Seifuku adalah sebutan bagi seragam sekolah di Jepang yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan sailor sefuku karena populernya film animasi sailormoon yang berpakaian seifuku seperti salah satu ikon pop kultur di Jepang.
Nah kabar pergantian seragam yang muncul kepermukaan, mendapat respon beragam dari publik. Apalagi ketika isu bergerak liar. Namun, satu hal yang justru menarik perhatian kita adalah, bahwa seandainya narasi pergantian seragam benar terjadi, menyadarkan kita pada satu hal bahwa seragam sekolah itu mahal.Â
Tak semua kalangan masyarakat "kuat" menerima kemungkinan perubahan rencana tersebut. Banyak sekali cerita dari para orangtua yang merasa terbebani karena adanya biaya yang dikeluarkan untuk seragam sekolah. Bagaimana nantinya jika ada seragam pengganti yang baru?.
Untunglah wacana itu tak jadi dilaksanakan. Artinya aturan seragam tidak ada yang berubah, tetap pada seragam sekolah semula.
Jika merujuk kepada sejarah, kapan seragam mulai diatur menjadi sebuah kebijakan resmi yang harus dilaksanakan para siswa, orang yang berada di balik penetapan seragam sekolah di Indonesia adalah Idik Sulaeman yang menjabat sebagai Direktur Pembinaan Kesiswaan di Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah pada masa periode 1979-1983.
Warna seragam yang berbeda di masing-masing tingkatan pendidikan ini mulai diberlakukan sejak zaman pemerintahan Soeharto, tepatnya pada tahun 1982.Â
Melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 52 tanggal 17 Maret 1982, pemerintah resmi menetapkan penggunaan seragam sekolah, termasuk warna yang digunakan.
Kebijakan yang Peka Dalam Menetapkan Kebijakan
Fungsi utama seragam, selain menjadi cara cepat membangun kedisplinan dengan disertai pembiasaan agar menjadi habits, keberadaan seragam di sekolah, membuat orang bisa lebih fokus belajar, tidak diganggu persoalan perbedaan sosial-ekonomi. Seragam menjadi alat "sense of egality--kesetaraan.
Keberadaannya menjadi faktor substansial yang mengurangi kesenjangan antar individu dan kelompok dalam sebuah lingkungan seperti halnya sekolah. jadi kalau ada beda sosial, akan disembunyikan oleh seragam.
Dengan berkembangnya wacana penggantian seragam, persoalan lain yang muncul justru persoalan ekonomi yang mengganjal para orang tua, karena tak semua orang tua yang anaknya bersekolah bisa mengikuti perubahan kebijakan tersebut.
Pemerintah harus mempertimbangkan dengan baik dan bijak jika ingin mengambil kebijakan tertentu yang berkaitan dengan hal-hal yang substansial seperti kemampuan ekonomi para orang tua murid.
Kecuali jika dalam transisi perubahan itu pemerintah bisa memberikan subsidi, atau ada kebijakan yang meringankan. Akan lebih baik jika kebijakan diarahkan kepada hal-hal yang lebih substansial daripada mengurusi penggantian seragam.
Bagaimanapaun masih banyak persoalan krusial yang membutuhkan perhatian dari Pemerintah, bahkan termasuk di dalamnya Kurikulum Merdeka yang berjalan optimal.
Peningkatan Akses dan Kualitas Pendidikan, yang mengharuskan Pemerintah bisa lebih fokus memastikan bahwa semua anak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Termasuk membangun sekolah baru di daerah terpencil, menyediakan transportasi sekolah bagi siswa yang tinggal jauh dari sekolah, dan memastikan bahwa semua sekolah memiliki fasilitas dan sumber daya yang memadai.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!