Pandemi Covid-19 merupakan bencana internasional yang berdampak besar dalam setiap sendi kehidupan bangsa, termasuk bangsa Indonesia dari sabang sampai merauke. Adanya pendemi memberikan berbagai permasalahan serius terutama dalam dunia pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang biasa dikenal dengan UNESCO menyebut hampir 300 juta siswa di seluruh dunia terganggu kegiatan sekolah mereka dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan, begitu pun di Indonesia. Institusi pendidikan ditantang untuk dapat melaksanakan proses pendidikan sebaik mungkin tanpa harus mengabaikan kebijakan pemerintah, salah satunya mengawal berjalannya Program Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Â
Program Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim merupakan upaya pemerintah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan bangsa yang berkarakter unggul melalui pendidikan. Diharapkan dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar ini akan dapat membentuk karakter peserta didik untuk lebih berpikiran terbuka, berani, mandiri, sopan, beradab dan berbudi luhur, lebih berkompetensi, serta andal dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Selama ini, salah satu problem dunia pendidikan di Indonesia adalah proses belajar yang hanya bertumpu kepada pendidik sebagai sumber utama dan peserta didik sebagai subyek pasif.
Â
Pengawalan Program Merdeka Belajar ini merupakan tugas dan tanggungjawab setiap satuan pendidikan untuk menghasilkan peserta didik yang hadir sebagai subyek aktif. Situasi dan kondisi pandemi bukanlah menjadi sebuah alasan. Jika sebelumnya sistem pembelajaran konvensional yang mana mengejar kemampuan koginitif siswa lebih diutamakan, untuk sekarang lebih diberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpikiran terbuka dan mampu memecahkan masalah. Berprinsip dengan komitmen yang baik maka karakter siswa akan terbentuk sesuai dengan harapan dalam mempersiapkan generasi emas.
Â
Kabupaten Belu sebagai kota perbatasan pun dihadapkan dan ditantang dengan problem pendidikan ini. Kegiatan belajar mengajar yang selama ini dilakukan secara langsung, dengan cara tatap muka antara guru dan peserta didik mengalami penyesuaian secara mendadak dan terpaksa dilakukan oleh semua sekolah untuk mengurangi laju penyebaran Covid-19 tersebut. Adanya momentum pandemi Covid-19 turut berperan dalam proses penyesuaian penyelenggaraan pendidikan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Para guru dan peserta didik dipaksa untuk menggunakan dan menguasai teknologi dalam waktu singkat untuk pelaksanaan poses belajar mengajar. Tapi, seiring waktu berjalan, kunci dari membuat peserta didik belajar secara mandiri dalam menemukan sesuatu dan memecahkan masalah adalah membantu mereka "terhubung secara digital" dengan satu sama lain maupun dunia di sekitar mereka. Pada akhirnya program Merdeka Belajar yang telah dicetuskan dapat diaplikasikan sebaik mungkin.
Â
Sejatinya, proses pelaksanan pembelajaraan daring sangatlah mudah. Peserta didik hanya membutuhkan kuota internet beserta smartphone atau pun laptop sebagai alat penunjang. Melalui perangkat tersebut peserta didik dapat mengakses beragam aplikasi daring yang digunakan untuk belajar dan berinteraksi secara virtual dengan guru dan teman-temannya, hingga aktivitas mengunduh serta mengumpulkan tugas. Namun jika berkaca dari realita yang ada, kemudahan tersebut belum bisa dinikmati secara serempak oleh semua peserta didik, terlebih bagi mereka di desa yang akses internet sangat sukar dijangkau.
Â
Hadir sebagai icon kota perbatasan, Kabupaten Belu tidak sepenuhnya oke dalam hal kesiapan infrastruktur. Padahal, kesiapan infrastruktur dan SDM guru dalam pembelajaran daring/PJJ menjadi prasyarat terciptanya ekosistem pembelajaran yang baik guna mendapatkan pembelajaran yang berkualitas sebagaimana pembelajaran tatap muka. Â Salah satu kesiapan infrastruktur adalah jaringan internet yang cepat. Dari data potensi desa yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2020, 26.700 desa terjangkau jaringan 4G, 33.800 desa dapat menggunakan jaringan 3G dan 9.711 desa hanya dapat menerima jaringan 2G. Sementara itu, masih terdapat 6.961 desa yang belum terjangkau internet. Data di atas pun termasuk dengan data BPS Kabupaten Belu.