Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Ngabuburide Kali Ini Harus Berakhir di Labkom!

17 Maret 2024   00:00 Diperbarui: 18 Maret 2024   14:00 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sudah beberapa minggu sejak sebelum puasa saya mengincar kafe di pinggiran sungai Krueng Aceh tepatnya di Peunayong Square yang baru dibangun mengantikan Pasar Peunayong yang dianggap kumuh dan sudah dipindah ke arah Pelabuhan Lampulo.

Saya memilih mengendarai sepeda motor untuk antisipasi macet parah di setiap pusat jajanan ramadan. Itulah mengapa jalan-jalan sorenya saya sebut "ngabuburide", seperti ridingnya para pemilik moge. 

Istilah ngabubu-ride sebenarnya pernah dipakai oleh para pemilik moge di Bandung yang melakukan perjalanan selama bulan ramadhan dan mereka akan berhenti untuk istirahat di masjid, sekaligus berbuka dan membuat semacam kajian.

Meskipun ngabuburit berasal dari bahasa Sunda yang kurang lebih artinya menunggu saat berbuka, tapi tradisi "menunggu waktu berbuka" tentu ada dimana saja termasuk di daerah saya.

Setelah sejak bada ashar memulai perjalanan ngabubu-ride, dan tinggal bikin order tempat supaya tidak kehabisan, tiba-tiba telepon berdering langsung dari kepala sekolah. "Besok ada simulasi OSN, kita butuh line labkom harus lancar apa bisa diatur?", tentu saja saya kaget, karena setahu saya jaringan lancar selama ini.

Untuk memastikannya karena saya tak bisa menjawab dengan pasti, saya kontak teman teknisi soal jaringan. "Sekolah kan baru direhab, semua jaringan di putus sementara waktu, nggak mungkin bisa dipakai simulasi," itu konfirmasi jawaban langsung dari teknisi.

Karena ternyata kepala sekolah sudah terlalu menjawab bisa ke Dinas, mau tak mau urusan harus segera dibereskan, walaupun sudah sore. Dengan terpaksa saya kembali ke sekolah untuk memastikan.

Maka untuk sesi hari ini dan kemungkinan esok hari acara ngabuburide-nya harus berakhir di laoratorium komputer alias labkom menunggui para teknisi bekerja habis-habisan.

Ilustrasi mie kepiting khas aceh sumber gambar IDN times
Ilustrasi mie kepiting khas aceh sumber gambar IDN times

Tempat Favorit

Pilihan tempat favorit untuk makan bagi saya dan keluarga bukan di tempat ala kafe sebagai pilihan, tapi kami lebih memilih jenis makanan dan cita rasanya yang sudah biasa kami pilih saat sebelum puasa.

Maka, kalau kepingin sate, kami memilih sebuah kedai kecil tanpa nama kecuali si pemiliknya yang biasa dipanggil Pak Kumis, di pinggiran kota diantara ruko masih di sekitaran Pasar Peunayong. Pasar pertama dan tertua sejak jaman raja-raja Aceh Sultan Iskandar Muda.

Bangunan kecil itu sangat sederhana, cuma dengan dinding tepas yang rapi. Tapi kalau soal cita rasa makanan tak ada duanya. Sate ala kafe jauh ketinggalan soal rasa.

Setiap tusuk sate berisi lima daging dengan ukuran dua kali ukuran sate di tempat lain. Dan yang menarik tentu saja bumbunya, tak cuma bumbu kacang, tapi ada pilihan toping bumbu khusus yang jadul, kecap dan cabe rawit iris yang pedas. Ditambah nasai pulen panas, aduhai.

Tapi kalau pilihannya jatuh pada mie Aceh, jika kantong sedang cekak pilihannya ke penjual Mie Tauris, di bilangan daerah Peurada Utama di jalur jalan raya utama menuju kota. Sekitar lima kiloan dari rumah.

Tapi jika mau habis-habisan soal kepuasan rasa kami akan memilih kedai mie Midi di daerah Peuniti di pusat kota. Menu favoritnya adalah mie Aceh dengan tambahan kepiting, cumi atau tirom atau tiram.

Meski dibanderol dengan harga lumayan dibanding tempat lain sekitar 25 ribu rupiah per porsi, tapi cita rasanya seperti kata mantan walikota Banda Aceh, Pak Aminullah, cuma punya tiga rasa; enak, enak sekali dan sangat enak!.

Tapi jika cuma mau berleha-leha sambil menikmati udara pantai yang semilir di bawah cemara kami memilih ke Pelabuhan Ulheleue. Pelabuhan utama penyeberangan ke Pulau Sabang, Pulau di mana titik Nol Indonesia berada.

Makanan yang disajikan disana sangat khusus, jagung bakar dan gorengan. Menikmati buka puasa di pinggir pantai punya kepuasan sendiri.

Padahal sejak tsunami, daerah itu nyaris ditinggalakna para penduduknya, karena hampir setengah kilo pemukiman penduduknya lenyap menjadi lautan. Dan lokasi itu menjadi salah satu episentrum tsunami yang paling dahsyat, karena dari sana juga sebuah kapal pembangkit listri yang bobotnya 600 ton diseret ombak tsunami hingga 5 kilo jauhnya.

kapal apung seberat 600 ton yang kini terdampar di tengah kota. (Sumber gambar: Dokpri rini wulandari)
kapal apung seberat 600 ton yang kini terdampar di tengah kota. (Sumber gambar: Dokpri rini wulandari)

Tapi kini justru menjadi salah satu situs wisata tsunami terkenal. Apalagi disana terdapat sebuah masjid bernama Baiturrahim, measjid yang berada tepat di bibir pantai darimana ombak raksasa tsunami datang.

Tapi anehnya justru masjid itu menjadi satu-satunya bangunan yang tinggal, sementara ratusan bangunan beton lainnya ambruk di bobol tsunami.

Itulah paling tidak tempat favorit saya sekelurga saat ramadan, hampir setiap tahunnya. Bagaimana dengan sahabat kompasianer lainnya. Jika kapan-kapan ada waktu ke Banda, saya bersedia kok di traktir ;),   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun