Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR yang Mulia, Anda Masih Seperti Taman Kanak-Kanak

8 April 2016   18:09 Diperbarui: 8 April 2016   18:21 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="DPR Sedang Beradu Kekuatan. Foto: merdeka.com"][/caption]Gus Dur, yang bernama lengkap Abdurrahman Wahid, mantan presiden Republik Indonesia ke empat pernah menyamakan anggota DPR seperti taman kanak-kanak. Ungkapan itu disampaikan pada Juli 2001 dalam sebuah rapat dengan DPR tentang pembubaran dua pos kementerian. Bisa jadi memang para anggota DPR, dan juga DPRD, yang terhormat itu sama dengan taman kanak-kanak.

Sebenarnya, yang dimaksudkan Gus Dur itu apa dengan menyamakan anggota DPR dengan taman kanak-kanak. Apakah anggota DPRD bertingkah seperti anak-anak taman kanak-kanak ?

Menurut National Association for The Education of Young Children, anak-anak usia taman kanak-kanak memiliki karakteristik antara lain: rasa ingin tahu yang besar, suka berfantasi dan berimajinasi, menunjukkan sifat egosentris, daya konsentrasi yang pendek, membutuhkan rasa aman, masih memiliki kemampuan meniru, trial and error dan bermain. Usia Taman Kanak-kanak ini juga pastinya memerlukan tidur yang banyak.

Karakteristik ini mungkin yang dimaksudkan Gus Dur, ketika menyamakan Dewan Perwakilan Rakyat yang mulia dan yang terhormat ini dengan taman kanak-kanak. Apakah memang benar tingkah pola anggota dewan ini mirip taman kanak-kanak? Mari kita simak satu persatu.

Anggota DPR, yang senang dipanggil yang mulia ini, memiliki rasa ingin tahu yang besar, selayaknya anak-anak. Hal ini dapat dipahami dari seringnya para terhormat ini bertindak layaknya ‘pengacara yang berpraktek’ dalam suatu rapat dengar pendapat dengan pejabat negara, rekan kerjanya. Rasa ingin tahu anggota DPR ini diejawantahkan dalam serangan pertanyaan-pertanyaan yang menukik, menyudutkan, tampaknya tajam dan berputar-putar. 

Ternyata hanya untuk mengetahui kemampuan pejabat negara tersebut dalam menentukan besaran uang RDP yang disediakan. Begitu kabar kaburnya. Semakin besar rasa ingin tahu yang ditunjukkan, ada semakin tinggi daya tawarnya dan pada akhirnya tersedia uang ketok yang dialirkan. Bisa lewat bawah meja, bisa juga lewat atas meja melalui tangan-tangan yang banyak berkeliaran di gedung dewan yang suci itu, menurut Fahri Hamzah tentunya. Anggota Dewan ini rajin bertanya, tetapi jangan sekali-sekali mempertanyakan pekerjaan mereka sebagai anggota DPR. Anda bisa dituduh mencemarkan kehormatan mereka.

Rasa ingin tahu yang tinggi ini tidak mungkin terjadi jika tidak dibarengi dengan daya khayal dan imajinasi yang tinggi. Dengan banyaknya lontaran pertanyaan, maka uang dengar pendapat akan semakin tinggi, selanjutnya berkhayal dan berimajinasi akan artis mana yang akan direngkuh selanjutnya. Perempuan muda mana yang akan dinikahi dan ditipu. Jika hanya bertarif ratusan juta, cukuplah satu RDP dengan pejabat pemerintah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mirip gemerincing rupiah yang akan dipanggul. 

Tentunya, tidak ke rumah. Mereka seringnya memanggul rupiahnya ke tempat-tempat yang remang-remang. Panti—panti yang banyak menyediakan kenikmatan. Bisa jadi juga memiliki istri muda yang tentunya apartemen-nya harus disediakan untuk tempat rendevouz, dari pada bayar hotel untuk setiap aksinya.

Sifat bertanya yang mengakar ternyata dibarengi dengan rasa egosentris yang besar. Mereka boleh bertanya, tetapi tidak boleh ditanya. Rasa egosentris ini tentunya bisa diterjemahkan lebih lanjut. Anda mungkin pernah mendengar anggota DPR ingin punya gedung megah berbiaya trilyunan rupiah. Gedung dengan fasilitas mewah nan nyaman.

 Ruang-ruang kerja harus bisa menampung 100 orang. Ruang istrahat disediakan untuk dapat tidur siang dan bobo jika katanya rapat cukup melelahkan. Belum terhitung berbagai permintaan tentang uang reses, uang inspirasi yang jelas tidak pernah mendatangkan inspirasi dan masih banyak aneka permintaan. Jika tidak diberikan, mereka akan mengancam dengan menunda undang-undang yang diperlukan pemerintah. “Pokoknya, permintaan saya tidak dituruti, kamu akan bermasalah”, kira-kira seperti itulah semboyan abadi para anggota dewan ini.

Sering sekali anggota dewan ini mengubah-ubah permintaannya, karena daya konsentrasinya yang sangat pendek. Selalu ada permintaan baru. Sepertinya mereka tidak ingat kalau permintaan mereka banyak yang tidak layak. Kalau dulu permintaan gedung baru telah ditolak Presiden, tahun berikutnya mereka minta lagi. Presiden sudah mengatakan moratorium pembangunan gedung baru, sang ketua bernama Akom akan menentang dunia demi membangun perpustakaan berharga Rp. 570 milyar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun