Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasih Sayang Monyet, Salah Kaprah Orangtua Masa Kini

25 Januari 2017   16:30 Diperbarui: 25 Januari 2017   16:36 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu sekali, ketika masih kanak-kanak, mamak kami selalu menceritakan suatu kisah tentang sepotong kehidupan binatang, ketika ingin menjelaskan mengapa dia begitu tegas dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Bagi kami dengan pikiran anak-anak, didikan berupa disiplin, ketegasan dan hukuman yang diberikan cenderung kejam.

Mengapa mamak kami selalu memaksa menghabiskan makanan yang tersisa dipiring? Mengapa harus belajar setiap malam jam 07.00-09.00 malam? Mengapa mengharuskan menonton siaran Dunia Dalam Berita setiap jam 09.00 malam? Mengapa mengharuskan makan di rumah dan tidak jajan? Mengapa bapak kami harus membangunkan anaknya di tengah tidur nyeyaknya dan menyuruhnya membersihkan rumput di halaman dalam gelap malam, karena siangnya lupa melakukannya sebab asyik bermain?

Permintaan tidak akan selalu diberikan. Bahkan sangat jarang mamak kami memenuhi permintaan anaknya. Kalau dipikir-pikir kembali, permintaan itu memang sering tidak penting. Permintaan akan sesuatu karena teman memilikinya. Tidak ada kemanjaan yang diterapkan. Semua anak-anak mamakku dianggap sama. Kecengengan bukanlah sesuatu yang harus diladeni. Menangis dan merajuk bukan merupakan sebuah senjata. Jika merajuk atau menangis karena meminta sesuatu, maka sang anak akan dibiarkan menangis dan merajuk hingga anaknya capek atau tertidur.

Masih banyak ketegasan dan disiplin yang dilakukan mamakkudan bapakku untuk memastikan bahwa anak-anaknya tidak melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat dan merusak nilai dan norma yang berlaku pada masa itu. Soal menghargai makanan, soal sopan ke orang yang lebih tua, soal disiplin belajar, soal patuh pada orang tua, soal mengerjakan tugas yang diberikan, soal belajar setiap malam dan soal-soal lainnya. Terlebih lagi anaknya banyak.

Cerita itu selalu tentang seekor monyet dan seekor ikan. Dikisahkan di sebuah hutan yang lebat mengalir sungai bening dengan banyak ikan di dalamnya. Seekor ikan, mungkin karena banjir, terdampar di semak-semak di tepi sungai, dekat sebatang pohon. Ikan itu menggelepar. Mungkin berusaha untuk kembali masuk ke aliran sungai. Sayang sekali semak-semak tebal dan lumpur yang cukup lekat menyebabkan sang ikan tidak bisa masuk ke sungai. 

Dari atas pohon, seekor monyet melihat kejadian itu. Sang monyet kemudian turun dari pohon dan mengambil ikan itu dan membawanya ke atas pohon. Monyet merasa kasihan. Dengan erat dia genggam ikan itu agar bisa dibawa ke atas. Monyetnya menjaga ikan dan tidak menyakitinya. Akhirnya ikan itu mati. Tentunya, karena rasa sayang monyet yang salah. Kisah monyet dan ikan itu oleh mamakku diberi judul kasih sayang monyet.

Seandainya monyet melemparkan ikan itu ke sungai dengan sekuat tenaga, hidup sang ikan akan berlanjut. Ikan itu hanya akan merasa kesakitan sebentar. Tetapi, ikan itu akan selamat dan bisa hidup lebih lama serta menghabiskan waktu dengan sanak-saudaranya.

Begitulah kisah itu selalu disampaikan mamakku dalam berbagai kesempatan ketika sebuah kesalahan terjadi dan mendapatkan sanksi. Nilai dari cerita itu adalah ketika mamakku melakukan hukuman, semata-mata karena mamakku sayang sama anaknya. Ketika bapakku memaksa belajar setiap malam, karena bapakku sayang sama anaknya. Tidak ingin anaknya tidak disiplin. Anaknya harus memahami nilai-nilai dan norma yang baik. Tidak ingin anaknya memiliki masa depan yang buruk. Dan untuk itulah, sang anak dibangunkan di tengah malam itu dan membersihkan halaman di gelapnya malam. Karena bapakku sayang.

Orangtua Memanjakan Anak

Penerapan dari kasih sayang monyet ini dapat ditemui dengan mudah di masyarakat kita sekarang ini. Banyak berita-berita di media yang menceritakan praktek-praktek model kasih sayang yang salah ini.

Akhir-akhir ini sering muncul berita anak-anak yang masih belum cukup umur mengendarai motor. Mereka hanya tahu cara mengendarai motor, tetapi rendah pemahamannya akan peraturan di jalan raya. Hasilnya, korban tewas anak-anak ini berjatuhan. Kecenderungan ini sangat mengkhawatirkan. Sehingga muncul sebuah petisi di change.org dengan judul Penjarakan Orang Tua Yang Ijinkan Anak Kendarai Motor.

Jika ditelisik, kemungkinan ini terjadi karena orang tua mengijinkan anaknya untuk mengendarai motor. Bukan mencuri-curi memakai motor bapak. Bisa jadi tekanan dari sesama rekan anaknya menjadi pendorong untuk membelikan sepeda motor. Rasa sayang yang tidak ingin anaknya kalah dengan anak orang lain, mengakibatkan anaknya mengalami kecelakaan. Tidak jarang permintaan anaknya tidak dapat ditolak oleh rasa sayang yang luar biasa. Rasa sayang yang memang kadang menghilangkan rasionalitas orang tua. Orang tuanya pasti menyadari bahaya ketidakpahaman anaknya tentang aturan lalu lintas, akan tetapi rasionalitas itu dikalahkan rasa sayangnya. Korban-korban masih akan terjadi, sepertinya.

