Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Hanya Butuh Waktu, Panti Jompo Bisa Diterima Sebagai Solusi Lansia Terlantar

1 Juni 2024   03:49 Diperbarui: 28 Juni 2024   16:15 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nenek yang sendirian tanpa keluarga sumber gambar lovepik

Fenomena meninggalnya seorang ibu tua di Cinere, Depok dan Cimanggis dan catatan temuan sepanjang tahun 2023, dengan 4 kasus yang terekspose publik di satu daerah, mungkin bisa mewakili fenomena yang mulai muncul kepermukaan seperti sebuah bagian dari puncak gunung es (iceberg theory). 

Dalam beberapa kasus, anak yang melupakan orang tuanya yang renta mulai banyak terjadi, bukan sekedar drama. Mungkin karena cara kita berpikir tak lagi seperti dulu, atau barangkali ini juga ada kaitannya dengan keyakinan kita terhadap nilai religius yang makin runtuh dan terbuang karena kesibukan kita.

Ilustrasi seorang kakek yang kesepian tanpa keluarga  sumber gambar lovepik
Ilustrasi seorang kakek yang kesepian tanpa keluarga  sumber gambar lovepik

Antara Kebijakan dan Budaya

Ternyata saat ini di Indonesia terdapat sekitar 10 juta orang yang berusia di atas 65 tahun. Bahkan, Indonesia termasuk salah satu negara, dimana proses penuaan penduduknya terjadi paling cepat di Asia Tenggara

Tapi kalau berbicara soal panti jompo, pro kontranya masih sangat kuat. Ada anggapan jika kita membawa orang tua ke Panti Jompo berarti kita membuang oran tua kita dan menjadi anak durhaka.

Sebenarnya persepsi ini jamak dan masih dipahami secara luas sebagai sesuatu yang begitulah semestinya dalam masyarakat kita, begitu juga saya memahaminya di Aceh.

Tapi jika kita merujuk  pada alasan Pemerintah mendirikan panti jompo melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Tujuannya adalah memberikan layanan kesejahteraan sosial bagi lansia yang terlantar.

Ini mestinya dipahami berbeda dengan orang tua yang tidak terurus karena masih memiliki anggota keluarga lain.

Kehadiran negara menfasilitasi orang tua yang terlantar, adalah bentuk aplikasi nyata dari konsep negara kesejahteraan dengan model partisipasi. Pemerintah mengambil partisipasi  dalam penanganan masalah sosial dan penyelenggaraan jaminan sosial (Midgle, 2005).

Bahkan secara definisi agar menjadi pemahaman kita, panti jompo adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan dibidang sosial-ekonomi.

Memang penyatunan fakir miskin, anak-anak dan lansia yang bermasalah secara  sosioekonomi jadi tugas negara. Tapi jika masih mempunyai sanak-saudara lebih baik dirawat sendiri daripada diserahkan kepada negara.

Apalagi didaerah kita, menitipkan orang tua yang sudah berumur lanjut ke panti jompo  bukan bagian dari budaya, bahkan di pandang durhaka (sanksi sosial) bagi anak yang menitipkan orang tuanya ke panti jompo.

Bahkan masyarakat luas menginterprestasikan tindakan membawa lansia kepanti jompo, hanya dilakukan dalam masyarakat dengan kontruksi sosial-budaya untuk menutupi masalah sosial dalam masyarakat.

Maksudnya?. Ini bertolakbelakang dengan tradisi masyarakat ke-Timuran yang masih menganut pemahaman, menjaga dan mencintai orang tua dengan merawatnya adalah bentuk atau cara kita berbakti, baik secara sosial apalagi secara agama.

Pengetahuan masyarakat tentang panti jompo sebagai hasil pemahaman sosial, hanya memahami sebagai program pemerintah meningkatkan kesejahteraan sosial bagi lansia. Tempat penyantunan masyarakat lansia terlantar  dan yang bermasalah secara sosial-ekonomi dalam keluarga maupun masyarakat.

Jadi sikap menerima atau menolak sebenarnya tergantung pada  pemikiran atau pengetahuan dan pemahaman yang dipahaminya.

Ternyata karakter masyarakat dalam mempertahankan idealismenya berkaitan dengan ajaran agama menjadi salah satu sebab masyarakat memaknai panti jompo secara parsial. (Juraida, 2018).

Apalagi jika didasarkan pada pemahaman ajaran agama. Orang tua yang sudah berumur lanjut dipahami atau dimaknai lebih cenderung sebagai seseorang atau figur yang diakui, dikagumi, dimulikan dan dipanuti oleh masyarakat dan mempunyai banyak pengalaman dalam hidupnya.Sehingga tabu untuk "dibuang" ke Panti Jompo.

Salah satu implikasinya adalah, orang akan dianggap negatif jika mengirimkan orang tuanya ke panti jompo..

Tapi jika ada lansia yang tidak mempunyai anak atau kerabat sama sekali dan punya  masalah sosio-ekonomi, maka lebih tepat mereka itu memang dirawat di panti jompo daripada terlantar tidak ada yang mengurusnya.

Fenomena Kodokoshi dan Godoksa di Indonesia?

Kita tentu pernah mendengar tentang fenomena mati sunyi, Kodokoshi di Jepang dan Godoksa di Korea Selatan yang banyak terjadi. Fenomena ketika para lansia hidup sendiri tanpa keluarga dekatnya. Sehingga mereka kemudian mengalami situasi dan kondisi tinggal sendirian jauh dari sanak keluarganya.

Akibatnya dalam kondisi darurat tertentu ketika mereka mengidap penyakit atau berusia tua tanpa ada yang merawat menyebabkan mereka bisa mengalami situasi meninggal tanpa diketahui oleh orang lain, termasuk keluarganya sendiri.

Artinya menjadi sebuah dilema ketika seorang lansia tanpa keluarga jika tak dirawat secara khusus dengan bantuan orang lain seperti halnya memaksanya harus tinggal di Panti Jompo.

Dalam konteks tersebut tentu bukan karena ketidakpedulian keluarga, namun karena kondisi yang memaksa mereka harus mendapat perhatian dan perawatan secara khusus.

Hanya saja fenomena tentang Panti Jompo meskipun telah diketahui orang sejak lama, namun penerimaannya masih penuh dengan kontroversi dan  pro kontra. Kecuali di kekinian waktu dimana realitas tentang nilai-nilai keluarga telah mengalami perubahan, sehingga mau tak mau orang harus mulai bisa menerima kenyataan bahwa Panti Jompo dalam kondisi dan situasi tertentu diperlukan keberadaannya.

Tapi jika masih ada sanak keluarga, keberadaan orang tua yang kita rawat, justru menjadi kesempatan kita berbakti dan membalas budi kebaikan mereka. Tak hanya secara agama, secara sosial saja itu menjadi sebuah kebaikan yang sudah semestinya harus dilakukan.

Mestinya dengan pandangan seperti itu, tak perlu ada kekuatiran para orang tua, kemana mereka harus mengisi hari-hari terakhir mereka jika masih memiliki keluarga yang bisa menjadi tumpuannya. Meskipun jaman telah berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun