Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Terimakasih Transjakarta, Terimakasih Kemacetan, Kolestrolku Terbakar Habis Hari Ini

26 Februari 2016   23:49 Diperbarui: 27 Februari 2016   00:57 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bus masih diam. Belum beringsut. Padahal baru satu menit bergerak dari halte ketiga dari pool-nya, halte dimana aku naik. Sopirnya cukup sopan untuk tidak membunyikan klakson keras-keras untuk mengusir para penyerobot jalurnya. Mau kemana juga para penyerobot itu. Sisi kirinya juga penuh dengan kendaraan. Aku keluarkan senjata andalan, gadget, karena tidak mungkin mengeluarkan buku, yang aku bawa kali ini agak besar. Tidak tahu berapa lama aku membaca status teman-teman di facebook dan beberapa berita di koran-koran online. Rasanya sudah lama. Aku memang merasakan beberapa kali bus bergerak lambat. Ketika aku memperhatikan keluar, bus masih belum juga sampai ke halte terdekatnya. Bus berhenti lagi. Penumpang mulai gelisah. Jam tangan ditangan dilirik. Sebagian lagi sibuk memperhatikan waktu di gadget masing-masing. Sebagian lagi menghayal, mungkin tentang mimpi indah tadi malam yang tidak tuntas.

Pak polisi tidak juga kelihatan di jalan untuk melancarkan arus. Tidak mungkin juga, mau menggeser kemana. Jalur-jalur sudah penuh dari semua arah. Tidak ada yang bisa digunakan sebagai jalur contraflow. Semuanya hanya menunggu, harus dengan kesabaran ganda tingkat tinggi.

Kaki-kakiku sudah mulai pegal. Tidak biasanya pegal ini menyerang. Mungkin karena sudah terlalu lama berdiri. Dan belum ada tanda-tanda bus akan bergerak. Kemacetan  ini mungkin karena hujan sedari malam yang merata membasahi Jakarta. Akankan ada kemacetan seharian seperti beberapa waktu lalu. Pikiran-pikiranku sudah mulai memberontak mengeluarkan tuduhan-tuduhan. Hal itu merasuki pikiranku karena memang Jakarta biasanya akan banjir jika hujan turun seharian seperti kemarin itu.

Aku mencoba cek di berita online dan menemukan beberapa berita yang mengatakan beberapa wilayah di Jakarta tergenang dan banjir. Wilayah-wilayah tradisional banjir, memang mengalami banjir. Tapi tidak banyak meskipun tetap mengakibatkan macet yang panjang. Mungkin dalam satu tahun ini, sejak banjir tahun lalu jumlah kendaraannya juga sudah bertambah secara signifikan. Jadi kombinasinya bisa jadi hujan seharian yang tidak terlalu mengakibatkan banjir dan jumlah kendaraan yang meningkat.

Tepat menjeleng jam ketiga setengah, dengan pola berjalan-berhenti yang dilakukan ratusan kali, bus itu melewati halte kedua terakhir. Perlahan tapi pasti, bus menuju halte teakhir. Mendekati halte untuk turun, penumpang masih harus menunggu. Antrian bus masih panjang. Bus-bus dari jalur lain juga mengantri menurunkan penumpang. Banyak penumpang sudah merasakan pegal di kaki-kaki mereka. Menggerak-gerakkan kaki, itu yang dilakukan banyak penumpang. Ketika giliran tiba, pintu dibuka dan para penumpang menghambur. Tergesa-gesa. Mereka masih harus menyeberangi jembatan penyeberangan orang menuju halte dimana bus berikutnya yang membawa mereka ketujuan akhirnya berada. Mereka masih harus berdiri.

Hampir 40 menit berikutnya, aku tiba dihalte tujuan dan masih melanjutkan dengan jalan kaki menuju kantor di salah satu gedung megah itu. Dengan demikian total perjalanan pergi ke kantor menghabiskan waktu empat jam lebih. Dan dalam empat jam lebih itu, aku terus berdiri. Kali ini karena memang aku tidak dapat tempat duduk. Kalau tahu dari awal kemacetan akan menyergap, aku akan memilih untuk merebut satu kursi. Dengan badan segede itu, pastilah aku bisa mendapatkan satu kursi. Tapi itu tidak mungkin, karena aku tidak akan melakukannya.

Justru yang aku lakukan adalah berterimakasih kepada kemacetan pagi ini dan juga kepada transjakarta yang mulai dicintai para pemakainya. Kemacetan yang diakibatkan hujan seharian ini dan jumlah bus yang sedikit karena katanya tertahan di jalan dan di pool, aku berdiri selama lebih dari 4 jam menuju kantor. Perjalanan menuju rumah pada sore harinya hampir mencapai 2 jam setengah. Sehari ini, aku berdiri hampir 7 jam. Dengan waktu sebanyak itu berdiri, itu berarti aku membakar banyak kolesterolku, mengurangi banyak gula darahku.  Ini tentunya hal baik bagi tubuhku.

Untuk itu, sekali lagi terimakasih kemacetan. Terimakasih transjakarta. Aku tentunya besok hari akan lebih bugar dan tidak terlalu khawatir akan terkena diabetes. Karena kombinasi kemacetan dan sedikitnya jumlah bus transjakarta yang tersedia, kolestrolku terbakar habis hari ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun