Beberapa waktu lalu, salah seorang anak remaja yang sering ke taman baca mengeluhkan beberapa hal. Seperti, stok alat tulis dan alat lukis yang sudah menipis bahkan hanya sisa-sisa yang sudah tidak bisa digunakan lagi.
Ada inisiatif yang muncul dari benak mereka ketika mereka mau menggambar dan aku sudab tidak punya uang untuk membeli cat warna. "Mbak, gimana kalau kita keliling minta sumbangan ke warga?" tanya Gugun beberapa waktu lalu. Pertanyaannya tidak perlu membuatku berpikir panjang untuk menjawab. Aku langsung bilang "Jangan!"
Aku tahu, sebuah taman baca yang aku buka secara mandiri, dengan biaya sendiri tentunya akan terasa sangat berat terlebih aku memang tidak punya penghasilan yang tetap. Tapi, setiap bulannya aku harus berusaha mendapatkan donasi buku, atau membeli buku baru dengan uang pribadi.
Sebuah tantangan yang berat ketika ingin memfasilitasi anak-anak namun kemampuan yang aku miliki terbatas.
Kenapa aku tidak mau meminta sumbangan ke rumah-rumah warga sekitar seperti yang dilakukan panitia HUT RI atau HUT Desa ketika akan menyelenggarakan sebuah acara? Bukannya sah-sah saja?
Warga juga mungkin tidak akan keberatan jika dimintai sumbangan untuk membelikan alat tulis maupun alat lukis. Tapi, aku hanya tidak ingin jika ada warga yang memang sebenarnya keberatan. Maka, aku ingin masyarakat sekitar bisa sadar dan membantu aktivitas di taman baca.Â
Sebab, aku belum mampu memberikan yang terbaik untuk warga. Aku mau mereka yang datang ke taman baca dengan hati ikhlad jika memang ingin menyumbang atau berdonasi untuk taman baca.
Aku lebih memilih donasi berupa barang daripada dalam bentuk uang. Misalnya, berdonasi buku, rak, meja, kursi dan lain-lain. Aku tidak mau meminta sumbangan karena banyak alasan yang sudah aku pertimbangkan sejak awal aku mendirikan taman baca.Â
Walau anak-anak bisa belajar secara gratis, berkreatifitas sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Menggunakan alat tulis maupun alat lukis tanpa membayar. Alat-alat itu aku dapatkan dari donasi teman-teman seniman di Balikpapan yang telah menggalang dana untuk taman bacaku.
Alhamdulillah, walau belum ada warga yang ikut peduli dengan taman bacaan yang aku buat. Ada beberapa teman penulis yang peduli dan mengirimkan donasi buku ke taman baca. Rata-rata semua donasi buku aku terima dari pulau Jawa. Selebihnya aku beli sendiri.
Hingga saat ini baru ada sekitar 800 buku di taman baca. Masih sangat jauh dari jumlah yang seharusnya yakni 5000 buku. Semoga saja taman bacaku bisa semakin berkembang dan koleksi bukunya semakin banyak.
Dan sampai hari ini, hampir setahun taman baca yang aku dirikan sudah mendapat bantuan dari beberapa rekan penulis, teman-teman pelaku seni dan perusahaan terdekat. Silahkan follow instagram @tbm.bungakertas.
Bisa dilihat di video ini untuk melihat cuplikan aktivitas di taman baca:
Saya berharap, taman baca ini bisa menjadi pusat belajar dan berkreasi untuk anak-anak, remaja dan pemuda-pemudi desa Beringin Agung. Saya juga sedang mencoba membuat tempat untuk berjualan di sebelahnya, supaya saya bisa menghasilkan uang sendiri untuk taman baca dan menambah koleksi buku tanpa harus mengandalkan donasi yang tidak bisa dipastikan ada setiap minggu atau setiap bulannya.
Ukuran bangunannya memang masih sangat kecil dan kadang sampai harus masuk ke ruangan pribadi rumah saya. Tapi, itu tidak menjadi masalah bagi saya, yang penting mereka mau berkumpul di sini dan saya bisa melihat apa yang mereka lakukan tidak melanggar norma dan etika di masyarakat.
Mereka wajib membaca buku terlebih dahulu sebelum bermain bersama. Terima kasih untuk semua pihak yang telah mendukung adanya taman baca ini. Semoga bisa bermanfaat untuk masyarakat desa Beringin Agung pada khususnya dan seluruh warga Indonesia di mana pun anda berada.
Salam literasi...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H