Yang menarik dari sebuah acara akbar ternyata bukan hanya acaranya itu sendiri. Ada sisi-sisi yang nyaris terlewatkan tapi punya daya bius yang menarik. Salah satunya kehadiran"pawang hujan". Mengapa ini menarik?. Panitia yang sudah bersusahpayah menyiapkan venue tentu tak mau acaranya buyar hanya karena hujan deras mengguyur dan bisa jadi banyak materialnya akan gagal berfungsi atau rusak.
Misalnya petasan tak menyala, para penari basah kuyup, lampu ornamen padam. Dan genangan air menanggu konsentrasi. Maka kehadiran seorang pawang hujan tiba-tiba bisa menyita perhatian. Ketika PON Aceu-Sumut 2024 dibuka juga menyiapkan antisipasi agar hujan tidak turun. Apakah panitia menyewa "Pawang Hujan", atau mungkin menghadirkan Raden Roro Istiati Wulandari alias Rara?
Kehadiran Rara yang disebut sebagai pawang hujan di sirkuit Mandalika ketika itu, membuat banyak orang jadi tahu, ternyata hujan bisa dikendalikan atau "dihentikan sesaat" oleh manusia melalui kendali pikiran.
Apalagi aksinya begitu menghebohkan. Saat di Sirkuit Mandalika, Rara Isti Wulandari, berhasil membuat hujan lebat yang sempat menunda start MotoGP Mandalika reda. Ia beraksi berkeliling Sirkuit Mandalika saat hujan deras melanda.
Tentu saja aksinya itu menarik perhatian para pembalap MotoGP yang sedang bersiap di paddock masing-masing yang notabene mungkin menganggap ritual itu sebagai sesuatu yang aneh karena terkesan mistis dan supranatural. Â Sehingga langsung viral di Twitter. Hal itu karena Rara berkeliling di bawah guyuran hujan deras sembari membawa mangkuknya dan membacakan mantra.
Tapi benarkah hal itu?. Tak sedikit orang juga meragukan. Saat Ajang balap di Mandalika digelar, kehadiran Rara dengan membawa peralatan khusus, seperti mangkuk emas untuk meredakan hujan di rea lokasi memang menjadi pusat perhatian, bahkan hingga ke manca negara.
Apalagi aksinya ketika membacakan mantra dan mengangkat alatnya tinggi-tinggi mangkuk emasnya.
Sebenarnya aksi seperti pawang itu memang menjadi sebuah tradisi atau kearifan lokal di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan menurut sebuah sumber media aksi itu juga ada tarifnya yang jumlahnya bervariasi.
Mulai dari harga Rp500 ribu untuk 1-4 jam, Rp750 ribu untuk 5-8 jam, dan Rp1 juta untuk satu hari penuh. Artinya masyarakat biasa juga sering memakai jasanya. Tentu bagi mereka yang memeprcayai atau meyakini ritual tersebut ada gunanya. Sebagiannya menganggap aksi tersebut tidak sesuai ajaran agama.
Tapi khusus untuk Mbak Rara ternyata dirinya digaji sebesar Rp5 juta per hari pada acara tersebut. Diketahui, ia dikontrak selama 21 hari kerja sebagai pawang hujan. Jika ditotalkan, maka jumlah bayaran yang diterima oleh Mbak Rara mencapai Rp 105 juta. Wow!
Terlepas dari debat tersebut, pawang hujan adalah sebuah julukan dari masyarakat Indonesia kepada seseorang yang ahli dalam mengendalikan hujan atau cuaca. Biasanya, orang tersebut mengatur cuaca dengan memindahkan awan.
Pawang hujan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Ilham Triadi Nagoro misalnya mengklaim bisa 'menaklukkan' hujan di sejumlah area khusus di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Ia mengendalikan hujan berbekal 5 keris dan 1.000 dupa.
Memangnya Apa yang dilakukan Pawang Hujan