Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghadapi Guru dan Siswa yang Tone Deaf di Sekolah Apa yang Harus Dilakukan?

7 September 2024   22:10 Diperbarui: 7 September 2024   22:11 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi interkasi guru dan siswa di kelas/sumber gambar kompas.com

Bicara soal tone deaf memang menarik, apalagi jika temuan masalahnya justru di lingkungan sekolah. Sesuatu yang jamak bisa terjadi mengingat sekolah juga menjadi tempat berkumpulnya banyak orang dengan begitu banyak kepribadian.

Di sekolah, kualitas interaksi antara guru dan siswa sangat mempengaruhi proses belajar mengajar yang dilakukan. Namun, salah satu tantangan yang sering kali kurang mendapatkan perhatian adalah menghadapi situasi ketika guru maupun siswa mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan perbedaan, terutama dalam hal kepekaan emosional atau "tone deafness" terkait masalah komunikasi. 

Tone deafness, merujuk pada ketidakmampuan memahami sisi emosional atau sosial saat berinteraksi. Hal ini bisa menjadi masalah besar di lingkungan sekolah, dan bisa mempengaruhi hubungan antar individu yang bisa menganggu perkembangan emosional serta akademis siswa. 

Penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan tone deafness ketika dikaitkan dengan lingkungan sekolah. Tone deafness berkaitan dengan ketidakmampuan untuk menangkap dan merespons sisi emosional dalam komunikasi. 

Seorang guru atau siswa yang tone deaf mungkin sulit membaca sinyal emosional dari orang lain, akibatnya mereka kesulitan dalam berinteraksi secara efektif dan sensitif. Misalnya, seorang guru yang tone deaf mungkin tidak menyadari ketika seorang siswa merasa tertekan atau tidak nyaman dengan metode pengajaran yang digunakannya, Sedangkan siswa yang tone deaf mungkin kesulitan untuk memahami atau merespons isyarat sosial dari teman sekelasnya, menyebabkan konflik atau isolasi sosial.

Ilustrasi interaksi guru dan siswa/sumber gambar tirto.id
Ilustrasi interaksi guru dan siswa/sumber gambar tirto.id

Bukan fenomena ini sebenarnya sesuatu yang menarik dan dalam kenyataannya sering ditemukan.

Tantangan utama dalam menghadapi tone deafness di lingkungan sekolah, adalah mengidentifikasi masalah ini tanpa menghakimi atau menciptakan stigma. Guru dan siswa yang mengalami tone deafness sering kali tidak menyadari kekurangan mereka dan mungkin merasa frustrasi jika mereka dianggap tidak peka atau tidak peduli. 

Oleh karena itu, pendekatan pertama dalam mengatasi masalah ini adalah menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif, di mana kesalahan atau kekurangan dipandang sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai cacat pribadi.

Salah satu strategi yang bisa kita lakukan adalah pelatihan keterampilan sosial dan emosional untuk guru dan siswa. Pelatihan ini bisa berwujud teknik-teknik seperti pemantauan bahasa tubuh, mendengarkan aktif, dan empati. 

Bagi guru, ini bisa membantu mereka dalam merancang metode pengajaran yang lebih sensitif terhadap kebutuhan emosional siswa. 

Misalnya, dengan memahami lebih baik bagaimana mendeteksi tanda-tanda stres atau ketidaknyamanan, guru bisa menyesuaikan pendekatannya dan memberikan dukungan yang lebih sesuai. Di sisi lain, siswa juga bisa diajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan lebih efektif, membaca isyarat sosial, dan mengembangkan empati terhadap orang lain.

Sebenarnya ada cara lain yang bisa dilakukan, yaitu dengan mendorong praktik reflektif di dalam kelas. Guru bisa menggunakan pendekatan seperti umpan balik konstruktif dan refleksi diri untuk menilai bagaimana cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. 

Misalnya, setelah memberikan pelajaran atau berinteraksi dengan siswa, guru bisa meminta umpan balik dari siswa mengenai bagaimana mereka merasa tentang pendekatan tersebut. Langkah ini tidak hanya membantu guru untuk menyadari dan memperbaiki kekurangan mereka, tetapi juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk merasa didengar dan dihargai.

Penerapan pendekatan berbasis komunitas juga merupakan cara yang efektif untuk menangani tone deafness. Caranya dengan membangun budaya sekolah yang inklusif dan suportif untuk bisa membantu semua anggota komunitas sekolah untuk merasa lebih terhubung dan memahami satu sama lain. 

Ilsutrasi siswa didalam kelas/sumber gambar kompas.com
Ilsutrasi siswa didalam kelas/sumber gambar kompas.com

Bentuknya bisa kegiatan seperti kelompok diskusi, proyek kolaboratif, dan acara komunitas yang bisa membantu siswa dan guru untuk saling memahami perspektif dan pengalaman yang berbeda. Dalam kaitan dengan masalah ini, pembelajaran sosial-emosional bukan hanya menjadi tanggung jawab individu tetapi juga merupakan bagian integral dari budaya sekolah.

Dan sebenarnya yang tidak kalah penting adalah peran keluarga. Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan bisa memperkuat upaya sekolah dalam mengatasi tone deafness. 

Caranya, orang tua bisa bekerja sama dengan guru untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan dukungan yang konsisten di rumah dan di sekolah. 

Misalnya, orang tua bisa terlibat dalam program pelatihan atau diskusi tentang bagaimana mendukung anak-anak mereka dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional. Dengan dukungan yang kohesif dari rumah dan sekolah, siswa akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi.

Ilustrasi siswa belajar di kelas/sumber gambar tanoto foundation
Ilustrasi siswa belajar di kelas/sumber gambar tanoto foundation

Jika sarana tersedia, teknologi juga bisa menjadi sarana penting mengingat bahan ajar digital seperti aplikasi pembelajaran dan platform komunikasi yang memungkinkan feedback anonim bisa membantu guru dan siswa untuk lebih mudah berkomunikasi dan mengidentifikasi masalah dalam interaksi mereka. 

Misalnya, aplikasi yang memungkinkan siswa untuk memberikan umpan balik tentang pelajaran secara langsung bisa membantu guru memahami lebih baik bagaimana perasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Pendekatan ini menjadi sangt interaktif dan menarik.

Meskipun menghadapi guru dan siswa yang tone deaf di sekolah tidak mudah, pendekatan yang holistik dan berlapis bisa menjadi solusi yang baik untuk membantu mengatasi tone deafness dan mempromosikan interaksi yang lebih efektif dan harmonis di lingkungan sekolah.  Terutama untuk membantu siswa dan guru untuk berkembang sebagai individu yang lebih empatik dan sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun