Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Langkah-Langkah Salah Tingkah Para Penantang Ahok

6 Maret 2016   23:44 Diperbarui: 8 Maret 2016   06:46 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="beritateratasdotkom"][/caption]“First, they ignore you, then they ridicule you, then they fight you, and then you win.”
― Mahatma Gandhi

Ucapan sang pencerah dari India yang bernama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi itu menggambarkan perjuangan hidupnya dalam membawa bangsa India keluar dari penjajahan Inggris. Ucapan itu juga sangat tepat untuk menggambarkan dalam satu kalimat tentang perjalanan Ahok menjadi pemimpin tertinggi di Provinsi DKI Jakarta.

Ahok adalah tokoh yang sebelumnya diabaikan karena berasal dari Belitung, daerah yang sama sekali tidak masuk hitungan. Ahok sering diperlakukan dengan tidak baik, karena dia bukan bagian kelompok terbesar bangsa ini. Ketika kenyataan berkata sebaliknya, para ‘pembenci’ Ahok kemudian menyerangnya dengan berbagai cara, mulai yang sangat biasa hingga cara-cara yang tidak masuk akal. Mereka mengatai-ngatai rasnya dan agamnya, bahkan pada tingkat gawat meminta tuhan untuk menggagalkan Ahok menjadi gubernur. Pada akhirnya, Ahok keluar sebagai pemenang dan memimpin Jakarta hingga 2017 dengan prestasi tentunya. Dibandingkan gubernur yang mengaku ‘Sang Ahli’, Ahok lebih ‘kinclong’ kinerjanya.

Tegas, bicara blak-blakan, tidak tedeng aling-aling, straightforward dan kadang-kadang kasar, itulah ciri khas dari dirinya. Begitulah sang Gubernur dikenal sebagian orang. Banyak yang tidak suka, tetapi tidak sedikit yang setuju. Kata mereka warga Jakarta harus dikerasin supaya bisa baik. Kita sering sekali gagal paham kalau sebenarnya orang-orang besar itu tidak akan menjadi jika tidak diberikan gemblengan yang sangat keras. Mereka berproses dalam dunia yang ‘tidak ramah’ tapi baik untuk menjadi yang utama.

Kesadaran inilah yang mendorong Ahok untuk menerapkan ‘gemblengan’ bagi warga Jakarta, karena keinginan hatinya memberikan yang terbaik. Cara berfikirnya juga berbeda dengan pendahulunya. Ketika berbicara mengenai rusunawa, Ahok ingin agar yang tinggal disana hanya sampai anak, bukan sampai cucunya. Karena Ahok berharap, cucu dari penghuni rusunawa harus lebih maju dan bisa tinggal di apartemen. Suatu pemikiran yang visioner.

“Anaknya dan menantunya boleh diwarisi tinggal di rusun. Sedangkan cucunya tidak boleh," ucap Ahok saat memberikan sambutan kepada warga Rumah Susun Pesakih, Jalan Daan Mogot, Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu, 5 Maret 2016. Menurut Ahok, orang tua jangan mendoakan cucunya tinggal di rusun, tapi di apartemen. "Masak, ada orang tua, kakek-nenek berharap cicitnya tinggal di rusun. Gila aja!" ujar Ahok. "Doain tinggal di apartemen mewah dong, jadi pejabat, jadi konglomerat. Seperti dilansir dari tempodotco.

Peristiwa-peristiwa berlalu dengan ‘pertarungan’ yang tidak berhenti, sejak Ahok wakil Gubernur hingga kemudian menjadi Gubernur setelah Jokowi berhasil merebut istana. Praktek-praktek kerja dan kebijakan Gubernur yang dikenal suka makan durian ini banyak melanggar dan menggusur wilayah-wilayah nyaman para ‘penggangunya’. Kenikmatan dari hasil menyusupkan program-program tanpa perencanaan telah dibantai dengan program e-budgetting menggukan e-catalogue. Perpanjangan tangan para ‘pencoleng’ APBD di dinas-dinas dibersihkan.

Hasilnya, sumur-sumur ‘rejeki’ para ‘penggangu’ itu, yang dulu berlimpah air, kini kering. Upaya-upaya digunakan untuk mengembalikan kenikmatan yang hilang. Mulai minta uang makan ditambah, biaya perjalanan dinaikkan, hingga yang paling populer biaya makan lobster. Tetapi, kembali ketegasan Ahok untuk memastikan uang rakyat digunakan secara baik dan benar, mengagalkan nafsu duniawai anggota-anggota yang terhormat tersebut.

Perhelatan Pilkada DKI masih berjarak 11 bulan, tetapi persaingan sudah panas. Pertarungan antara petahana dan para penantang sudah dimulai. Semua elemen dari kedua pihak sudah mulai bergerak. Untuk petahana, dukungan dari jaringan relawan sudah dideklarasikan jauh-jauh hari. Bahkan jaringan relawan Jokowi menyatakan dukungannya untuk sang petahana. Di luar Jakarta sekalipun kelompok relawan pendukung Ahok terbentuk. Di Sumatera Utara misalnya, relawan yang menamakan dirinya “Dongan Ahok”, mendukung pencalonan Ahok menjadi gubernur lagi.

Bagaimana mereka mendukung Ahok sementara mereka tidak punya KTP DKI? Mereka akan mempengaruhi keluarga, teman, dan orang-orang yang mereka kenal di Jakarta dan ber-KTP DKI untuk memilih Ahok. Begitu kuatnya ‘pesona’ Ahok. Ucapan-ucapan dari luar Jakarta yang menginginkan Ahok juga banyak. Di medsos gampang ditemukan ucapan-ucapan seperti, “Kalau Jakarta ga perlu Ahok, tolong berikan ke kami” atau “Kami mau Ahok jadi gubernur kami”. Dan masih banyak lagi ungkapan dukungan buat Ahok untuk memimpin di periode keduanya.

Fakta-fakta seperti di atas yang terus menerus diruapkan para pendukung Ahok termasuk media-media, menciptakan ‘sensasi’ tersendiri bagi para penantang Ahok. Gerakan-gerakan sudah dimulai untuk mengalahkan Ahok di Pilkada DKI Februari 2017 nanti. Penantang yang paling getol untuk maju adalah Yusril. Meskipun memiliki partai, tetapi sang penantang satu ini tidak akan menggunakan kereta partainya. Ini agak aneh juga sebenarnya. Lalu partainya untuk apa?

Sowan-sowanan politik sudah dilakukan beliau. Hingga terakhir meminta ‘semacam’ persetujuan dari ketua partai demokrat. Dengan lantang Yusril mengatakan kalau ketua partai Demokrat sudah mendukungnya untuk jadi calon penantang. Emang apa untungnya bagi partai Demokrat untuk mendukung Yusril? Apa partai demokrat tidak punya calon? Pastinya partai Demokrat akan mendorong calon dari partainya sendiri. Agak ‘menyimpang’ sepertinya cara berfikirnya Yusril ketika mengatakan bahwa dia dapat dukungan dari partai demokrat.

Penantang lainnya juga melakukan manuver-manuver ‘canggih’ dengan memutar lagu lama. Sudah sering diingatkan untuk tidak menggunakan senjata yang sama. Tetapi, masih digunakan. Pada diri orang Indonesia tertanam rasa empati yang tinggi. Orang Indonesia itu akan membela orang-orang yang diserang habis-habisan. Itu pernah terjadi kepada SBY ketika beliau berseberangan dengan Megawati pada 2004 lalu. SBY dengan sukses menuai simpati dari masyarakat. Tetapi, mungkin karena pada dasarnya sudah tidak punya peluru, para penantang menggunakan amunisi usang itu lagi.

Jamaknya, pertarungan seperti ini adalah adu program dan adu kelebihan. Alih-alih bermain di wilayah itu, kebanyakan para penantang menyerang program-program Ahok yang jelas-jelas banyak dicintai rakyatnya. Kalo Ahok menggaji banyak PPSU dan penggali kubur denan UMP DKI tanpa potongan kiri dan kanan, lalu memanusiakan para penduduk Jakarta yang tinggal di wilayah-wilayah kumuh, maka mereka menyerang dengan mengatakan bahwa itu adalah upaya kampanye terselubung. Ini mungkin karena kondisinya sudah seperti lagunya peterpan, kaki di kepala dan kepala di kaki. Tidak bisa lagi menerima dan menalar kalau itu menunjukkan Ahok sedang bekerja dengan benar.

