ini akan mengalami kemerosotan.

Betapa besarnya kerugian yang diakibatkan korupsi. Dampak lanjutannya adalah mengerikan. Pembangunan yang dirancang akan tertunda. Kualitas pembangunan akan sangat buruk. Pelayanan publik pasti akan sangat rendah. Jalan-jalan pasti akan banyak yang rusak dan berlubang. Mungkin busung lapar akan bermunculan. Rumah-rumah murah tidak akan terwujud. Kejahatannya luar biasa.

Pertanyaannya, akankah ucapan Cicero ini harus diwujudkan? Akankah satu generasi harus kita bumi hanguskan demi hilangnya korupsi di Indonesia? Akan kah kita biarkan bangsa ini membusuk hingga kemudian hancur karena kepala-kepala rakus yang tidak bernurani?

Bangsa ini harus dibebaskan dari kepala-kepala busuk ini. Terlalu banyak kepala busuk yang berkeliaran di negara ini. Kita hanya bisa berharap, kita bisa menyiapkan pisau yang cukup tajam untuk memenggal kepala busuk ikan itu. Hingga nantinya kita masih bisa menikmati daging lembut hingga ke ekornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun