Sebenarnya saat ibu dan bapak berangkat untuk keperluan mengurus studinya, beliau sudah berpesan untuk membeli makanan siap saji untuk kami di rumah. Sebagai "kepala keluarga" dadakan saya pikir semuanya akan baik-baik saja. Apalagi kita bisa memesan berbagai jenis makanan siap saji yang kini banyak di jual bebas.
Tapi setelah berjalan seminggu kebosanan mulai menggejala, setiap makanan siap saji selalu tersisa, akibatnya bukan hanya saya dan adik-adik yang menikmati makanan tapi juga kucing dan ayam yang porsinya lebih  banyak.
Setelah itu barulah saya teringat jika di dapur telah "dilengkapi" dengan banyak resep masakan yang biasa dimasak ibu. Resep ditempel seperti bendera hiasan perayaan tujuh belas agustusan, di lemari dapur hingga ke kulkas yang di tempel magnet.
Maka setelah disepakati untuk pertama kalinya di hari ketujuh kami mulai memasak makanan berdasarkan resep spesial yang ditinggalkan ibu di dapur.
Meskipun terlihat mudah seperti nasi goreng, hingga cah kangkung dan soto tapi saat pertama kali membuatnya terasa sangat ribet dan membuat dapur berantakan. Belum lagi persiapan membuat bumbunya.
Menyiapkan Masakan Lebaran Sendiri
Hingga menjelang malam lebaran, adik-adik mulai kebingungan, apakah lebaran kali ini mereka akan bisa menikmati semua jenis masakan yang biasa dimasak ibu?.
Saya justru merasa biasa-biasa saja bahkan berencana membuat sebuah surprise atau kejutan. Saat hari Mak Meugang lebaran, saya juga ikut berburu daging bagus.Â
Pagi-pagi subuh dengan mengendarai sepeda motor mengunjungi pasar dadakan Mak Meugang di kampus. Setelah parkir ikut berbaur dengan para ibu yang telah duluan datang.
Saya memilih pedagang yang banyak pembelinya karena berpikir yang banyak pembelinya pastilah yang punya daging kualitas bagus. Setelah antri agak ala ternyata akhirnya tak kebagian, karena para ibu ternyata sudah memesan sehari sebelumnya dan tinggal mengambil pesanan yang langsung diolah ditempat.
Ketika beralih ketampat lain saya merasa kuatir jika kualitas dagingnya tak seperti harapan. Ibu pernah berpesan jika membeli daging harus hati-hati. Kadang-kadang saat ditimbang kualitas dagingnya bagus, tapi saat sampai kerumah ternyata kualitas dagingnya berubah.
Karena saat plastik daging diletakkan dibawah timbangan, untuk mengambil kekurangan timbangan daging diambil dari daging sediaan yang kualitasnya kurang baik karena bercampur dengan lemak.
Gara-gara itu saya jadi merasa kuatir, akhirnya memutuskan untuk belanja daging di tempat langganan di sebuah toko daging di pusat kota. Disana sistemnya WYSWIG-What you see is what you get--apa yang ditunjuk dan dilihat itu yang diberikan atau kita dapat.
Tapi tentu saja dengan harga yang sedikit spesial. Tak apalah yang penting kualitasnya sesuai harapan.
Sedangkan untuk bumbu rendang saya pesan di tukang bumbu langganan ibu yang selama ini juga pernah dititip ke saya membelinya di pasar. Jadi saya tak merasa bingung soal bumbu rendang dan bumbu lain dengan kualitas yang bagus.
Lainnya, untuk pengganti nasi saya justru memilih membuat ketupat karena tak biasa masak lontong. Maka  dimulailah kesibukan bersiap untuk lebaran. Sementara adik-adik masih istirahat saya berkutat di dapur--namanya juga mau membuat kejutan jadi terpakasa tak bisa meminta bantuan.
Setelah menyiapkan ketupat untuk direbus selama beberapa jam, sambil di cek air dan dibolak-balik, sisa waktunya saya pakai untuk memotong cabe hijau dan menyiapkan tauco sebagai "sambal" untuk ketupat lebarannya.
Saya memilih resep sayur seperti lodeh sebagai teman ketupatnya. Campurannya berisi kates muda, daun melinjo, buah melinjo muda, wortel dan kuah kelapa yang sedikit kental. Dan tak lupa semur ayam.
Hingga tengah hari hampir semua masakan siap dikerjakan hanya tinggal menunggu masak sempurna, kecuali rendang dan ketupat yang butuh waktu agak lama.
Saat adik-adik bangun mereka keheranan karena ternyata di dapur ada kesibukan yang tak asing buat mereka, terutama karena aroma rendang, tauco, semur dan lodehnya tercium harum.
'Keren, ternyata jadi juga kita lebaran kak", kata adik perempuan saya yang terkejut dengan surprises itu. "Jadi kakak semua yang masak?" tanyanya antara percaya dan tidak. Tentu saja saya merasa menjadi orang yang paling bahagia, karena bisa membuat suasana lebaran meski tanpa orang tua tapi bisa tersedia lengkap semua masakannya.
Saat di hari lebarannya, para ibu tetangga datang berkunjung dan ketika saya tawari untuk mencicipi makanan, mereka semuanya terkejut. Karena setahu mereka orang tua kami sedang tidak ada di tempat.
'Jadi kalian yang masak sendiri semuanya", tanya mereka keheranan. Dan karena penasaran, mereka akhirnya bersedia mencicipinya dan kesan dari mereka ternyata rasanya tak jauh beda dengan buatan ibu saya. Tentu saja ini menjadi kebanggan luar biasa buat saya.
Mungkin ini menjadi pengalaman yang paling berkesan, mengingat untuk pertama kalinya masak, tapi hasilnya langsung memuaskan. Dan saat yang paling seru adalah ketika melihat adik-adik bisa menikmati masakan lebaran seperti biasa meskipun ibu dan ayah sedang tak ada di rumah.
Saat ibu dan ayah menelepon menanyakan kabar, adik menceritakan jika ia sedang menikmati lontong dan rendang buatan Kakak. Ternyata ini juga menjadi kejutan juga buat orang tua saya.
Saya baru menyadari jika saya ternyata juga punya bakat masak, meski selama kesibukan kuliah selama ini hanya menjadi "koki pendamping" ibu saat memasak di dapur.
Dengan rendang daging- pilihan ala toko-WYSWYG dan resep copy paste dari ibu yang ditempel di kulkas ternyata hasilnya juga sesuai resep-WYSWYG, alhamdulillah jadi juga menikmati lebaran dengan suka cita yang sama, meski tanpa orang tua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI