Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Membangun Rantai Pasok Bisnis Hewan Kurban yang Sehat, Semua Harus Terlibat!

11 Juni 2024   08:26 Diperbarui: 13 Juni 2024   10:05 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketersediaan ternak kurban yang memenuhi syarat syariah dan kesehatan menjadi kebutuhan substansial. Tak hanya para peternak, masyarakat yang secara mandiri beternak dan ingin menjualnya sebagai hewan kurban juga bisa menjadi bagian dari rantai pasok ternak kurban yang ada. 

Sejauh memenuhi syaratnya, baik secara syariah maupun secara kesehatan!.

Hanya saja tantangannya kesehatan ternak belum sepenuhnya menjadi perhatian. Masih banyak pelaku bisnis ternak hanya mendasarkan bisnisnya pada syarat syariah. Padahal masalah kesehatan ternak bukan hanya soal perlakuan peternak yang sesuai syariah atau tidak menyalahi animal welfare, tapi juga berkaitan dengan kesehatan kita, keamanan pangan, dan dalam jangka panjang berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi.

Itulah mengapa meskipun agama sangat menganjurkan memilih ternak untuk kurban harus memiliki syarat ternak yang sehat, masih dibutuhkan dukungan lain agar persyaratan "ternak sehat" tersebut benar-benar sesuai harapan kita.

Apalagi dalam perkembangannya masalah gangguan kesehatan ternak berupa penyakit ternak juga mengalami perkembangan. Berbagai jenis penyakit ternak baru muncul, dan dalam penanganannya belum sepenuhnya bisa berjalan baik. Terutama karena banyak peternak yang tidak masuk dalam skema penanganan berbagai penyakit ini.

Bahkan ada peternak yang mengobati ternaknya yang sakit secara tradisional, dengan ramuan obat kampung misalnya. Padahal mungkin penyakit yang menjangkiti ternaknya jenis penyakit baru berupa bakteri atau virus yang tidak bisa diatasi dengan obat tradisional.

Sementara dalam konteksnya dengan syariah, para ulama tentu saja hanya berpegang pada aturan syariah yang mendasar seperti jenis ternak standar yang termasuk Bahimah al-An'aam (binatang ternak) untuk kurban, kambing, atau sapi dan sejenisnya. 

Begitu juga kriteria mencakup kesehatan fisik ternak kurban;

Hewan kurban hendaknya yang sehat, baik dan tidak cacat, yaitu; Al-Aqran, hewan yang bertanduk lengkap; Samin, hewan yang gemuk badannya atau berdaging; dan Al-Amlah, hewan yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya.

Dan yang harus dihindari oleh para penjual ternak dan pembeli ternak kurban adalah ; Al-'Auraa, hewan yang buta salah satu matanya; Al-Mardhoh, hewan yang kesehatannya buruk, Al-'Arja, yaitu hewan yang memiliki cacat ditubuhnya seperti pincang; dan Al-Kasir, hewan yang kurus kering dan kotor.

Hewan ternak yang memenuhi syarat secara syariah dari segi umur; unta yang telah berumur 5 tahun, sapi telah berumur 2 tahun dan kambing telah berumur 1 tahun.

Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan berkembangnya berbagai gangguan penyakit ternak yang ada, aturan "sehat" secara syariah juga harus didukung oleh penanganan ternak berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan penanganan medis bagi hewan ternak yang termutakhir.

Kesehatan Ternak dan Aturan Mainnya

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh para penjual ternak kurban adalah penyakit dan infeksi yang bisa menyerang hewan ternak. Penyakit seperti antraks, brucellosis, dan penyakit mulut dan kuku (PMK) bisa menyebar dengan cepat dalam populasi ternak yang bisa berpengaruh besar dan merugikan para peternak.

Misalnya Antraks, adalah penyakit bakteri yang bisa menular kepada manusia dan menyebabkan komplikasi serius. PMK, menyebabkan penurunan produksi susu dan daging, serta menurunkan nilai ekonomi hewan ternak, apalagi yang hendak dijadikan hewan kurban.

Penularan penyakit ini sering kali diperparah oleh kondisi kandang yang tidak higienis, kurangnya vaksinasi, dan minimnya pemeriksaan kesehatan rutin.

Banyak peternak tradisional yang tidak memiliki akses atau tidak mampu membeli vaksin yang diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit.

Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang praktik peternakan yang baik sering kali membuat para peternak menjadi abai terhadap tanda-tanda awal penyakit pada hewan ternak mereka.

Masalah kesehatan ternak tak hanya berdampak pada hewannya, tapi juga pada ekonomi para peternak dan penjual ternak kurbannya.

Saat ternak sakit atau mati, kerugian finansial yang dialami bisa sangat besar. Selain itu, hewan yang tidak sehat atau tidak memenuhi standar kesehatan juga tidak dapat dijual sebagai hewan kurban, yang berarti penurunan pendapatan bagi para penjual ternak.

Masalah lainnya, soal dampak ekonomi juga berpengaruh pada konsumen. Apalagi ternak yang tidak sehat bisa menurunkan kualitas daging, berpengaruh pada kepercayaan konsumen terhadap produk ternak.

Dan jika ada wabah penyakit ternak yang meluas, harga daging bisa meningkat drastis karena penurunan pasokan daging yang berkualitas dan bersertifikat khusus, yang berdampak pada daya beli masyarakat.

Selain dampak ekonomi, masalah kesehatan ternak juga berdampak pada kesejahteraan sosial dan agama. Daging kurban harus dipastikan hewan yang menenuhi syarat kesehatan dan memenuhi syariat Islam. Jika hewan kurban tidak memenuhi kriteria kesehatan, ibadah kurban bisa dianggap tidak sah, yang bisa menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat.

Jika merujuk pada aturan Pemerintah, sebenarnya tentang hewan kurban telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114/Permentan/PD.410/9/2014 Tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban.

Artinya hewan kurban yang dijual atau menjadi bisnis yang akan kita lakukan harus memenuhi syarat syariat Islam, administrasi dan teknis yang diatur dalam Pasal 4 Permentan 114/2014 tersebut.

Jadi selain sehat, tidak cacat, cukup umur juga memenuhi syarat administrasi seperti; Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), surat yang menerangkan keadaan kesehatan hewan ternak yang dikeluarkan oleh otoritas veteriner daerah asal.

Juga disertai Rekomendasi pemasukan hewan dari otoritas veteriner kabupaten-kota atau otoritas veteriner propinsi daerah penerima sesuai dengan kewenangannya. 

Terakhir, Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan daerah asal ternak.

Dan syarat teknisnya merujuk pada hewan yang telah dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan oleh dokter hewana tau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan berwenang.

Jika diabaikan, ada sanksinya lho, yang diatur dalam Pasal 47 ayat (3) UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah diubah ke dalam aturan baru UU 41/2014, bahwa hewan atau kelompok hewan yang menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan berdasarkan visum dokter hewan harus dimusnahkan oleh tenaga kesehatan berdasar aturan kesejahteraan hewan.

Dan jika tetap dijual, diatur dalam Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UU 41/2014, sanksinya bisa berupa peringatan tertulis, pembayaran denda, hingga pencabutan izin bisnisnya. 

Artinya bahwa aturan penyediaan ternak untuk kurban membutuhkan jaringan rantai pasok yang baik, sekalipun sumber ternak berasaldari peliharaan mandiri masyarakat sekalipun. Selama memenuhi syarat tentu layak untuk diperjualbelikan dan tidak melanggar syariah. 

Namun jika terjadi pengabaikan syarat kesehatan ternak dan pada akhirnya ditemukan dalam rantai pasok tersebut ternak yang terinfeksi, akan sangat berbahaya menjadi penular bagi ternak sehat lainnya, bahkan bisa mengganggu ternak yang sudah tersertifikasi dan telah lolos pemeriksaan oleh para tenaga veteriner yang berkompeten.

Pada akhirnya ini akan menjadi gangguan ekonomi yang serius, bahkan menjadi ancaman kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.

Upaya Menjaga Ternak Tetap Sehat dan Aman Konsumsi

Perlu pendekatan yang holistik dan berkelanjutan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan ternak yang dihadapi oleh penjual ternak kurban. Penting untuk memperhatikan beberapa hal, termasuk peran serta para tenaga veteriner, yang terus melakukan penyuluhan secara intensif.

Pentingnya Vaksinasi dan Subsidi Vaksin Ternak; Pemerintah bisa bekerja sama untuk menyediakan akses vaksinasi yang lebih luas dan terjangkau bagi para peternak. Program subsidi vaksin dan kampanye kesadaran tentang pentingnya vaksinasi sangat urgen. Selain bisa mengurangi penyebaran penyakit juga membantu masalah vaksinasi ternak yang masih dirasakan berat abgi para peternak.

Jangan Abaikan Kesehatan Kandang Ternak; Standar kebersihan dan sanitasi kandang sangat urgen menjadi perhatian utama kita, terutama berkaitan dengan dukungan pelatihan dan penyuluhan bagi para peternak. Apalagi jika Pemerintah bisa menginisiasi pembangunan fasilitas kesehatan hewan di daerah pedesaan yang akan sangat membantu deteksi dini dan penanganan penyakit ternak.

Jadi selain fasilitas pasar pelelangan atau penjualan ternak dukungan fasilitas lain juga sangat penting dan diperlukan.

Pemeriksaan Kesehatan Ternak Secara Rutin dan Sertifikasi sangat Penting

Pemeriksaan kesehatan rutin dan program sertifikasi kesehatan ternak sebelum dijual menjadi kebutuhan yang krusial. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan memastikan hanya hewan ternak yang sehat yang dijual sebagai hewan kurban.

Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi Untuk Kualitas Ternak yang Baik; Jika Pemerintah mau serius meningkatkan kualitas kesehatan ternak secara masif, penggunaan teknologi modern, seperti sensor kesehatan ternak dan sistem manajemen peternakan digital, sangat membantu pemantauan kesehatan ternak secara real-time. Inovasi dalam bidang genetika juga bisa menciptakan ternak yang lebih tahan terhadap penyakit.

Hanya saja memang dibutuhkan investasi yang besar dan dukungan sumber daya yang baik.

Kerjasama Pemerintah dan Lainnya serta Edukasi; Pemerintah tak bisa bekerja sendiri mengatasi problem kesehatan ternak dan lainnya, utamanya yang terkait dengan kebutuhan untuk ternak kurban. Sehingga pemerintah butuh berkolaborasi dengan akademisi, industri peternakan, dan komunitas peternak untuk menciptakan solusi yang komprehensif dan berbasis data.

Seperti melakukan penelitian bersama untuk menemukan metode pencegahan penyakit yang lebih efektif.

Atau meng-edukasi pebisnis dan masyarakat dengan melakukan sosialisasi KEI, yaitu komunikasi, informasi, dan edukasi untuk mengetahui aturan-aturan tentang transaksi tata niaga ternak khususnya untuk hewan kurban.

Intinya bahwa jika kita juga berniat menjadi bagian dari bisnis penyedia hewan kurban, sebagai bagian dari rantai pasoknya, maka penting memahami semua prosedur dan permasalahan yang ada didalamnya.

Sehingga selain berbisnis juga mendapat manfaat ibadah yang bisa berpengaruh besar pada nilai ekonomi dan sosial. Keberadaan dan ketersediaan rantai pasok ternak yang aman , menjadi masalah yang krusial yang tidak boleh diabaikan karena bisa berdampak luas menjadi ancaman bagi manusia-sebagai konsumennya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun