Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sesungguhnya Para Pembenci itu Orang-orang Kuat dan Tangguh

1 Mei 2016   00:31 Diperbarui: 1 Mei 2016   01:47 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hate Foto: bghelsinki.org

Kok bisa?

Seseorang yang membenci seseorang yang lain biasanya berperilaku agak aneh. Orang tersebut akan selalu mencari hal-hal yang terkait dengn orang yang dibencinya. Ketidaksukaan itu mendorong si pembenci mendayaupayakan segala cara dan sumber daya yang dimiliki untuk mencari dan menemukan kesalahan orang yang dibencinya.

Ketika menemukan kesalahan tersebut, orang itu akan merasa puas. Sayangnya tidak berhenti di satu kesalahan yang baru ditemukan. Proses mencari-cari kesalahan tersebut berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal ini sangat personal, sehingga setiap detik dari denyut nafasnya akan digunakan untuk mencari kesalahannya orang yang dibencinya.

Dalam dunia yang serba terkoneksi ini, si pembenci menemukan tempatnya. Informasi dapat dengan mudah dicari di dunia maya. Sayangnya memang tidak semua informasinya akurat dan benar. Akan tetapi, bagi si pembenci itu tidak menjadi masalah. Karena yang penting baginya adalah menemukan kesalahan orang yang dibencinya. Dia akan menemukan kebahagian lebih ketika berusaha membagi kesalahan orang yang dibencinya ke pihak lain.

Upaya ini tentunya membutuhkan kerajinan dan kesabaran. Kerajinan untuk mencari kesalahan dari berbagai sumber dan kesabaran untuk menunggu ada kabar negatif baru tentang orang yang dibencinya.

Ada sebuah kutipan mengatakan bahwa pada kenyataannya seorang pembenci tidak benar-benar membenci orang yang dibencinya, sebaliknya dia membenci dirinya karena mereka tidak sanggup menjadi seperti orang yang dibencinya.

Dari fakta di atas tersirat bahwa orang yang membenci seseorang cenderung membenci dirinya sendiri karena tidak mampu menjadi seperti orang yang dibencinya. Bisa dibayangkan apa yang dirasakan pembenci tersebut. Ada keinginan yang besar untuk menjadi seperti orang yang dibencinya akan tetapi tidak pernah bisa. Kebencian terhadap diri sendiri ternyata harus menemukan tempatnya untuk dicurahkan. Hal tersebut mendorong seseorang dalam kondisi seperti itu untuk menemukan korbannya. Hal yang cukup menyiksa.

George Bernard Shaw, dramawan terkenal dari Irlandia, penulis buku, dan salah satu pendiri London School of Economics yang terkenal itu, pernah mengatakan bahwa kebencian adalah cara balas dendam para pengecut yang merasa terintimidasi.

Membenci menjadi seperti manifestasi dari rasa terintimidasi dari orang yang dibencinya. Karena tidak mampu untuk mewujudkan ancamannya secara terbuka, maka yang bisa dilakukan hanyalah membencinya. Menahan rasa terintimidasi dengan mengorbankan perasaannya sekaligus, merupakan suatu upaya yang membutuhkan banyak energi dan kekuatan.

Lebih lanjut, Robert J, Sternberg (2005) dalam bukunya Psychology of Hate mengatakan bahwa kebencian itu adalah salah satu emosi manusia yang paling kuat-emosi yang bisa menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan yang luar biasa. Dalam buku ini disampaikan juga bahwa kebencian melandasi terorisme, pembantaian dan pembersihan etnis. Sejarah telah mencatat orang-orang dengan tingkat kebencian yang luar biasa ini.

Di Psychology Today dikatakan bahwa kebencian sebenarnya menutupi rasa tidak aman dari si pembenci. Para pembenci ini akan mengelompok. Seorang pembenci, karena merasa tidak aman dan nyaman dengan dirinya, cenderung menyerang. Di dunia maya, kekasaran disalurkan menggunakan ekspresi verbal.

Melihat peristiwa yang sedang terjadi saat ini, berkaitan dengan pemilihan kepala daerah DKI untuk periode 2017-2022, kostelasinya telah meninggi mengakibatkan terbentuknya dua pihak. Pihak pertama adalah pembela Ahok dan pihak lainnya adalah pembenci Ahok. Benar juga apa yang dikatakan di salah satu kolom Kompas hari ini, Ahok memang seorang pemecah belah.

Pertarungan antara dua pihak ini berlangsung di dunia maya dalam berbagai platform. Di facebookakan dengan mudah ditemukan perseteruan tentang Ahok. Bahkan dalam satu grup pun, para anggotanya bisa berbeda pendapat soal Ahok. Anggota grup juga terbelah.

Para Ahok lovers akan merasakan bahagia melihat sosok Ahok diberitakan, bahkan berita negatif sekali pun. Karena mereka mencintai Ahok, maka dengan mudah mereka mengatakan, “Ah, itu berita bohong”.

Sebaliknya dengan para pembenci Ahok, mereka akan sangat merasakan dendam kesumat dan rasa sakit hati yang tidak terhingga. Secara personal berita tersebut akan menyulut emosinya. Upaya yang dilakukan selanjutnya adalah menemukan sesuatu yang membuat rasanya bisa tenang.

Dalam suatu kelompok jejaring sosial, maka para pembenci ini juga cenderung mencari kawan yang sepaham. Dengan mudahnya mereka akan menemukan kawan sepaham karena energi negatif jauh lebih mudah menular dari pada energi positif. Setidaknya ini menurut buku Law of Attraction. Mereka akan bersekutu untuk mencari informasi yang menjadi pembenaran akan tindakannya membenci.

Celakanya, di dunia maya sangat banyak informasi yang disebarkan secara tidak bertanggung-jawab. Biasanya, situs-situs yang tidak bertanggung-jawab mengambil keuntungan dari kondisi ini. Dengan membuat berita yang menyudutkan Ahok, maka para haters Ahok ini sepertinya menemukan energi baru dan dengan sukaria membagikan berita ini. Bahkan kadang hanya membaca judul beritanya yang sering sekali misleading, haters ini akan sangat segera membagikannya.

Setelah menemukan dan membagikan berita kejelekan Ahok, para haters ini akan merasa nyaman, tenang, aman dan lega. Tetapi itu hanya berlangsung singkat. Kebencian itu sangat kuat, dan perasaan ini bisa terakumulasi. Dia harus mencari lagi dan terus isu yang menjelekkan Ahok dan mengumpulkannya. Dengan begini maka akan timbul rasa nyaman.

Rasa benci ini akan berlangsung selama dia tidak mengubah rasa terhadap orang yang dibencinya. Ucapan, tindakan, tingkah, perilaku, berita, suara dan segala sesuatu yang terkait dengan orang yang dibencinya itu akan selalu dicari, diingat dan dibagikan. Upaya ini menuntut waktu yang banyak dan tentunya kesabaran yang luar biasa.

Waktu dan upaya akan dilakukan terus menerus, karena kebencian ini adalah sesuatu yang sangat personal dan terbentuk dengan kuat, meliputi perasaan dan pikiran. Jika yang muncul adalah berita yang positif tentang tokoh yang dibencinya, ada rasa sakit yang muncul di hatinya. Ini tentunya mendorong upaya mencari penyembuhnya, berupa berita ataupun segala sesuatu yang menunjukkan kejelekan dari orang yang dibencinya.

Masih dalam kasus Ahok, kebencian ini sampai pada menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal. Hal ini terbukti dari adanya sekelompok orang yang mendorong KPK untuk mentersangkakan Ahok, padahal KPK belum menemukan bukti untuk menentukan adanya kerugian negara meskipun BPK mengatakan sebaliknya. Pada kesempatan lain, malah ada kelompok yang akan mengkriminalisasi KPK apabila tidak membuat Ahok jadi tersangka. Bahkan FPI mendatangi KPK untuk memaksa KPK menetapkan Ahok sebagai tersangka, dengan emosi tingkat tinggi.

Tidak luput dari para pembenci ini adalah para tokoh masyarakat yang berseberangan dengan Ahok. Bisa kita lihat sepak terjang dari Taufik dan Lulung yang akhir-akhir ini mendadak kalem dan berbicara lebih lembut pasca tertangkapnya Sanusi dalam kasus suap reklamasi. Lulung bahkan berandai-andai, jika dia ketua KPK, dia pasti telah menetapkan Ahok sebagai tersangka dan menjadikannya pesakitan.

Maka ketika Menteri Dalam Negeri mengatakan kalau beliau tidak masalah dengan gaya Ahok, karena masing-masing pemimpin punya gaya yang khas, dipastikan para pembenci ini akan blingsatan menahan perasaan yang teraduk-aduk tidak menentu.

Tennesee Williams (1959), seorang penulis buku dan dramawan terkenal dari Amerika Serikat mengatakan bahwa kebencian adalah perasaan yang hanya ada ketika pemahaman tidak ada. Hal ini bisa terjadi, karena para pembenci itu tidak bisa memahami lagi karena emosi kebenciannya yang sangat kuat telah menghilangkan rasionalitasnya. Awan gelap seperti telah menutup rasionalitasnya untuk dapat melihat sisi baik dari orang yang dibencinya. Dalam kasus Ahok, maka semuanya akan dilihat dengan cara yang sangat berbeda.

Tentunya masih ingat ucapan Hidayat Nur Wahid, mantan ketua MPR dari PKS, yang mengatakan bahwa kerja-kerja yang dilakukan Ahok menggunakan APBD untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat miskin dianggap sebagai pencitraan dan kampanye terselubung. Ahok bekerja dengan baik saja dianggap negatif dan dituduh seperti itu. Bukankah seharunya APBD digunakan untuk pelayanan publik terbaik? Betapa kebencian itu telah menutupi rasionalitasnya.

Pada skala yang lebih tinggi, Jokowi yang melakukan pembangunan besar-besaran yang tidak jawa sentris dengan menghadirkan infrastruktur logistik melalui darat-dengan rel kereta dan jalan tol, dan tol laut di seluruh Indonesia, malah dituduh menghamburkan APBN serta tidak memperhatikan rakyat miskin. Gagal paham ini benar-benar parah. Infrastruktur dasar harus dibangun untuk meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya memperbaiki hajat hidup masyarakat miskin. Mungkin bagi pembenci ini, memperhatikan masyarakat miskin adalah dengan memberikan BLT tiap bulan.

Semua perilaku para pembenci itu sangat mendalam dan emosional. Segala tenaga dan waktu dan pikiran diarahkan untuk menjatuhkan pihak yang dibencinya. Bisa dibayangkan, betapa banyak waktu, energi, emosi yang dilibatkan. Tekanan darah bisa tiba-tiba naik dan berteriak-teriak seperti orang gila di media.

Bisa dipahami, jika Nelson Mandela mengambil tindakan yang berbeda dengan keinginan rakyatnya ketika dia dibebaskan dari penjara pada tahun 1990 dan menjadi pemimpin Afrika Selatan pada 1994-1999. Mandela tidak mengajak rakyatnya untuk membenci kaum Apharteid yang telah menyengsarakan rakyat miskin dan non-kulit putih sekian lama. Dia mengatakan, “Lebih baik kita menggunakan energi dan sumberdaya membalas dendam untuk pembangunan bangsa ini.” Alih-alih membenci, Mandela memaafkan, tetapi tidak melupakan. Dia tidak memikul beban, dan jadilah dia bapak bangsa yang dicintai rakyatnya hingga akhir hayatnya.

Dengan segala kenyataannya bahwa membenci adalah sesuatu yang sangat personal, emosi yang kuat sekali, dan bertahan lama, sangat bisa dipastikan besarnya penderitaan dan sengsara para pembenci ini. Mereka menahan kebenciaan itu sekian lama dan berupaya mempertahankannya dengan kesabaran luar biasa. Karena kebencian itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan yang luar biasa, sesungguhnya para pembenci itu adalah orang-orang yang kuat dan tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun