Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Jenius Itu Diasah dan Dilatih atau Bawaan Lahir Sih?

29 Mei 2024   00:43 Diperbarui: 7 Juni 2024   00:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak jenius sumber gambar indonsiadaily.net

Ketika seorang anak jenius di temukan di desa terpencil yang jauh dari akses teknologi dan pengetahuan, apakah kejeniusannya itu memang bawaan lahir atau karena diasah?. 

Apakah jika anak jenius itu kemudian diajarkan kalkulus, ternyata ia sanggup menguasainya, sekali lagi apakah karena ia memang dilahirkan jenius, atau karena dilatih dan diasah?.

Albert Einstein, dimasa kecilnya tak dikenal sebagai anak jenius. Sebaliknya justru terlihat sebagai anak yang kekurangan secara kemampuan, namun pada akhirnya ia justru yang menemukan Teori E=MC2  Teori Relativitas yang bahkan untuk menjelaskannya saja sulit..

Seseorang yang selalu merasa terpesona dengan lingkungan, dengan pemikiran yang jernih bisa menjadikannya jenius. Seorang anak SD penemu listrik dari pohon kuda-kuda (bak gerendong--dalam bahasa Aceh), hanya karena menerima pelajaran bahwa zat asam dapat menjadi penghantar listrik. Dalam kesederhaan pengetahuan dan kondisi pun ia tetap bisa berpikir jenius!.

Kemudian ia menyadari bahwa bak gerendong juga memiliki syarat untuk "penghantar"listrik tersebut. Maka ia memulai eksperimen dengan menempelkan jaringan kabel yang terhubung arusnya dengan bola lampu. Eksperimen sederhana ala bocah itu berbuah hasil, listrik menerangi rumahnya secara gratis langsung dari alam.

Bahkan teknologi sederhannya ini dapat diterapkan di desa terpencil tanpa jaringan listrik, hanya diperlukan adanya tanaman Bak Gerendong atau kuda-kuda dalam jumlah yang cukup untuk menerangi sebuah rumah. Eksperimennya tersebut bukan cilet-cilet-atau main-main.

Sebuah tim dari Jerman khusus datang menemuinya untuk melihat langsung dan menyarankannya agar ia mematenkan hak ciptanya. Namun jawaban lugu anak-anak, ia tak bersedia karena agar alat itu bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang mengalami kesulitan seperti dirinya. 

Naufal Raziq (15 tahun)  siswa jenius kelas 3 MTs Negeri Langsa Lama Aceh, muncul dalam kegiatan Pertamina Science Fun Fair 2016 di Grand Atrium Kota Kasablanka, ketika temuannya   tree energy, pohon Pijar sebagai sumber penghasil energi listrik, bisa menerangi Kampungnya yang belum tersentuh jaringan listrik.

Pohon energinya telah dipasang di lokasi Pusat Pemberdayaan Masyarakat Pertamina di Aceh Tamiang, dan menjadi laboratorium tree energy dalam pengembangannya. 

Ia terus mengembangkan  temuannya, hingga bagaimana cara agar daya recovery pohon listrik bisa kembali seperti sediakala dengan waktu yang relatif singkat. 

Sehingga proses charging saat tengah hari bisa optimal dan ketika malam tiba listrik dari pohon bisa digunakan kembali untuk menghidupkan lampu.

Temuannya bisa menjadi penerangan alternatif bagi warga karena di desa tersebut banyak terdapat pohon kedondong hutan, dimana sebelumnya terbukti bahwa jenis pohon tersebut bisa digunakan sebagai penghasil energi listrik alternatif.

Bahwa kejeniusan dilatih karena rasa ingin tahu (curiosity) yang selalu membuatnya merasa penasaran terhadap banyak hal. Bahwa kejeniusan bukanlah warisan, melainkan hasil dari kerja keras, dedikasi, rasa ingin tahu dan kemandirian anak itu sendiri.

Naufal raziq dan temuannya tree energy gambar liputan6.com
Naufal raziq dan temuannya tree energy gambar liputan6.com

Mencetak Anak Jenius Dalam Distraksi Teknologi

Sejak pandemi, anak-anak semakin tak bisa dipisahkan dan makin akrab dengan gadget. Kemampuannya untuk mengakses informasi, terhubung dengan teman, dan bermain game memang menghadirkan banyak manfaat. Namun, di balik layar, terdapat bahaya tersembunyi yang mengintai, distraksi digital.

Distraksi digital fokusnya gangguan karena penggunaan gadget berlebihan, sehingga mengalihkan fokus dan konsentrasi anak dari aktivitas penting lainnya seperti belajar, bermain, dan bersosialisasi. Hal ini berdampak negatif pada perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak. Melupakan interaksi sosial yang penting.

Banyak anak mengalami clip thinking, yaitu menurunnya nalar kritis atas informasi yang diterimanya. Apalagi kini informasi bergerak sangat cepat, di media digital sehingga membuat siswa fokus pada persepsi dan analisis informasi kecil yang tidak saling terkait.

Anak-anak kemudian mengalami masalah saat menganalisis teks pelajaran. Kesulitan atau Regresi intelektual itu karena ketergantungan digital siswa pada teknologi-gadget.

Padahal sejatinya seperti mata pisau, teknologi digital juga bisa dimanfaatkan untuk mengakomodasi gaya belajar yang beragam dan membantu anak belajar dengan cara yang lebih efektif dan menyenangkan.

Bayangkan, anak dengan kecerdasan linguistik bisa menjelajahi dunia cerita dan bahasa melalui aplikasi cerita interaktif, audiobook, dan kamus digital. Sedangkan yang menyukai logika dan matematika, bisa melalui permainan edukatif seperti teka-teki yang membantu mereka belajar sambil melatih kemampuan berpikir kritis.

Sedangkan mereka yang memiliki kecerdasan interpersonal, teknologi digital menawarkan platform untuk berkolaborasi dengan teman, mengerjakan proyek bersama. 

Anak yang intrapersonal bisa memanfaatkan teknologi digital untuk mengeksplorasi diri mereka sendiri, mengembangkan minat dan bakat mereka.

Ilustrasi anak jenius sumber gambar indonsiadaily.net
Ilustrasi anak jenius sumber gambar indonsiadaily.net

Jadi teknologi digital bukan hanya alat untuk belajar, tetapi juga untuk membangun rasa percaya diri dan kemandirian anak. Dengan teknologi, anak belajar dengan cara yang mereka sukai, mengembangkan potensi mereka secara maksimal, dan meraih prestasi di bidang pendidikan dimana saja, kapan saja.

Namun, penting untuk diingat bahwa teknologi digital bukanlah pengganti interaksi dan bimbingan manusia. Orang tua dan pendidik harus tetap berperan aktif dalam mendampingi anak dalam proses belajarnya. Teknologi digital harus digunakan sebagai alat yang melengkapi, bukan menggantikan peran manusia dalam pendidikan.

Anak-anak memiliki pola dan adaptasi belajar yang berbeda-beda, bisa Gaya Belajar Visual, kinestetik atau audiovisual. Ketiganya memiliki kelebihan kekurangan yang bisa memudahkan si pemiliknya untuk menguasai segala sesuatu pengetahuan baru dengan lebih mudah.

Gaya belajar visual, lebih banyak memanfaatkan penglihatan. Sehingga  Mudah mengingat dari yang dilihat, Lebih suka membaca daripada dibacakan.

Berbicara dengan tempo yang cukup cepat, Cenderung melihat sikap dan gerakan guru yang sedang mengajar, Tidak mudah terdistraksi oleh keramaian dan  Biasanya suka menggambar apapun di kertas.

Sedangkan Gaya Belajar Auditori, mengandalkan pendengaran untuk dapat memahami dan mengingat informasi. Sehingga,  Suka mengingat dari apa yang didengar, Mudah terdistraksi oleh keramaian, Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan, Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dan Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelas

Berikutnya Gaya Belajar Kinestetik, gaya belajar yang lebih mudah menyerap informasi dengan bergerak, berbuat, dan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar siswa dapat mengingatnya.  Sehingga; Senang belajar dengan metode praktek.

Menyukai aktivitas yang melibatkan gerakan tubuh, seperti permainan dan aktivitas fisik, Menghafal dengan berjalan atau melihat, Sulit untuk berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak

Melalui pola Pembelajaran adaptif, pembelajaran yang disesuaikan, berarti tiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri, bukan cara yang sama untuk semua orang. 

Metode inilah yang diperlukan dan harus diprioritaskan dalam pendidikan kita agar potensi setiap siswa dapat ditemukan dan diberi solusi yang tepat, tidak di pukul rata. 

Sehingga hasilnya akan lebih optimal. Termasuk untuk menemukan dan menggali potensi kejeniusan seseorang agar bisa dilatih dan terus diasah!.

referensi:

https://www.idntimes.com/life/inspiration/sista-noor-elvina/7-anak-paling-jenius-di-dunia-c1c2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun