Dengan kondisi ekonomi Indonesia sekalipun telah menjadi negara yang setingkat lebih tinggi dari negara berkembang, namun keseimbangan ekonominya dinilai oleh Bank Dunia belum kokoh.
Sehingga mereka kuatir dengan kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara 2025 meskipun programnya untuk menyeharkan warga negaranya.
Agar program ini tidak menjadi beban berat bagi kinerja fiskal Indonesia. Perkiraan Lembaga Fitch Rating, Â program makan siang gratis ini dapat menghabiskan biaya sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto setiap tahunnya.
Program yang Harus Didukung Namun juga Harus Cermat Dijalankan
Dan sebagai warga yang baik, kita harus berpikir positif, apalagi jika dikaitkan dengan harapan kita mengatasi masalah stunting yang masih menjadi persoalan yang krusial harus dicarikan solusinya. Memang akan butuh kerja keras pastinya.
Untuk menjalankan program ini, Pemerintah akan membentuk badan nasional terpusat sebagai pelaksana. Berkoordinasi dengan badan tingkat provinsi dan kabupaten, serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan koperasi sebagai penyedia produk lokal. Selain itu, pelaksanaan program tersebut akan didukung dan didampingi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Bagaimana sistem distribusinya, rantai pasoknya, penyediaan bahan baku dan pengelolaannya setiap harinya harus menjadi perhatian yang intens karena ini berlangsung secara kontinyu.
Dan berbagai kesiapan ini tentulah menjadi bagian prioritas dari impelemntasi makan siang gratis bergizi yang mestinya harus menjadi perhatian Pemerintah. Agar tak menjadi program formalitas, asal-asalan.
Belum lagi pertimbangan-pertimbangan lain yang juga bersifat teknis. Terutama karena jenis makanan pokok di daerah di Indonesia berbeda-beda, ada yang dominan beras, tapi ada yang dominan mengkonsumsi sagu, sehingga pertimbangan pemilihan komposisi gizinya yang penting menjadi ukuran.
Hal lain yang juga patut menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan makan siang gratis, Pemerintahan baru Prabowo-Gibran, akan meningkatkan rasio perpajakan atau persentase penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) agar menyamai negara berkembang lainnya.Â
Rasio pajak Indonesia pada 2023 senilai 10,21 persen, negara berkembang idealnya mencapai pajak sebesar 15 persen. Keberadaan 140 juta tenaga kerja, tetapi hanya 30 persen yang punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) karena 70 persen sisanya pekerja informal akan diperluas basis pajaknya.
Dan ini tentu akan menjadi riak gejolak baru, ditengah transisi krisis yang belum sepenuhnya kuat pondasinya.
Pertimbangan lain yang juga tak kalah penting adalah optimalisasi sumber daya pangan yang ada di Indonesia sebagai penyedia bahan baku keseluruhan program makan siang gratis nantinya. Seperti yang dilakukan di Brasil, dimana program makan siang gratisnya didukung oleh pasokan 30 persen bahan baku dari peternakan keluarga lokal di sekitar sekolah.
Dan kebutuhan lain yang sudah semestinya harus menjadi pertimbangan, sehingga multiple effeknya adalah ketika disatu sisi masyarakat kehilangan dukungan subsidi, namun ada kepastian hasil pertanian dan perkebunan serta peternakannya memperoleh pasar yang pasti.
Tapi tentunya semuanya tak akan berjalan mulus seperti biasanya, tetap ada ganjalan permainan harga, apalagi ketika Pemerintah memberikan bantuan makan siang gratis, diperkirakan harga-harga juga akan turut bergerak naik seiring kebutuhan program makan itu. Sehingga kekuatiran soal efektifitas program ini apakah akan ebrjalan mulus masih membuat kita ketar-ketir.