Pada bagian lain jalur Transjakarta, penumpang masih bisa merasa bersyukur. Kendaraan-kendaraan yang digunakan masih dari kelompok yang baru dan lebih baik. Seperti yang mengaspal di Koridor I Blok M-Kota. Jalur yang melewati jalan-jalan protokol utama di Jakarta, dilengkapi dengan bus-bus yang lebih baik bahkan yang terbaru bermerek Scania. Ini mungkin karena di sepanjang jalan tersebut terdapat kantor-kantor perwakilan negara asing, perusahaan-perusahaan asing dan masyarakat asing yang bekerja di kantor-kantor tersebut. Jalur ini perlu kelihatan kinclong dan lancar. Jalur ini menjadi semacam etalase Transjakarta dan Jakarta. Seolah-olah semua bus Transjakarta sudah baik, canggih dan lancar serta tersedia setiap saat, seperti yang tersaji di koridor ini.
Sementara di jalur-jalur lain, di koridor-koridor lain, yang mungkin tidak dilihat oleh mata orang asing, yang tersembunyi dari wajah gemerlap lingkaran satu Kota Jakarta, bus-bus abu-abu yang dari generasi terdahulu, yang seakan-akan mau pecah itu, masih disetiakan untuk melayani penumpang yang jumlahnya relatif sama dengan jalur etalase itu. Bus-bus tua Transjakarta itu dengan segala keringkihannya dipaksa, dihela untuk memindahkan para pekerja dari rumah ke kantor dan sebaliknya, ketika mereka sudah lelah dan ingin segera bertemu dengan orang-orang yang mereka cintai. Pemerintah penyedia jasa bus Transjakarta itu seperti tidak peduli dengan apa yang mereka sajikan. Bus-bus tua yang sudah ringkih masih dioperasikan. Mereka, penumpang, seolah-olah juga tidak peduli.
Penumpang tidak memiliki pilihan selain menaiki si kusam reyot yang bising dan terlihat kelelahan ketika dihela. Bunyi-bunyian yang ramai sepanjang perjalanan menimbulkan cemas. Dan setiap kali mereka menaikinya, mereka harus menepis cemas yang perlahan merambati urat-urat mereka. Cemas yang muncul dari pengalaman-pengalaman dan kejadian-kejadian yang lalu. Cemas yang entah bagaimana menepisnya ketika melangkah ke dalam bus Transjakarta yang abu-abu itu.
Padahal, Pak Wakil Gubernur Ibu Kota ini sudah menyampaikan untuk tidak menggunakan bus-bus tua. “Saya sudah sampaikan ke Pak Kosasih (Direktur Utama PT Transjakarta) supaya bus-bus yang sudah tua jangan dioperasikan lagi, cepat-cepat dikandangkan saja daripada berisiko," ujar Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa di awal bulan Juni tahun 2015. Tampaknya, karena hanya disampaikan, tidak terjadi apa-apa. Tampaknya, karena tidak begitu tegas, tidak terjadi perubahan dan bus-bus ringkih itu masih dibiarkan berkeliaran di jalur-jalur Transjakarta.
Semua kejadian itu adalah kisah enam hingga tujuh bulan lalu di tahun 2015 hingga awal Januari 2016 di koridor 4 dan koridor lain di luar koridor etalase. Kini bus-bus yang mengalir tidak lagi abu-abu kusam dan butut. Bus-bus sedang yang dioperasikan sudah berdandan. Kopaja yang bergabung dengan Transjakarta berusaha memperindah armadanya. Air Conditioner dan pintu geser otomatis tersaji. Bus-bus baru sudah mulai menjalari koridor Pulo Gadung-Dukuh atas ini. Udara yang dihembuskan air conditioner-nya juga sudah jauh lebih dingin. Badan bus terasa lebih solid dibandingkan bus zongthong yang namanya saja agak sulit mengingat dan mengucapkannya dan seperti sama dengan lontong baik nama maupun “kelenturannya”. Lantai lebih bersih. Tidak terlihat sampah yang biasanya nangkring di pojok-pojok dan bawah kursi penumpang. Perjalanan lebih nyaman dibandingkan dengan menumpang “odong-odong” abu-abu itu.
[caption caption="Bus Kopaja bermerek Toyota yang terintegrasi transjakarta. (Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)"]
Belum lagi jalur transjakarta yang tidak mulus, bergelombang dan sekarang banyak yang berlubang. Hentakan-hentakan bus karena jalan yang berlobang sangat tidak nyaman jika penumpang berdiri sambil berpengangan sambil tetap awas karena peringatan dari petugas bus tentang perlunya memperhatikan barang-barang demi keamanan. Mungkin ada copet yang ikut menumpang. Terkadang bus melaju dengan sangat cepat dan penumpang terguncang-guncang di dalamnya.
Sudah banyak yang dilakukan. Termasuk mengganti direktur perusahaan pengelola. Tapi masih ada cemas itu, sedikit lagi, karena saya sadar kondisi bangsa ini, bisa membuat tetapi belum bisa merawat dan mengoperasikannya sesuai dengan standar. Padahal, mimpinya masih ingin seperti negara tetangga yang namanya terletak antara singathree dan singafive. Tapi, dengan segala kekurangannya saat ini, terima kasih tetap diungkapkan kepada sang pemimpin, yang sudah bekerja sangat keras mewujudkannya dan masih akan terus bekerja mewujudkannya. Dengan segala upaya yang dikerjakan, mimpi itu akan terwujud. Sementara saya dan ribuan penumpang Transjakarta masih harus menahan sedikit lagi cemas di koridor-koridor itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H