Gejala lain di masyarakat adalah anak-anak sekarang yang sangat lekat dengan gadget dan smartphone. Tidak aneh melihat pemandangan anak-anak berumur sangat muda sudah sangat paham cara mengoperasikan sebuah smartphone. Gambar hidup yang muncul memberikan rangsangan menyenangkan bagi anak. Permainan yang lucu-lucu dan warna-warna yang hidup membuat anak asyik dan tidak mengganggu orang tua beraktivitas, yakni bermain handphonejuga.

Keasyikan bermain dengan gadget, smartphone, atau permainan semacam play station tidaklah baik. Interaksi ini hanya satu arah dan tidak melibatkan fisik. Anak-anak seharusnya bergerak dan berinteraksi dengan temannya. Bermain dengan teman akan menggerakkan fisik anak dan berinteraksi. Interaksi sosial terjadi jika bermain dengan teman sebaya. Sementara jika bermain sendiri, bisa mengakibatkan kegemukan, anak tidak memahami nilai-nilai sosial di luar rumah. Bisa juga mengakibatkan autisme jika berlangsung cukup lama. Paparan cahaya yang terang bisa berdampak pada kerusakan mata.

Sebuah riset yang digagas oleh grup non-profit, Common Sense Media, dari Kanada meneliti 105 pra-remaja untuk mempelajari gaya hidup dalam keseharian. Anak-anak yang selalu menggunakan gawai dan sejenisnya cenderung lebih susah untuk berinteraksi dengan anak-anak lainya. Tingkat sosialisai anak-anak pemakai gawai itu juga rendah.

Pemenuhan hasrat anak untuk memiliki gawai kemungkinannya karena juga didorong keinginan orang tua bahwa anaknya tidak ketinggalan dari anak lainnya. Keinginan untuk memberikan anak gawai juga sepertinya menunjukkan rasa sayang orang tua kepada anaknya. Padahal, anak-anak harus dibatasi dalam menggunakan gawai tersebut dan tidak diperkenalkan pada usia anak yang masih sangat muda.

Anak Mengatur Orang Tua

Dampak penerapan kasih sayang monyet ini sangat buruk. Saat ini sangat banyak orang tua yang merasa tidak berdaya menghadapi anaknya. Terlebih lagi anak cuma satu atau dua saja. Bisa jadi karena orang tua yang sangat sibuk. Sebagai kompensasi rasa bersalah yang besar, semua permintaan anak akan dipenuhi. Kasih sayang yang muncul ditambah dorongan rasa bersalah tadi mengakibatkan lemahnya orang tua dalam bernegosiasi dengan anak.

Pemenuhan permintaan anak ini juga bagi sebagian orang tua adalah sebagai penyelesaian cepat atas ‘konflik’ dengan anak. Ketika anak sudah mulai menangis dan berteriak di mall karena permintaan yang awalnya ditolak, orang tua dengan segera memenuhinya supaya tidak malu.

Orang tua benar-benar menjadi tunduk kepada anak. Anak dengan gampang mengabaikan perintah orang tua. Padahal dulu, bapak kami dengan lirikan mata saja dapat menenangkan anak-anaknya yang banyak itu. Satu nada tinggi, bisa menghentikan bibit pemberontakan anak-ananknya.

Hal buruk selanjutnya, anak-anak tidak memiliki daya tahan dalam bersosialiasi dengan masyarakat yang lebih luas. Si anak tidak terbiasa dengan sebuah penolakan, sementara dalam dunia permainan anak persaingan adalah sebuah keniscayaan. Penolakan akan terjadi. Anak menjadi gampang marah ketika permintaanya tidak dipenuhi. Si anak tidak memiliki pemahaman akan kenyataan bahwa tidak semua permintaan dapat dipenuhi.

Kebiasaan orang tua ini juga diperburuk dengan adanya berita-berita yang sangat menyeramkan. Diberitakan oleh media massa, ada anak yang bunuh diri karena orang tua tidak membelikan motor. Ada lagi berita dimana anak bunuh diri karena handphone-nya disita.

Lengkaplah sudah ada orang tua secara sempurna menerapkan kasih sayang monyet ini. Faktor-faktor internal dan eksternal menjadi pendorong utamanya. Hasil akhirnya, anak-anak menjadi korban. Orang tua juga menjadi korban.

Seandainya orang tua lebih tegas, seperti seharusnya monyet itu melemparkan ikan ke sungai, maka anak hanya akan merasakan ‘kesakitannya’ sebentar. Akan tetapi, kelak anak akan mampu bertahan di dunia yang tidak ramah ini. Tetapi bisa jadi banyak faktor yang bisa diajukan untuk tidak menerapkan kasih sayang secara benar, kalau mau disebutkan.

Ketegasan orang tua diperlukan sejak dini, bahkan sebelum anak mengerti. Orang tua sudah harus menunjukkan ketegasan ini. Makan yang teratur. Main yang terjadwal. Tidur siang yang teratur. Mandi sore pada jam yang disepakati. Belajar setiap malam. Meminta dengan sopan. Bermain gawai hanya 45 menit setiap hari.

Kesannya memang sangat keras, tetapi itulah yang terbaik untuk anak-anak. Tidak membawa ikannya ke atas pohon dan membiarkannya mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun