Saat ini, Negara kita Indonesia sedang dihadapkan pada kondisi yang sangat penting yaitu AEC atau Asean Economic Community dan Bonus Demografi. Dua hal tersebut bisa menjadi katalisator Indonesia untuk menjadi Negara maju jika dapat dimanfaatkan dengan baik. Namun, tentu saja suatau peluang memiliki resiko yang bisa muncul dan harus dihindari.
AEC(Asean Economic Community) atau juga disebut MEA(Masyarakat Ekonomi Asean) adalah suatu program milik Negara-negara anggota ASEAN yang menciptakan perdagangan bebas bagi Negara-negara asia tenggara. AEC akan menyebabkan arus ekonomi menjadi lebih mudah. Tidak hanya ekspor-impor barang dan jasa, transmigrasi tenaga kerja juga lebih mudah dilakukan. AEC akan mulai berjalan secara resmi pada tanggal 31 Desember 2015 dan berpuncak pada 2025.
Bonus Demografi adalah kondisi dimana penduduk usia produktif(usia 15-64 tahun) berjumlah sangat banyak di suatu Negara, sehingga suatu Negara memiliki sumber daya manusia yang melimpah dan usia beban yang sedikit. Bonus Demografi diproyeksikan akan terjadi pada tahun 2020 di Indonesia dan puncaknya pada tahun 2028-2030. Walau pada masa persiapan, pada tahun 2015 usia produktif di Indonesia sudah mendominasi jumlah penduduk
Dilihat dari informasi diatas, tahun 2015-2030 adalah periode di mana Indonesia dihadapkan dengan banyak peluang. Program ekonomi berupa perdagangan bebas sudah tersedia, Sumber Daya Manusia juga sudah melimpah, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana memanfaatkannya dengan optimal? Ekonom Asian Development Bank (ADB) Guntur Sugiyarto mengatakan, negara-negara di Asia memiliki potensi yang sangat besar di bidang ekonomi.
Dia mencontohkan Korea Selatan mampu melakukan akselerasi dari negara berpenghasilan rendah atau low income menjadi negara berpendapatan tinggi atau high income hanya dalam waktu 27 tahun."Korsel mulai dari low income, middle income ke high income itu hanya 27 tahun. Itu tidak pernah terjadi di dunia," ujar Guntur di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (11/12). Ia juga mengatakan bahwa Indonesia setelah 70 tahun kemerdekaan baru middle-income. Maka seharusnya Indonesia mampu menjadi high-income dalam kurun waktu 15 tahun ke depan.
Menghadapi AEC dan Bonus Demografi berturut-turut tidak semudah itu, ada beberapa resiko yang dapat terjadi jika kita salah mengambil langkah ke depannya. Salah satunya adalah tergesernya tenaga kerja asli Indonesia dengan tenaga kerja luar, bahkan yang akan banyak terganti adalah tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dikarenakan AEC membuka peluang transfer tenaga kerja dari tingkat apapun. Selain itu, UMKM juga beresiko hilang dikarenakan barang-barang Impor juga akan membanjiri pasar.
Resiko-resiko di atas bila sampai terjadi maka dampaknya yang paling terasa adalah saat Bonus Demografi terjadi, di mana akan banyak muncul penduduk usia produktif yang tidak produktif dan akan menjadi kelompok usia yang membebani. Untuk itu diperlukan upaya-upaya ekstra dari semua lapisan masyarakat.
Yang pertama, dari pemerintah, pemerintah memang memiliki peran yang sangat besar dalam menghadapi AEC dan bonus demografi, kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah tepat sasaran. Saat ini pemerintah telah membuat beberapa program untuk menghadapi AEC, antara lain adalah program Penguatan Daya Saing Ekonomi yang sudah terlihat dengan diluncurkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada 27 Mei 2011.
Selain itu ada program Aku Cinta Indonesia(ACI) yang merupakan program National Branding yang sudah berjalan sejak 2009 dan masih berlanjut. Dari sector lain pemerintah juga bertujuan memeperkuat sector UMKM dan ekonomi kreatif seperti yang diproramkan Bapak Presiden Joko Widodo. Indonesia juga sudah membentuk Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan KUKM(Koperasi Usaha Kecil dan Menengah) mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015. Di sisi lain pemerintah juga mulai meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, salah satunya adalah dengan membuat Kurikulum Nasional Berbasis Kompetensi yang bertujuan meningkatkan kompetensi pelajar-pelajar Indonesia.
Sementara itu, sebagian pendapat menyatakan bahwa Indonesia Belum Siap akan MEA/AEC 2015. Salah satunya, Direktur Eksekutif Core Indonesia (Hendri Saparini) menilai persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 masih belum optimal. Pemerintah baru melakukan sosialisasi tentang “Apa Itu MEA” belum pada sosialisasi apa yang harus dilakukan untuk memenangi MEA. Sosialisasi “Apa itu MEA" yang telah dilakukan pemerintah pun ternyata masih belum 100% karena sosialisasi baru dilaksanakan di 205 kabupaten dari jumlah 410 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Terlihat bahwa peran dari pemerintah saja belum cukup untuk menyongsong AEC, yang pasti diperlukan adalah dukungan dan usaha kita sebagai rakyat yang kedepannya juga akan menjalani dan merasakan AEC. Dari pernyataan Hendri Saparini di atas, salah satu hal yang harus kita lakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang AEC, kita tidak boleh hanya menunggu informasi itu datang. Dengan informasi lebih otomatis kita juga akan punya persiapan yang lebih juga. Hal lain yang bisa dan harus kita lakukan adalah pengembangan dan peningkatan kualitas diri kita. Kontribusi inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh Indonesia.