Suatu hari Mahatma Gandhi yang sibuk benar-benar terlambat naik kereta. Dia berlari menyusuri rel saat kereta mulai meninggalkan stasiun dan berusaha melompat ke bagian kelas tiga yang biasa dia naiki. Orang-orang lantas berusaha membantunya naik, tetapi saat mereka melakukannya, salah satu sandal Gandhi terlepas. Semua orang yang menyaksikan kecewa atas kejadian tersebut.
Sebelum ada yang bereaksi, Gandhi cepat-cepat meraih sandal yang tersisa di kaki, dan melemparkannya keluar pintu kereta ke rel. Orang-orang yang penasaran bertanya, "Mahatma, mengapa kamu membuang sandalmu yang lain ke luar sana?" Gandhi justru bingung sekaligus geli dengan pertanyaan itu dan menjawab, "Saya melempar sandal yang lain, karena sepasang sandal akan lebih berguna, bagi siapa pun yang menemukannya".Â
Apa hubungannya cerita sandal Gandhi dan peran perempuan dalam transisi energi adil?.
Ibarat sepasang sandal, kiri dan kanan, peran laki-laki dan perempuan dalam berbagai masalah lingkungan, termasuk proses transisi energi mestinya juga saling melengkapi sekalipun keduanya memiliki perbedaan, fisik, psikologis, sosial, maupun emosional.
Sepasang sandal (ibarat pasangan perempuan dan laki-laki), bisa menemani langkah kaki kita menjadi lebih dinamis, tidak pincang atau berat sebelah. Dibandingkan jika masing-masing berjalan secara sendiri-sendiri. Begitu juga mestinya saat  kita menginisiasi gagasan transisi energi menggunakan energi baru terbarukan (EBT) yang membutuhkan keseimbangan peran tersebut.
Namun dalam budaya patriarki yang mengakar kuat di seluruh bagian dunia menyebabkan ketimpangan itu muncul. Kondisi ini diperparah dengan stereotip yang mengganggap peran dan fungsi para perempuan sebagai pekerja rumah tangga---"penguasa" wilayah domestik tidak dianggap sebagai sebuah kontribusi penting.
Inilah mengapa dibanyak belahan dunia, peran perempuan masih terpinggirkan. Padahal jauh dipelosok negeri, dibelahan dunia yang ekstrim sekalipun tak sedikit para perempuan bukan hanya sebagai pengguna energi tapi juga para sosok inspiratif yang berdedikasi menggerakkan perubahan dan terlibat aktif dalam transisi energi menggunakan energi baru terbarukan (EBT).
Tentu saja peran mereka bukan sekedar untuk mendapatkan pengakuan, eksistensi atas keterlibatan mereka dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam lokal yang akrab dengan keseharian wilayah domestiknya.
Peran besar tersebut adalah sesuatu yang sangat alami dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kemampuan perempuan mengelola energi lokal yang menjadi bagian dari perannya sebagai---perempuan sejati.
Peran Tradisi dan Kearifan Lokal Sebagai Pembelajar Alami Para Ibu
Peran perempuan sebenarnya sejak lama telah menjadi bagian dari pelaksanaan sebuah strategi dalam transisi energi. Meskipun realitasnya, peran perempuan secara formalitas sering diabaikan. Tapi buktinya mereka kini justru semakin banyak menjadi pioner dalam aksi dalam transisi Energi Baru Terbarukan (EBT).