Sementara Roby masuk ke dalam ruangan dengan santainya sambil cengengesan. Meraih satu kotak nasi kemudian bergabung dengan yang lain. Aku melirik sinis ke arahnya. "Awas kamu ya!" batinku. Aku yakin ini pasti ada hubungannya dengan Roby.
"Kenapa diam!? Kamu nggak menghargai saya lagi ngomong!"
"B ... bukan gitu, Pak. Saya masih mikir ...." Aku ingin memaki diriku sendiri. Kenapa kalimat ini yang keluar dari mulutku? Kalau udah gugup, nggak karuan menghadapi Pak Zoel.
"Mikir-mikir! Masih bisa kamu mikir!? Kamu nggak mikir kalau lagi ada masalah!?"
"Masalah apa?" Pikiranku melayang-layang, mencari sudut-sudut bayangan selama pertunjukkan. Aku merasa semuanya baik-baik saja. Entah apa yang dilihat oleh Pak Zoel sehingga ia terlihat marah. Sementara timku semuanya baik-baik saja. Tidak ada laporan kendala selama pertunjukkan berlangsung.
"Kamu koordinator acara dan nggak tau masalahnya apa? Ndak becus!"
Aku menarik napas berkali-kali. Mencoba menenangkan perasaanku. "Maaf, Pak. Kali ini saya bener-bener nggak tau masalahnya apa."
Pak Zoel langsung berceramah panjang lebar kali luas kali tinggi. Aku hanya mendengarkan sambil menggaruk keningku. Sudah menjadi hal biasa seperti ini. Hatiku mulai kebal menghadapi kemarahannya.
"Kamu tahu tanggung jawabku, kan?" tanya Pak Zoel kemudian.
Aku menganggukkan kepala.
"Jadi, udah tahu masalahnya apa?"