Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Sebersit Cahaya, Palu Godam Artidjo Meremukkan Para Koruptor

2 April 2016   14:23 Diperbarui: 20 Desember 2019   09:07 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakim Agung Artidjo Alkostar. Sumber: JIBI Photo

Artidjo terkenal galak dan tegas dalam mengambil keputusan hukum. Di pintu kantornya di Makamah Agung tertulis ,” Tidak Menerima Tamu Yang Berkaitan Dengan Perkara”.

Perkara dibicarakan di pengadilan, bukan di ruang-ruang tertutup atau tempat-tempat tersembunyi. Banyak pihak-pihak yang berperkara ingin menyuapnya terkait perkara yang sedang ditanganinya. Semuanya ditolak.

Kegalakan dan ketegasan ini ditujukan untuk pelaku-pelaku korupsi, karena Artidjo memegang prinsip seperti ditegaskan di awal. Prinsip ini dipegang teguh Artidjo, yang sering menjadi algojo bagi pelaku korupsi di negeri ini, dan mendapat julukan ‘hakim gila’ atau ‘hakim killer”. Pilihannya untuk menjadi masuk kamar pidana umum di sistem kamar MA, karena dia ingin menangani perkara-perkara korupsi.

Sejarah perlawanannya terhadap kesewenang-wenangan pelaku hukum sudah dimulai ketika menangani perkara Soeharto. Dari tiga hakim yang menangani perkara ini, dua ingin menutup kasus ini. Tetapi Artidjo memberikan pendapat berbeda dengan mengatakan Soeharto tetap menjadi tersangka dan akan diadili ketika sudah sembuh.

Pesakitan yang terbaru merasakan palu godam Hakim Artidjo adalah Udar Pristono. Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI ini diperberat hukumannya oleh Hakim Artidjo menjadi 13 tahun dan denda Rp. 1 miliar. Denda ini bisa digantikan dengan kurungan selama 1 tahun apabila tidak mampu membayar atau tidak mau membayar. 

Perkaranya adalah korupsi bus Transjakarta pada tahun 2011-2013. Tidak hanya itu, Udar juga harus membayar pengganti kerugian negara sejumlah Rp. 6,7 miliar. Jika tidak bayar, maka akan dikurung selama 4 tahun.

Hal paling manis bagi pembenci koruptor adalah sejumlah aset Udar berupa rumah, apartemen, kondominium yang terindikasi sebagai hasil koruspi, disita untuk negara. Udar dimiskinkan, dan seharusnya seperti itu.

Udar mendapatkan ‘bonus’ yang luar biasa dari Hakim Artidjo. Dari semula hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta. Pada saat keputusan ini dibacakan, seperti diberikan berbagai media, Udar yang datang dengan kursi roda, tiba-tiba berdiri dan bisa berjalan.

Dalam persidangan, seperti modus tersangka lainnya, Udar sering mengaku sakit hingga memakai kursi roda ke pengadilan. Untuk keputusan yang 5 tahun ini, Udar menganggap hakimnya bijaksana.

Para pesakitan lain yang merasakan palu godam Ardjito termasuk Angelina Sondakh yang mendapatkan bonus hukuman, yang awalnya 4 tahun menjadi 13 tahun. Anas Urbaningrum, yang ditenggarai diturunkan dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, juga merasakan dahsyatnya palu Ardtidjo.

Hukuman yang awalnya manis, tujuh tahun, berakhir menjadi 14 tahun dari Artidjo. Bonusnya dua kali lipat. Anas memang tidak akan lompat dari monas sesuai dengan kaulnya, tetapi hukuman ini sudah cukuplah untuk menggantikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun