Di Psychology Today dikatakan bahwa kebencian sebenarnya menutupi rasa tidak aman dari si pembenci. Para pembenci ini akan mengelompok. Seorang pembenci, karena merasa tidak aman dan nyaman dengan dirinya, cenderung menyerang. Di dunia maya, kekasaran disalurkan menggunakan ekspresi verbal.
Melihat peristiwa yang sedang terjadi saat ini, berkaitan dengan pemilihan kepala daerah DKI untuk periode 2017-2022, kostelasinya telah meninggi mengakibatkan terbentuknya dua pihak. Pihak pertama adalah pembela Ahok dan pihak lainnya adalah pembenci Ahok. Benar juga apa yang dikatakan di salah satu kolom Kompas hari ini, Ahok memang seorang pemecah belah.
Pertarungan antara dua pihak ini berlangsung di dunia maya dalam berbagai platform. Di facebookakan dengan mudah ditemukan perseteruan tentang Ahok. Bahkan dalam satu grup pun, para anggotanya bisa berbeda pendapat soal Ahok. Anggota grup juga terbelah.
Para Ahok lovers akan merasakan bahagia melihat sosok Ahok diberitakan, bahkan berita negatif sekali pun. Karena mereka mencintai Ahok, maka dengan mudah mereka mengatakan, “Ah, itu berita bohong”.
Sebaliknya dengan para pembenci Ahok, mereka akan sangat merasakan dendam kesumat dan rasa sakit hati yang tidak terhingga. Secara personal berita tersebut akan menyulut emosinya. Upaya yang dilakukan selanjutnya adalah menemukan sesuatu yang membuat rasanya bisa tenang.
Dalam suatu kelompok jejaring sosial, maka para pembenci ini juga cenderung mencari kawan yang sepaham. Dengan mudahnya mereka akan menemukan kawan sepaham karena energi negatif jauh lebih mudah menular dari pada energi positif. Setidaknya ini menurut buku Law of Attraction. Mereka akan bersekutu untuk mencari informasi yang menjadi pembenaran akan tindakannya membenci.
Celakanya, di dunia maya sangat banyak informasi yang disebarkan secara tidak bertanggung-jawab. Biasanya, situs-situs yang tidak bertanggung-jawab mengambil keuntungan dari kondisi ini. Dengan membuat berita yang menyudutkan Ahok, maka para haters Ahok ini sepertinya menemukan energi baru dan dengan sukaria membagikan berita ini. Bahkan kadang hanya membaca judul beritanya yang sering sekali misleading, haters ini akan sangat segera membagikannya.
Setelah menemukan dan membagikan berita kejelekan Ahok, para haters ini akan merasa nyaman, tenang, aman dan lega. Tetapi itu hanya berlangsung singkat. Kebencian itu sangat kuat, dan perasaan ini bisa terakumulasi. Dia harus mencari lagi dan terus isu yang menjelekkan Ahok dan mengumpulkannya. Dengan begini maka akan timbul rasa nyaman.
Rasa benci ini akan berlangsung selama dia tidak mengubah rasa terhadap orang yang dibencinya. Ucapan, tindakan, tingkah, perilaku, berita, suara dan segala sesuatu yang terkait dengan orang yang dibencinya itu akan selalu dicari, diingat dan dibagikan. Upaya ini menuntut waktu yang banyak dan tentunya kesabaran yang luar biasa.
Waktu dan upaya akan dilakukan terus menerus, karena kebencian ini adalah sesuatu yang sangat personal dan terbentuk dengan kuat, meliputi perasaan dan pikiran. Jika yang muncul adalah berita yang positif tentang tokoh yang dibencinya, ada rasa sakit yang muncul di hatinya. Ini tentunya mendorong upaya mencari penyembuhnya, berupa berita ataupun segala sesuatu yang menunjukkan kejelekan dari orang yang dibencinya.
Masih dalam kasus Ahok, kebencian ini sampai pada menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal. Hal ini terbukti dari adanya sekelompok orang yang mendorong KPK untuk mentersangkakan Ahok, padahal KPK belum menemukan bukti untuk menentukan adanya kerugian negara meskipun BPK mengatakan sebaliknya. Pada kesempatan lain, malah ada kelompok yang akan mengkriminalisasi KPK apabila tidak membuat Ahok jadi tersangka. Bahkan FPI mendatangi KPK untuk memaksa KPK menetapkan Ahok sebagai tersangka, dengan emosi tingkat tinggi.