Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Bekali Anak dengan "Kompas" Kompetensi Digital agar Bijak Sebelum Bertindak

1 Mei 2024   23:33 Diperbarui: 3 Mei 2024   14:50 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak berinteraksi dengan media digital | Sumber gambar: PEXELS/@thepaintedsquare

"Cek dulu!, dibaca ulang, pastikan pesannya benar". "Jangan sembarangan kirim berita, meskipun viral, siapa tau hoaks!". "Markicek-Mari Kita Cek dulu!. Mestinya orang tua harus sedikit "cerewet, saat mengajari anak-anak mereka berinteraksi di dunia online-dunia digital, apalagi di media sosial yang riuh setiap harinya.

Di tengah luasnya samudera digital, seringkali orang tua memang merasa seperti seorang kapten kapal yang takut melihat anak-anaknya tersesat di lautan informasi. Menavigasi anak di lautan informasi digital, butuh "Kompas"-penunjuk arah berupa kompetensi digital!

Apalagi teknologi digital sudah jadi bagian keseharian anak-anak kita yang tak terpisahkan, namun dampaknya terhadap anak-anak juga sering membuat kita gelisah.

Distorsi digital, seperti kecanduan gadget, telah menjadi momok bagi banyak orang tua. Anak-anak terperangkap dalam aliran informasi yang tak terputus, mengalihkan perhatian mereka dari kegiatan penting seperti belajar, bermain, dan bersosialisasi. 

Dan sering tak berhati-hati saat berinteraksi. Dampaknya bisa merugikan perkembangan kognitif, sosial, dan emosional mereka. Bahkan bisa menjadi ancaman!

Tidak hanya itu, arus informasi yang tidak terkendali di internet seringkali mengejutkan para penggunanya. Bahkan, banyak informasi yang tidak akurat atau bahkan hoaks. Berita palsu tersebar dengan cepat, terkadang tanpa dipertimbangkan dengan bijak, justru bisa merusak opini publik.

Kita harus jeli melihatnya dari sisi yang kritis, terutama kaitan antara fakta tersebut di atas dengan masih rendahnya literasi digital, yang bisa berdampak pada penyalahgunaan teknologi digital, terutama hoaks, atau kejahatan siber (cyber crime).

Ilustrasi orang tua dan anak berinterksi di media digital sumber gambar depoedu.com
Ilustrasi orang tua dan anak berinterksi di media digital sumber gambar depoedu.com

Pilah, Pilih, "Markicek" Informasi Sebelum Disebar 

Mengapa literasi digital penting menjadi perhatian kita?. Jika kita belajar dari maraknya ujaran kebencian dan kekerasan verbal yang terjadi selama masa Pemilu 2023 kemarin, kita bisa melihat bahwa tingkat kesopanan warganet terlihat sangat buruk.

Bahkan anak-anak kita pun sebagiannya juga terlibat aktif dalam situasi dan kondisi politik yang mungkin belum mereka pahami sepenuhnya konteks dan situasinya yang penuh dengan ragam kampanye hitam dan hoaks.

Ternyata kita masih jauh dari mencapai etika digital yang ideal. Etika digital bukan hanya soal mengontrol informasi negatif, tetapi juga bagaimana kita berkomunikasi secara bijaksana di dunia maya. Emosi dalam percakapan online bisa tersembunyi, menyulitkan penafsiran dan memperburuk situasi.

Bahkan dalam tata cara kita berkomunikasi di dunia maya pun harus menjadi perhatian kita yang kritis. Dalam percakapan verbal secara langsung, emosi lawan bicara bisa "dirasakan" dari intonasi dan rasa bahasa yang terdengar di telinga.

Dalam dalam percakapan berupa informasi, sisi emosional bisa "tersembunyi" tanpa kita sadari. Sehingga candaan bisa dimaknai serius atau bahkan penghinaan. Sekalipun itu berasal dari seseorang yang kita kenal baik.

Seperti yang sebagian orang ketahui, bahwa dalam etika berkomunikasi lewat telepon, suasana hati seseorang bisa "terbaca" orang lain. Nada atau intonasi yang bernuansa sedih bisa "dirasakan". Begitu juga ketika seseorang yang menelepon dengan hati dan wajah yang ramah, akan terdengar tulus. Apalagi jika mengawali pembicaraan dengan "salam".

Anak-anak perlu dibekali dengan keterampilan kritis untuk menyaring informasi. Mereka harus memahami pentingnya memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya, terutama jika informasi itu sangat penting dan dapat memengaruhi banyak orang. Markicek--mari kita cek dulu sebelum bertindak lebih jauh.

Hal ini tentu tidak mudah dan butuh proses yang tidak sederhana, namun pembiasaan dan perhatian kita terhadap tata cara dan pola berkomunikasi anak-anak kita harus menjadi perhatian kita yang intens.

Ilustrasi orang taua dan anak mengakses gadget sumber gambar UPTD SMPN 1 Bajuin
Ilustrasi orang taua dan anak mengakses gadget sumber gambar UPTD SMPN 1 Bajuin

Bagaimana Memanfaatkan Kompetensi Digital Anak-anak Kita

Banyak tips di media digital yang bisa kita jadikan rujukan bagaimana caranya agar anak-anak kita bisa berinteraksi dan berkomunikasi di media sosial dengan baik. Atau bagaimana mengekspresikan kreatifitas mereka di media publik tersebut.

Prinsip utama dalam berinteraksi adalah dengan cara membangun karakter anak-anak kita agar bisa menjadi orang yang benar-benar dapat dipercaya. 

Media sosial adalah ruang publik di mana semua orang terhubung secara langsung, orang bisa menilai dari apa yang kita tulis dan posting, sehingga sangat mungkin mempengaruhi kapasitas setiap orang, apalagi anak-anak kita. 

Pelajari Platform yang sesuai usia anak 

Setiap platform media sosial memiliki demografis pengguna yang berbeda. Mengetahui platform yang sesuai dengan kelompok usia anak menjadi sangat penting. Apa media sosial yang tepat untuk anak-anak kita?.

Up date terus pengetahuan anak-anak agar tak ketinggalan

Dunia digital terus berkembang, penting untuk meng-up date pengetahuan anak-anak kita tentang tren terbaru, fitur baru dalam platform media sosial, dan praktek terbaik dalam membangun kehadiran online yang positif.

Pahami dengan baik etika ber-Online ria

Menjadi cerdas secara digital juga berarti memahami etika online. Bersikap hati-hati sangat penting, terutama saat memilih berita apalagi menyebarkan dan berkomentar yang tidak etis, seperti penyebaran informasi palsu atau menyebarkan konten yang merugikan orang lain.

Mulut dan jarimu harimaumu!

Cara terbaik yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak, meskipun berkomentar sesama teman sebaya, adalah berusaha untuk membangun citra yang positif dengan cara berinteraksi dengan baik, memberikan konten yang bermanfaat, dan menjaga kesopanan dalam setiap interaksi online.

Mainkan kreativitas dan bakatmu

Anak-anak kita saat ini tanpa kita sadari adalah peniru yang hebat, mereka dengan cepat belajar menggunakan berbagai fitur dan alat yang tersedia di platform untuk menciptakan konten yang menarik dan unik dibandingkan para orang tuanya.

Tersulah jadi pembelajar

Belajar tentang berbagai hal berkaitan dengan media sosial, termasuk keamanan online, privasi data, dan bagaimana memanfaatkannya dengan positif sangat penting dan harus menjadi prioritas para orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka.

Keterlibatan kita sebagai orang tua atas tanggungjawab anak-anak kita dalam memanfaatkan media digital memang tidak mudah dan tidak sederhana. 

Jadi, mari bersama-sama memilih dengan bijak, memilah dengan hati-hati, dan "markicek" sebelum membagikan informasi. Hanya dengan demikian kita dapat menciptakan lingkungan online yang lebih aman, positif, dan bermanfaat bagi anak-anak kita. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun