Mella Monicca, itulah namanya. Perempuan mungil yang menanggung dua gunung besar dipelukannya. Berambut abu-abu bakso, panjang menjulur kepintu rumah tetangga. Gigi dan matanya kuning, seperti pecandu tai. Rambut ketiaknya rimba merumpai sampai pinggul kecilnya. Anak-anak kecil di desa mengenalnya dengan Dewi Hujan, putri sesosok jenglot yang kawin silang dengan naga kayangan.Â
Ia adalah gadis fanatik guyuran hujan sepanjang sejarah kemanusiaan. Mengapa tidak, prilakunya lebih dari kata nyeleneh, bahkan mendekati dewa gila. Gila hujan. Namun, di usianya yang ke dua puluh satu tahun. Setelah ia hampir mati diperkosa sekelompok kucing garong dan ditemukan di gorong-gorong rumah suci. Fisiknya menjadi tak terawat dan pertumbuhan rambut di tubuhnya sangat cepat.Â
***
Hari itu, minggu siang. Di waktu matahari sedang bersenggama dengan dewa petir di langit ke lima. Air keringatnya menjadi butiran hujan yang membasahi keringnya bumi jam dua belas petang. Mella monicca si remaja puber, berusia 16 tahun . Sedang berjungkat-jungkit, seakan menari bersama dedaunan cengkeh yang terhantam triliunan kali hujan siang. Ia begitu bahagia. Padahal di waktu bersamaan, ia sedang membolos dari kelas privat bahasa Prindapan.Â
Pelangi membelah kelabu awan siang itu, tepat pukul dua kelewatan dikit. Ayam, kodok, jangkrik, bebek, dan bayi tetangga, mulai mengumandangkan tanda selesainya hujan. Mella monicca bersandar pada batang pohon cengkeh, dengan kondisi kuyup dan penuh bercak coklat, sebab tanah basah. Sampai Beha berenda berwarna Hijaunya terlihat jelas, dibalik baju putih yang warnanya hampir menyatu mutlak dengan kulit perut yang berwarna putih kemerahan dan  hijaunya warna Beha, sebab guyuran hujan. Rupanya ia tertidur, mungkin kelelahan, atau kebiasaan, barangkali sengaja menunggu jam tiga sore, dimana itu adalah waktunya ia untuk mengetuk pintu rumah untuk pulang.Â
Di jarak dua ratus meter, dari pohon cengkeh, tempat Mella Monicca tertidur lelap. Terdengar beberapa suara lelaki yang sedang bercakap-cakap dan benturan telapak sandal diatas air sisa hujan dengan tanah basah.
"Kata temen kampus gua, di warung kopi, samping sekolah SD kampung tetangga, penjualnya gadis muda dari Korea! Cantiknya kebangetan lah pokonya" salah satu lelaki berbicara pada teman-temannya.
"Lah masa iya? Tapi cocok tuh. Apalagi di cuaca dingin setelah hujan gini. Yakan? Seseorang yang lain menanggapi, sembari menyenggol teman lainnya dengan sikut tangan kerempengnya.
Pada pertengahan jalan menuju warung kopi yang dijaga wanita Korea. Sekelompok lelaki itu terperanjat, melihat tubuh semampai yang tersandar pada salah satu pohon cengkeh, dengan kondisi tubuh yang cukup membuat tenggorokan para lelaki itu seakan kering dan tak henti-hentinya menelan air ludah. Seperti kucing yang melihat ikan mas di jalanan. Gerombolan lelaki itu membopong Mella Monicca. Tetapi, belum juga sampai ke pangkuan, Ia tersadarkan dan terkaget-kaget dengan situasi yang sedang ia dapati.
"Ada apa ini, Siapa kalian?" Tanya Mella Monicca terkejut.Â
"Shuuttt" seorang lelaki bertubuh lumayan gempal, menutup mulut Mella Monicca dengan jari telunjuknya, dengan disusul dengan pukulan keras di tengkuk kepalanya.Â
Mella Monicca dewi hujan itupun tak sadarkan diri seketika. Sekelompok kecil lelaki itu, membawanya ke sebuah pabrik penggilingan beras yang sudah tak terpakai yang jaraknya tidak jauh dari pohon cengkeh, dimana Mella Monicca sebelumnya begitu riang bahagia. Sekelompok lelaki bajingan itu, seakan kehilangan akal sehat dan petuah-petuah agama di hatinya. Memporak-poranda keanggunan Mella Monicca secara bergilir.Â
****
Sejak kejadian lima tahun silam, setelah penduduk kampung, menemukan sesosok perempuan dengan pakaian compang-camping, tergeletak di digorong-gorong rumah ibadah. Mella Monicca si dewi hujan dikenal dengan puteri sesosok jenglot yang kawin silang dengan naga kayangan, sebab fisiknya yang begitu berantakan dan kerap kabur-kaburan dari rumahnya dan tidur di rumah ibadah. Tetapi ia kerap bersenandung riang di bawah guyuran hujan. Walau akalnya hilang di rampok sekelompok kucing garong yang tak lama setah kejadian itu mereka mendekam dibalik jeruji besi sebelum mati dibunuh oleh sekelompok geng didalam lapas.Â
Di usianya yang ke dua puluh satu tahun, Mella Monicca, dengan posisi bersandar pada pintu masuk rumah ibadah, menghembuskan nafas terakhirnya dengan senyuman, diiringi melodi yang dilantunkan gemuruh hujan beserta tarian daun-daun yang terbawa angin penghujan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H