Jika dilihat sepintas deretan toko di Peunayong, pasar tertua di Aceh sejak era Sultan Iskandar Muda memang tidak  biasa. Ada ornamen atau arsitektur bangunan yang punya ciri khas sebagai bangunan Pecinan era Kolonial.
Memang sejak lama daerah Peunayong menjadi sentra bisnis di Aceh. Saya pernah menelusuri lorong-lorongnya yang berliku diantara deretan bangunan yang dominan pertokoan. Dan kini sebagian besar dimiliki oleh warga peranakan tersebut.
Namun yang menarik adalah akulturasi budaya antara masyarakat Aceh dan keturunan peranakan itu telah berbaur dengan harmoni yang penuh persahabatan.
Di Peunayong terdapat pasar  yang penjualnya berbaur antara kedua etnis Aceh dan Tionghoa itu, mereka hidup rukun sejak lama. Didalamnya ada Yayasan Hakka Aceh, lembaga sosial Tionghoa di Aceh  yang sejak lama berkiprah untuk masyarakat Tionghoa sendiri maupun masyarakat Aceh.
Komunitas Tionghoa Muslim
Bauran budaya yang telah terjalin lama dan kental sangat dirasakan, apalagi saat puasa ramadan. Jika di daerah lain masih ada warung yang buka siang hari, namun di Aceh dengan aturan syariahnya yang juga mengatur muamalah dengan ketat, para warga peranakan juga tidak memperdagangkan makanan disiang hari sekalipun diperuntukkan untuk kalangan mereka sendiri.
Ini sebagai bentuk toleransi yang telah tertanam sejak dulu. Bahkan uniknya, kini juga telah muncul komunitas Muslim Tionghoa. Â Sehingga tidak aneh jika dalam perayaan hari raya Cina, dalam pertunjukkan barongsai para pemainnya sebagian terlihat memakai jilbab.
Mereka adalah warga keturunan yang telah menjadi Muslim. Dan dalam festival Pekan Kebudayaan Aceh yang digelar 3 atau 4 tahun sekali, dalam Festival Peunayong terasa sekali suasana bauran budaya antara keduanya.
Di Jalanan sepanjang setengah kilo yang disulap menjadi area pertunjukkan dan dagang bercampur baur antara pedagang masayarat lokal dan warga peranakan.
Salah satu kisah yang paling legendaris dan menjadi ingatan banyak orang adalah kisah pemilik Shinbun Sibreh. Sebuah toko kelontong paling dikenal di pusat kota.
Saat tsunami besar melanda Aceh, ia dan keluarganya saat terjadi gempa berlari ke halaman masjid Baiturrahman yang berada di seberang tokonya. Tapi saat air tsunami kemudian datang, ia berbalik ke tokonya dan naik ke lantai paling atas.
Dari sana ia menyaksikan sebuah keajaiban yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya. Masjid Raya Baiturrahman yang berada di sebelah barat tokonya saat air tsunami datang dari arah laut begitu dahsyatnya seperti kita saksikan dalam banyak video.
Pemilik toko Shinbun bersama keluarganya melihat masjid di peluk oleh puluhan mahluk besar berpakaian putih yang mengarahkan jalannya air agar tak merusak masjid.
Sehingga saat tsunami, air tidak masuk ke dalam masjid dan hanya berada di halaman masjid hingga ke tangga masjid, dan disanalah ribuan orang berkumpul menyelamatkan diri.
Padahal gelombang air yang begitu besar di belakang masjid menyapu ruko hingga lantai dua, dan menghancurkan banyak bangunan lainnya.
Dan kisah itu kemudian menggugah beliau kini menjadi seorang Muslim.
Hal lain yang terasa sangat ikonik dan menjadi ciri khas selama ramadan adalah keberadaan pusat jajanan takjil di seantero Pasar Peunayong. Tak hanya didominasi para pedagang lokal tapi juga berbaur dengan para pedagang warga keturunan.
Dan uniknya adalah mereka tidak hanya menjadi pedagang, tapi juga memanfaatkan momentum itu untuk jajan berbelanja berbagai jenis makanan atau kuliner yang sangat beragam selama ramadan.
Bahkan menurut warga Tionghoa tersebut, banyak makanan unik dan lngka yang bisa mereka temukan saat ramadan dari para pedagang takjil dari masyarakat Aceh.
Kemeriahan itu menjadi bagian dari harmoninya tradisi dan hubungan sosial antara warga peranakan dan masyarakat Aceh. Bahkan saat larangan menyalakan petasan selama perayaan tahun  baru pun meskipun hanya bersifat himbauan, namun warga peranakan memilih untuk tidak berdagang petasan dan tidak menyalakannya saat malam pergantian tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HItulah mengapa gesekan dan benturan sosial antar warga keturunan dan masyarakat Aceh sangat jarang terjadi. Dan keberadaan Peunayong sebagai sebuah tempat ikonik sejak era Kesultanan Aceh menjadi cikal bakal tetap lestarinya harmoni tersebut.