Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP Menjaring Penantang Ahok

26 April 2016   19:07 Diperbarui: 26 April 2016   19:10 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari calon-calon yang ikut mendaftar di penjaringan calon gubernur PDIP ini, ternyata ada juga yang ikut dalam penjaringan Gerindra. Niatnya besar sekali menjadi Gubernur DKI. Tidak punya kendaraan yang bisa diandalkan, maka calon-calon ini harus mendapatkan kendaraan yang layak untuk bisa mengantar mereka menjadi DKI 1. PDIP menjadi pilihan.

Ada pertanyaan yang kemudian muncul dalam proses penjaringan oleh PDIP ini. Kira-kira apa yang akan dijadikan oleh PDIP menjadi alat ukur dan indikator calon yang layak untuk dimajukan, di tengah rumor yang mengatakan bahwa Mega masih sayang sama Ahok.

Jikapun ada indikator-indikator yang digunakan, tentunya harus indikator canggih yang mengarah pada kualitas yang lebih baik dari Ahok. Apakah indikator yang digunakan itu merefleksikan nilai-nilai partai? Apakah pengalaman dalam partai PDIP dan menjadi kader dengan masa kesetiaan yang cukup signifikan? Apakah kemudian pengalaman di pemerintahan juga menjadi indikator? Tingkat elektabilitas, apakah diperhitungkan? Bagaimana dengan popularias? Apakah mempertimbangkan kekayaan calon? Apakah kedekatan dengan Mega masuk dalam faktor penentu? Apakah sumbangan terbesar menentukan calon yang akan diusung? Tentunya masih banyak hal yang bisa diajukan.

Hal-hal di atas menjadi pertanyaan publik, karena tidak jelas dimunculkan ata dapart diraba publik ukuran-ukuran yang akan dipakai untuk menentukan calon nantinya. Isu-isu yang dibangun sekitar pilkada ini juga belum muncul. Bahkan selentingan mengenai siapa yang paling didukung oleh PDIP juga belum tampak ke permukaan.

Dalam tradisi kepartaian yang tradisional, maka sosok pemimpin yang biasanya bertahan sangat lama bisa jadi menjadi satu-satunya faktor yang menentukan keputusan calon penantang Ahok. Tentunya ini mengkhawatirkan. Tetapi kondisi partai tradisional terutama di negara-negara berkembang memang memiliki kecenderungan seperti itu.

Seperti disampaikan oleh Kenneth Wollack, President of the National Democratic Institute for International Affairs dalam kata sambutannya pada Carnegie Endowment for International Peace & China Reform Forum di Beijing pada 2002, hal di atas setidaknya mengemuka sebagai kecenderungan dari partai-partai politik di negara-nergara berkembang, Indonesia tentu termasuk di dalamnya.

Dia katakan sebagai berikut, “In emerging democracies worldwide, political parties are either too weak, too personalistic, too constrained by oppressive governments, or too corrupt and out of touch to earn the respect and support of the public”.

Dikemukakan bahwa di negara yang demokrasinya masih berkembang partai politik mungkin terlalu lemah atau terlalu personal atau bisa jadi ditekan oleh pemerintah, atau juga mungkin terlalu korup dan tidak memiliki jangkauan untuk mendapatkan dukungan dan hormat dari masyarakat.

Lebih lanjut dia katakan, “There are also a number of countries where political parties have actually lost their mandate to function through their own mismanagement of the political system”.

Dibeberapa negara bahkan partai politiknya telah kehilangan mandat untuk berfungsi karena adanya salah manajemen sistem politik partai.

Bahkan lebih parah lagi disampaikan, “Centralized decision making, the lack of well-institutionalized rules and procedures, and the decline of ideology or unifying principles have eroded public support and discouraged participation in political party activities. An unwillingness to undertake greater citizen outreach and consultation has diminished the public’s support, while the transformation of campaigning through the mass media has tended to favor candidates over party structures

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun