Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masalah PPDB Akan Terus Berulang, Jika Sistem dan Integritas Tetap Dilanggar!

28 Juni 2024   00:21 Diperbarui: 4 Juli 2024   21:29 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendaftaran PPDB di sebuah sekolah sumber gambar kompas.id

Tahun ini putri saya masuk sekolah menengah atas, dan seperti orang tua pada umumnya saya sudah memberikan saran beberapa sekolah yang ada dalam zonasinya. Termasuk sekolah dimana saya mengajar, namun seperti anak-anak lainnya ia memilih sendiri sekolah yang akan dimasukinya. 

Dengan beberapa prestasi yang dimilikinya ia berhak mendaftar melalui jalur khusus prestasi yang memang porsinya tersedia, dan itu memberikannya sedikit keleluasaan untuk memilih sendiri sekolah yang menjadi favoritnya. Namun tak sedikit yang melalui jalur non zonasi dengan cara yang tidak prosedural. Inilah yang kemudian memicu permasalahan yang terus berulang.

Permasalahan polemik PPDB yang berulang setiap tahun memang memprihatinkan. Tidak berlebihan jika kasus ini membutuhkan keseriusan Pemerintah untuk mengatasinya. Jika memang ada solusi terbaik seperti mengevaluasi kembali masalah daya tampung dan mutu guru serta sekolah yang sering menjadi alasan para orang tua "memaksakan" diri memasukannya di sekolah meski bukan berada di zonasinya.

Masalah PPDB, faktor penyebabnya kompleks, tidak hanya melulu karena jumlah sekolah negeri yang sedikit, daya tampung terbatas, atau kualitas sekolah negeri yang tidak merata. Terutama karena problem yang krusial dalam sistem PPDB kita yang masih rentan celah. Proses PPDB di beberapa daerah masih kurang transparan, sehingga membuka peluang manipulasi data dan praktik percaloan.

Verifikasi data calon peserta didik yang belum memadai, juga memungkinkan penggunaan dokumen palsu atau manipulasi data domisili. Ditambah pengawasan pelaksanaan PPDB yang masih belum optimal, sehingga oknum-oknum tertentu dapat leluasa melakukan kecurangan.

Pemalsuan data dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia adalah contoh konkret dari kecurangan yang meresahkan dalam situasi keterbatasan daya tampung dengan memanipulasi zona sekolah. Fenomena ini menyoroti sejumlah masalah struktural dan administratif yang belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah.

Faktanya kecurangan dalam PPDB tidak hanya terbatas pada manipulasi dokumen atau alamat palsu, tetapi juga melibatkan kurangnya transparansi, rendahnya integritas, serta kelemahan dalam sistem administratif pendidikan.

Ini bukan hanya persoalan ketidakadilan bagi para anak didik yang berprestasi, namun juga merusak integritas sistem PPDB itu sendiri. Ketika keinginan untuk memasukkan anak ke sekolah yang dianggap terbaik begitu tinggi, masyarakat cenderung mencari jalan pintas, mengorbankan prinsip kejujuran.

Meskipun Pemerintah daerah sering kali menanggapi dengan memperketat aturan verifikasi, tetapi tantangannya ternyata terus berlanjut karena daya kreativitas pelaku kecurangan juga meningkat.

Kasus seperti ini menunjukkan bahwa masalah PPDB tidak hanya soal keterbatasan sekolah negeri atau kualitas pendidikan yang tidak merata, tetapi juga tentang kepatuhan terhadap aturan dan integritas dalam pelaksanaan kebijakan publik.

Sehingga permasalahan PPDB tidak hanya menjadi persoalan teknis administratif, tetapi juga mencerminkan tantangan moral dan budaya yang harus dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas.

Persoalan di tingkat masyarakat juga menjadi persoalan tersendiri dalam polemik PPDB. Masyarakat masih berorientasi pada budaya mencari jalan pintas, sehingga obsesi untuk menempatkan anak di sekolah favorit sering kali mengalahkan prinsip kejujuran.

Dan ini artinya banyak orang tua dan oknum yang tidak memahami atau mengabaikan konsekuensi hukum dari kecurangan. Dan bisa jadi stimulannya adalah karena penindakan terhadap pelaku kecurangan sering kali tidak tegas dan konsisten.

Persoalan lain yang membuat PPDB juga menjadi masalah yang menyebabkan para orang tua selektif memilih sekolah terbaik meskipun dengan cara curang, karena masalah ketimpangan kualitas pendidikan. Semakin tinggi akreditasi dan gengsi sekolahnya semakin diburu dengan berbagai cara.

Sekolah yang bermutu juga tergantung pada distribusi guru yang tidak merata. Asumsi para orang tua, sekolah-sekolah negeri sering kali tidak memiliki guru berkualitas secara merata.

Serta tidak didukung infrastruktur yang memadai yang menurunkan daya tarik para orang tua memilih sekolah tersebut. Apalagi jika kurikulumnya kurang fleksibel yang tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Penyelesaian Masalah Butuh Keseriusan dan Kepatuhan Aturan

Sejauh ini yang terlihat adalah bahwa Pemerintah telah mencoba berbagai pendekatan untuk mengatasi masalah kecurangan dalam PPDB, tapi problem PPDB bukan soal yang mudah diselesaikan, terutama karena;  Keterbatasan Sumber Daya, bisa jadi ketidakseriusan Pemerintah karena memang berkaitan dengan keterbatasan sumber daya, personel, anggaran, maupun teknologi untuk memperkuat sistem PPDB dan melakukan pengawasan yang lebih efektif.

Begitu juga dengan koordinasi yang kurang efektif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan yang sering menghambat implementasi solusi yang holistik. Apalagi dalam realitasnya juga muncul indikasi adanya resistensi dari para pihak yang terlibat dalam praktik kecurangan karena kepentingan politik atau ekonomi yang membuat mereka tidak bersedia untuk berubah.

Dan masyarakat juga masih kurang kesadaran dan keterlibatan karena belum sepenuhnya menyadari pentingnya integritas dalam pendidikan dan kadang-kadang malah memperparah masalah dengan mendukung atau membiarkan kecurangan terjadi.

Sebenarnya persoalan sistem yang lemah harus dikuatkan sistem verifikasi dan pengawasannya. Terutama pengetatan verifikasi data calon siswa dengan dukungan teknologi untuk mendeteksi dokumen palsu. Implementasi sistem PPDB online yang terintegrasi dengan basis data kependudukan dan teknologi keamanan informasi yang canggih juga bisa menjadi pencegah manipulasi data.

Dan yang terpenting tentu saja soal peningkatan transparansi dan akuntabilitas dengan mempublikasikan semua aturan, prosedur, dan kriteria seleksi secara jelas kepada masyarakat.

Mungkin Pemerintah bisa menginisiasi penguatan keterlibatan komunitas pendidikan dalam proses PPDB melalui pembentukan tim pengawas independen yang terdiri dari unsur masyarakat, akademisi, dan aktivis masyarakat sipil untuk memantau pelaksanaan PPDB. Tim ini harus memiliki kewenangan untuk melakukan audit dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait perbaikan yang diperlukan.

Implementasi zonasi yang fleksibel dan berkeadilan dimana pengaturan zonasi PPDB harus dipertimbangkan ulang untuk memastikan keadilan akses pendidikan bagi semua anak, tanpa mengorbankan kualitas pendidikan.

Penyesuaian zona berdasarkan kriteria khusus, selain faktor geografis, zonasi juga dapat mempertimbangkan prestasi akademis, kebutuhan khusus siswa, atau kriteria lain yang relevan untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi mereka.

Sebenarnya problemnya masih dalam tataran masalah ketidakpatuhan terhadap aturan dan integritas dalam pelaksanaan kebijakan publik. Artinya bahwa meskpun kita  publik. Artinya bahwa meskipun kita mengadopsi sistem yang terbaik sekalipun tetapi jika soal integritas masih terus dilanggar maka tidak akan ada gunanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun