Seorang teman pernah mengeluhkan, jika bos dimana ia bekerja selalu menggunakan kosakatayang sama saat menyuruh stafnya. "Bukan cuma kamu yang mau kerja disini, diluar sana masih banyak orang antri minta kerja disini". Kata-kata itu selalu menjadi ancaman psikologis yang lebih berbahaya daripada tindakan fisik.Â
Pada akhirnya ia sering menuruti apa kata bosnya daripada menolaknya.Tekanan psikologis ini adalah halyang umum terjadi di dunia kerja apalagi krena relasi kuasa bos dan bawahan yang memnag jauh berbeda.
Namun tidak sedikit para bos atau atasan yang menggunakan rasa berhutang budi atau menggunakan kesalahan para bawahannya untuk menekannya dengan memberi perintah yang sulit ditolak. Dengan cara mengungkit masalah sebagai cara memberi tekanan. Cara-cara seperti ini juga menjadi bentuk "intimidasi halus" dari atasan kepada bawahannya dengan memanfaatkan sisi emosionalnya.
Namun yang sering dipraktikkan seperti sering kita lihat di dalam sinetron adalah menggunakan sisi antagonis atasan sebagai ancamannya agar bawahannya menuruti perintahnya. Untuk kategori ini jelas saja para anakbuah bisa "keder" dan jatuh mental.Dan mau tak mau langsung menuruti perintah.
Dan caralain meskipun seolah baik namun juga bagian dari cara-cara buruk dalam manajemen personalia adalah ketika atasan membujuk dengan janji-janji, insentif agar bawahannya menurut dan percaya adanya imbalan seolah-olah mutualis simbiosis.
Namun tidak sedikit bos yang memuji-muji anak buahnya dengan tujuan agar menuruti perintah karena merasa mendapat perhatian atau dukungan dari pimpinannya, dibandingkan staf lainnya, sekalipun hal itu sebenarnya hanya bagian dari "modus" agar bawahan menuruti perintahnya.
Dengan begitu banyak pola atau "modus"pimpinan ketika mendelegasika tugas atau tanggungjawab dengan paksaan, memang membutuhkan mentalitas dan kemahiran kita ketika harus berhadapan dengan pimpinan secara langsung. Sikap tegas kita yang tidak mudah berkata "iya" bisa menjadi hal ayng diperhitungkan oleh pimpinan kita.
Karena sikap itu bisa menujukkan profesionalisme kita terhadap pekerjaan, sehingga bisa membuat kita bisa bersikapsedikit tenang saat menghadapi tekanan atau masalah. Ini juga bisa membantu kita mengontrol sikap impulsif yang bisa menjadi toxic hubungan dengan bos.
Meskipun kita menyadari tekanan dari bos, kita juga harus berusaha tenang dengan memahami maksudnya sebelum memberikan reaksi.
Memang diperlukan pemahaman tugas dan tanggungjawab kita agar, kita bisa memberikan argumen apa yang bisa menjadi alsan kita menolaknya, apalagi jika risiko tugas tersebut bisa menganggu tugas utama atau tugas lain yang sedang menjadi prioritas kita. Dengan mengkomunikasikannya dengan jelas, mungkin bos atau pimpinan bisa memahami substansi masalahnya.
Termasuk peluang untuk menegosiasi memberikan solusi yang lebih baik sebagai altenatifnya untuk mendukung argumen kita sebagai alasan penolakan. Ini menjadi cara cerdas menghindari  kemungkinan konflik atau konfrontasi yang mungkin bisa terjadi antara kita dan pimpinan.
Jika semua solusi tak berjalan baik,kita bisa memanfaatkan kolaborasi kita dengan staf lain untukmenyelesaikan masalah agar tidak menjadi tekanan yang menganggu pekerjaan kita.
Intinya bahwa menolak permintaan atasan memang tidak mudah, sekalipun kita telah mengenalnya dengan baik. Apalagi yang mengetahui tabiatnya yang bossy dan sulit ditolak perintahnya. Â Sehingga menolak atasan butuh kemahiran meskipun tidak mudah dalam praktiknya karena penuh basa-basi etika.
Berdasarkan pengalaman, kita memang harus bisa menilai dan memahami situasi sebelum merespons. Ketika kita memahami tugas tersebut dengan baik, bisa mengukur kemungkinan jangka waktu pengerjaannya, kita bisa tahu urgensi dan pentingnya tugas baru yang dipaksakan atasan. Dengan berbagai alasan yang masuk akal, bukan sekedar reaksi spontan mungkin bisa menjadi alasan penolakan.
Paling tidak selain berupa"penolakan" ada tawaran alternatif, karena daripada menolak mentah-mentah, usulkan alternatif seperti mendelegasikan tugas kepada anggota tim lain yang mungkin memiliki bandwidth atau menegosiasikan jadwal revisi yang bisa menyesuaikan dengan prioritas yang sedang kita kerjakan saat ini. Paling tidak atasan akan merasa masih ada solusi lain untuk membereskan tugas  baru tersebut.