Hal yang terjadi sekarang adalah terutama menjelang pilkadi DKI Jakarta tahun 2017, Ahok dengan pendirian yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran dalam pelayanan publik, dengan tegas dan tanpa tedeng aling-aling memilih untuk tidak mengikuti hasrat partai politik yang merasa memiliki kekuasaan untuk mengatur segala sesuatu yang terjadi di pemerintahan. Partai politik meradang ketika Ahok dengan tegas menyatakan bahwa Ahok tidak akan menggunakan kendaraan partai politik. Ahok menyadari kenyataan ini, masih relevan dengan pendapat para ahli di atas, menggunakan partai untuk menduduki jabatan DKI-1 untuk periode kedua akan mempersulit pelaksanaan nilai-nilai yang dianut dalam pelayanan publik Jakarta.
Ahok sama sekali tidak alergi dengan partai. Tetapi partai yang menggunakan kekuasaannya untuk mengatur Ahok dan mempengaruhinya dalam melaksanakan kepentingan publik, melayani rakyat Jakarta dengan efektif dan efisien, tidak akan diterima Ahok. Ahok menjauhkan dirinya menjadi pelayan partai, hamba bagi partai. Hal ini juga dilakukan Ahok dalam pencariannya untuk menemukan partai yang dapat memenuhi keinginannya untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik bagi masyarakat.
Ahok terpaksa harus pindah-pindah partai karena nilai-nilai partai dalam realitasnya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut Ahok. Ini bukan soal tidak setia, ini soal menjaga nurani dan nilai-nilai murni yang dianut dirinya. Pernyataan ini secara tegas tentunya memunculkan reaksi partai. Muncul pernyataan mengatakan Ahok melakukan deparpolisasi yang berujung pada penghakiman pada demokrasi. Menurut para penentang ini, partai adalah pilar demokrasi. Sayangnya, hanya pernyataannya yang dianut partai, tidak prinsip-prinsipnya.
Hal yang terjadi kemudian adalah fenomena pembalikan arah. Ada partai yang mau menerima Ahok dengan segala nilai-nilai yang dianutnya. Partai-partai ini tentunya memiliki alasan untuk memberikan dukungan kepada Ahok. Ahok dapat mempertahankan nilai-nilainya dan partai-partai ini dengan rela mendukung keputusan Ahok untuk maju lewat jalur perseorangan. Mesin partai digunakan untuk memenangkan Ahok dan bersinergi dengan Teman Ahok yang telah terlebih dahulu melakukan gerakan mendukung Ahok maju lewar jalur perseorangan yang independen.
Nasdem, layak mendapatkan apresiasi. Tanpa menunggu waktu terlalu lama, Nasdem menyatakan dukungan kepada Ahok tanpa syarat. Dukungan partai tanpa mahar. Ini fenomena baru dan di luar yang dibayangkan partai-partai berkuasa. Tidak biasanya partai mengikuti keinginan calon kepala daerah yang berniat maju. Biasanya para calon ini yang akan datang ‘menghamba’ dan membayar mahar hanya untuk dicalonkan oleh satu partai politik. Fenomena ini berlawanan dengan aras yang biasa terjadi.
Selanjutnya Hanura menyusul. Hanura juga akan mendukung Teman Ahok mengumpulkan KTP untuk memastikan Ahok maju lewat jalur perseorangan. Hanura memiliki konstelasi tersendiri untuk ini. Beberapa anggotanya mengundurkan diri karena dukungan terhadap Ahok. Tetapi, Hanura jalan terus mendukung Ahok.
Partai-partai lain, tidak semua, mulai bergerak berputar. Arah kompas mereka mulai searah dengan Ahok. Calon-calon yang awalnya didukung ditinggalkan. Malu-malu, mereka mulai mengakui kebenaran yang ada dalam Ahok. Partai-partai mengubah setidaknya nilai-nilai yang mereka anut. Mungkin belum tepat mengatakan mengubah nilai-nilai fundamental mereka. Pasti ada hitungan-hitungan yang mereka lakukan.
Ahok tetap pada pendiriannya. Ahok maju dengan jalur perseorangan. Partai boleh mendukung, tetapi tanpa mahar. Menyatakannya dalam tindakan dan tidak tunduk pada keinginan partai. Fenomena ini mengubah haluan beberapa partai. Ahok telah berhasil mencuci partai-partai ini. Membersihkan mereka dari anasir-anasir yang bertentangan dengan nilai-nilai pelayanan publik yang Ahok lakukan. Ahok berhasil memaksa partai keluar dari paradigma lamanya untuk dapat menerima nilai-nilai yang dianut Ahok dalam rangka melakukan pelayanan publik yang berkualitas. Sisanya, masih malu-malu, padahal mau ikutan. Jadi, ini bukan karena sesuatu yang sangat luar biasa. Tetapi, hanya karena sesuatu yang sederhana, melakukan sumpah jabatan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI