"Ladalah ...! Ono opo to iki? Panggil Si Gendeng! Dia harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!" Mbak Daya terkejut. Secepat kilat ia mengibaskan roknya dan kami pun berpindah ke ruang penasehat kerajaan. Ikmal Wong Gendeng sedang asyik mendengkur di pojokan bersama 30 ekor kucing kesayangannya.
"Guuuuussss Ikmaaal....!!!" Suara Mbak Daya menggelegar disertai suara petir yang langsung menyambar hidung Ikmal Wong Gendeng sampai gosong.
Ikmal langsung terbangun dan memasang kuda-kuda layaknya menghadapi serangan musuh.
"Ealah ... sampeyan to? Ono opo to, Yu?" Ikmal Wong Gendeng mengusap iler yang panjangnya sudah bermeter-meter.
"Kamu kebanyakan tidur! Lihat noh!" Mbak Daya menunjuk ke arah halaman istana. Dari jendela tanpa kaca yang ada di kamar Wong Gendeng, bisa terlihat jelas para kuda sibuk bersolek dan berlenggak-lenggok.
"Lah? Itu pada kenapa, yak?" Ikmal Wong Gendeng heran melihat tingkah para kuda. Para prajurit juga dibuat geleng-geleng kepala.
"Kita harus rapat!" Mbak Daya berjalan ke luar kamar Ikmal. Langsung menuju ruang pertemuan istana.
Bukannya menyelesaikan masalah, Pangeran Textra malah asyik duduk di singgasananya. Di sebelah kanannya ada Patih Muza yang sedang menyuapi buah pete kesukaan Pangeran. Di sebelah kirinya ada Dayang Vera yang siap menyuapi jus duren.
"Pangeran!" Aku langsung berteriak ketika mendapati Pangeran justru sedang bersenang-senang sementara kerajaan kacau balau.
"Eh ... Rin Muna, rindu aku ya? Sini duduk di pangkuanku!" goda Pangeran Textra.
Aku memutar bola mata. Genitnya pangeran memang tak akan pernah bisa hilang. Emang dasarnya dia terlalu memesona dan terlalu keren untuk menjadi seorang pangeran. Membuat semua wanita klepek-klepek. Untuk mendapatkan hati pangeran tidaklah mudah. Sebab, pangeran belum ingin menikah dan dia masih terlena dengan pelayanan manis dari banyak wanita di sekelilingnya.