Semakin hari popularitas Ahok semakin menjadi-jadi. Setidaknya dari pengumpulan KTP yang bertambah tiap hari, juga dukungan-dukungan dari para tokoh bangsa. Dukungan tidak langsung juga diberikan dengan mengungkapkan pandangan-pandangan positif terhadap Ahok dan kinerjanya.

Sebagai mana diungkapkan Yenni Wachid putri mantan Presiden Gusdur. “Dia pemberani dan tegas. Selaras dengan nilai utama Gus Dur, yaitu keksatriaan," kata anak kedua Gus Dur, Yenny Wahid di rumah pergerakan griya Gus Dur di Jalan Taman Amir Hamzah 8 Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (24/1/2016), seperti dilansir dari Tribun Jakarta. 

Lebih lanjut Yenni mengatakan "Sekarang Gubernurnya sudah selon. Ini bukan jawara lagi. Lagaknya melebihi jawara," ucap Yenny di Rumah Susun Sederhana Sewa Pesakih, Daan Mogot, Jakarta Barat, Sabtu (5/3/2016). "Tapi niatnya (Ahok) baik. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tepuk tangan untuk Pak Ahok," ucap Yenny lagi.

Kenyataan tak terelakkan ini ternyata disikapi semakin ‘brutal’. Gerakan ‘Asal Bukan Ahok’ merupakan suatu kekonyolan. Semua penantang sepakat dan bersatu untuk melawan Ahok dan memastikan ‘program’ Asal Bukan Ahok bisa berjalan mulus. Masing-masing sepertinya berbagai tugas. Ada yang sibuk ‘nyablak’ di media. Ada yang sibuk nyowan ke partai. Ada yang promosi diri sendiri sebagai ‘manusia emas’. Masih ada lagi yang memaksa KPK mentersangkakan Ahok. Mereka sama sekali tidak berbicara program. Tidak sama sekali mengatakan rencana yang dilakukan untuk Jakarta. Semuanya normatif . Mengatasi macet. Mengatasi banjir. Orang Jakarta pasti mengatakan, “Please tell me something that we don’t know”.

Satu penantang memiliki program yang ‘out of the box’, Dani. Dia berencana akan membuat fly over all over Jakarta. Bunyi program ini enak ditelinga karena memiliki berima. Mungkin program ini terinspirasi oleh kesenangan anaknya untuk kebut-kebutan di jalan. Nanti akan kita temukan ada flyover yang melintas di atas atap rumah, bahkan disamping jemuran lantai dua rumah tetangga.

Gerak-gerik para penantang ini mencerminkan kegalauan karena fakta yang bertentangan dengan harapan mereka sendiri. Alih-alih menenggelamkan popularitas Ahok, malah yang terjadi sebaliknya. Semua upaya yang dilakukan tanpa terencana. Model keroyokan yang dipakai menunjukkan ketidakpercayaan diri. Kebingungan mereka mengakibatkan salah tingkah yang berujung pada tejadinya random attack. Aksi-aski yang asal. Semakin mereka melangkah, semakin kelihatan salah tingkahnya. Para penantang ini seperti berputar-putar pada ketakutan dan ketidakpercayaan diri untuk mencalonkan diri menjadi penantang Ahok di pilkada nanti.

Mereka sama sekali tidak sadar, ketika Ahok datang, mereka pernah mengabaikan dia, mereka pernah mengejeknya dan masih, mereka menyerangnya dan masih dan akhirnya Ahok yang menang, sekarang dan nanti di 2017. Karena langkah-langkah yang diayunkan para penantang Ahok mencerminkan salah tingkah tingkat parah.

Catatan: Mohon maaf untuk ‘ketidakkreatifan saya’ karena masih menulis tentang Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun