Lomba ini berlangsung di awal tahun, sebuah ajang kreatifitas yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan, sekolah menyertakan beberapa peserta tapi semua wakil berkategori kuliner. Sedangkan satu-satunya wakil peserta laki-laki justru menyajikan sebuah produk yang unik, kreasi tata busana.
Yang menarik adalah mereka memanfaatkan sarung sebagai media kreasinya. Meskipun tidak sepenuhnya baru, namun kreatifitas mereka memadupadankan sarung ke dalam busana menjadikan sarung memiliki nilai yang lebih estetis.
Tentu menjadi sebuah kebanggan, mengingat sarung sebagai salah satu jenis bahan tata busana yang paling banyak di pakai di negara kita dan di negara sekawasan di Asia Tenggara.
 Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa atau tabung yang digunakan di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan.
Sarung Sebagai Adi Busana
Umumnya yang sering diolah dan dipadupadankan dengan banyak kreasi busana menjadi adi busana adalah jenis kain Batik. Batik adalah hasil karya bangsa Indonesia yang merupakan perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia.
Batik adalah kain Indonesia bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan.Â
Berbeda dari kebanyakan kreasi yang memanfaatkan batik dan tenun, para siswa pemenang dalam ajang lomba kreatifitas tersebut justru memanfaatkan sarung.
Hal ini menjadi perhatian yang intens dari para juri mengingat sarung selama ini dianggap hanya bagian dari "pelengkap" busana, termasuk penggunaannya yang dominan sebagai sarana untuk beribadah.
Karena sarung selain digunakan para laki-laki saat shalat, juga dimanfaatkan para perempuan sebagai pelengkap mukena atau pakaian khusus yang digunakan para perempuan saat menjalankan shalat.
Selain kreasi yang dapat dimanfaatkan untuk endukung aktifitas shalat, karya para siswa juga berbentuk kreasi outfit atau adi busana yang menawan.
Meski ini bukan hal baru, namun para juri lebih melihat bagaimana kreatifitas memadupadankan sarung dengan berbagai jenis busana lain , seperi untuk pakaian kantor, pakaian pesta dan pakaian santai untuk berjalan-jalan.
Kreasi yang disesuaikan dengan selesa para anak muda menjadikan kreasinya bisa diterima tanpa melihat "kekurangan" sarung sebagai busana yang selama ini memang tidak diperuntukkan untuk kebutuhan pakaian kantor atau pakaian jalan-jalan.
Tentu kita ingat saat pergelaran Festival  Sarung Indonesia 2019 di Plaza Tenggara Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, ,festival yang ditujukan untuk menghidupkan kesadaran dan kebanggaan generasi muda akan kekayaan budaya Indonesia.Â
Bagi masyarakat Indonesia, sarung atau kain sarung memang bukan hanya digunakan sebagai pelengkap untuk beribadah, tapi juga dipakai untuk pelengkap berbusana, selimut ketika tidur, bahkan untuk bermain dan masih banyak lagi.Â
Dan jenis busana ini tidak mengacu pada satu identitas agama tertentu saja, tetapi dimiliki oleh semua kalangan, sifatnya plural, dan bisa digunakan oleh siapa saja, baik pria maupun wanita.
Sarung masuk ke Indonesia sekitar abad ke-14 dari Yaman. Kini, sarung sudah menjadi simbol budaya bangsa yang patut dibanggakan.Â
Dan daya tarik sarung memang tak sedetil Batik, jika ingin kualitas yang baik  beberapa hal yang menjadi pertimbangannya, cukup mempertimbangkan kualitas bahan, motif, kerapatan, jahitan, merek serta harganya.
Di Aceh kini menjadi salah satu cenderamata baru, kreatifitas yang memanfaatkan sarung dengan memberi motof atau sulaman yang berciri khas Aceh. Beberapa anak muda yang kreatif memanfaatkan sarung menjadi produk adi busana dan melabeli produknya dengan nama yang tak jauh dari nama sarong.
Di Aceh kain sarung di sebuh "Ija Kroeng" dan salah satu produk UMKM yang terkenal di Aceh juga mengambil nama tersebut dan memberi tanda produknya yang khas dengan motif bordiran Aceh.
Ija Kroeng kini telah menjadi salah satu adi busana yang dikenal dunia. Awalnya jenis usaha ini dirintis Khairul Fajri, kurang lebih 12 tahun lalu. Ia memanfaatkan momentum saat tsunami ketika banyak tamu asing datang ke Aceh untuk bekerja sebagai relawan dan donatur. Begitu jugadengan tamu domestik dari daerah lain di Indonesia.
Kini produknya sudah dikirim ke sejumlah negara Eropa, seperti Belgia, Denmark, Belanda, dan negara Asia Tenggara lainnya. Disebut Ija Kroeng, sebab nama itu telah menjadi bagian hidup masyarkaat Aceh secara luas, penamaan tersebut juga tak jauh dari sebutan asli kain jenis ini yaitu--sarung.
Bahkan di Aceh, menurut sejarawan Rusdi Sufi dalam bukunya berjudul 'Pakaian Tradisional di Aceh' terbit 1993, salah satu lokasi pengrajin Ija Kroeng pada masa kerajaan Aceh Darussalam ada di kawasan Lambhuk, pinggiran Kota Banda Aceh. Kain sarungkhas Aceh tersebut di buat dengan alat tenun tangan yang disebut teupeun, sedangkan pekerjaannya disebut pok teupeun dan hasilnya disebut ija pok teupeun.
Dari desa Lambhuk juga dihasilkan kain-kain yang sangat terkenal seperti kain sarong (ija krong), kain selendang (ija sawak) dan jenis-jenis kain lainnya. Begitu terkenalnya sehingga selalu dicari orang, yang sering dinamakan dengan Ija Kroeng Lambhuk.
Jadi sarung bukan sesuatu yang sangat asing juga di Aceh, bahkan telah memiliki jenis khasnya tersendiri.
Dalam kreasinya yangjuga diusung para siswa yang mengikuti lomba kreatifitas, produknya juga beragam, mulai dari kain sarung itu sendiri, celana sarung, baju, syal, dan beragam jenis lainnya.
Jadi kain sarung yang sebelumnya hanya didentik sebagai pakaian untuk beribadah, kini telah beralih rupa menjadi produk komersil adi busana yang sangat menarik dan praktis digunakan sehari-hari unutk berbagai jenis aktifitas.
Dan dalam ajang kreatifitas siswa tersebut, kami tak berkecil hati meskipun hanya menjadi finalis, namun kami merasa bangga menjadi bagian para siswa dan anak muda kreatif yang selalu memenfaatkan imajinasi kreatif untuk hal-hal positif.
Dan kami juga sangat mengapreaisi karya para teman siswa lainnya yang memenfaatkan kain sarung sebagai media kreatifitas mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H