Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jodoh Kedua

17 Februari 2019   05:26 Diperbarui: 21 Februari 2019   07:55 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama itu pula aku tidak mampu menerimanya dalam kehidupanku. Apalagi sampai masuk menjadi bagian dari keluarga kecilku. Entahlah ... aku sendiri tidak mampu menggambarkan perasaanku sendiri.

Hexam dengan mudahnya mencuri perhatian Maura. Hampir setiap hari ia datang untuk bermain bersama Maura. Setiap akhir pekan juga ia sempatkan mengajak Maura jalan-jalan seperti sekarang ini. Ia asyik bermain di pantai bersama keponakan Hexam.

Sementara aku sibuk dengan warung nasi yang jadi penyambung hidupku dan anakku satu-satunya. Hexam selalu menyempatkan diri mampir ke warung. Sekedar memesan secangkir teh hangat, kadang juga membantu saat pelanggan warungku sedang banyak.

"Mbak...!" Suara Hexam membuyarkan lamunanku.

"Ya." Aku gelagapan karena terciduk sedang melamun sementara cowok di depanku menunggu sebuah jawaban.

"Mbak, aku serius."

"Kamu terlalu muda buat aku. Lagipula aku ini janda beranak satu. Sedang kamu lelaki bujang yang selayaknya mendapatkan wanita yang jauh lebih baik daripada aku." Lagi-lagi alasan ini yang keluar dari mulutku. Aku yakin, Hexam sudah khatam dengan jawabanku kali ini.

"Aku sudah bilang, aku terlanjur cinta sama mbak dan Maura. Walau banyak di luar sana gadis yang lebih muda dan cantik. Cuma Mbak yang selalu ada di pikiran dan hatiku." Hexam sudah mengatakan ini berkali-kali. Tidak berubah sejak ia ucalkan 2,5 tahun yang lalu. Ia masih menatapku dengan wajah serius.

Aku membalas tatapannya. Hexam yang ada di hadapanku sekarang, bukan laki-laki ingusan berusia 12 tahun. Dia sudah berubah jadi cowok dewasa berusia 26 tahun yang memandangku dengan cara berbeda.

"Mbak, asal mbak tahu. Aku suka sama mbak sejak aku berusia 13 tahun. Aku mengagumi mbak sejak dulu. Tapi, aku sadar kalau aku tidak mungkin bisa bersaing dengan kakak-kakak kelas 2 SMA yang uang jajannya jauh lebih banyak. Saat itu, aku ingin memberikan hadiah spesial buat mbak. Tapi, aku nggak punya uang. Aku nggak mungkin berani mendekati mbak hanya bermodalkan kata-kata bocah ingusan."

Aku hampir tertawa mendengar kalimat terakhirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun