Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bangun Quality Time Keluarga Saat Ramadan, Kapan Waktunya?

15 Maret 2024   10:07 Diperbarui: 16 Maret 2024   06:24 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga berkumpul saat waktu berbuka bersama sumber gambar istock-parapuan

Apa yang tidak biasa terjadi di hari-hari selama bukan di bulan Ramadan?, saat menjelang waktu berbuka semua anggota keluarga berkumpul "tepat waktu" sebelum sirene bunyi untuk menikmati sajian para ibu di rumah.

Di hari biasa, mungkin kesibukan kantor, sekolah, aktifitas bermain bersama teman, kegiatan eskul, les, semuanya membuat kita menjadi jarang bisa berkumpul bersama. Namun dengan hadirnya ramadan mubarak ini, kebersamaan itu tak terasa terjalin kembali.

Waktu berbuka dan sahur menjadi saat keluarga bisa bertemu, saling bertukar cerita. Bahkan menyiapkan menu berbuka saja bisa membangun komunikasi yang lebih intens dan menjadikan rumah terasa manis kembali.

Para ayah atau ibu yang kerja kantoran pun menjadi punya waktu luang untuk pulang dan menyiapkan hidangan berbuka. Jadwal kegiatan kantor berubah, dengan aturan baru selama ramadan. Pulang kantor lebih cepat dan langsng ke rumah, tak mampir kemana-mana lagi.

Belanja bukaan bagi yang sibuk sekalipun menjadi bentuk komunikasi baru antar anggota keluarga yang menarik.

Ilustrasi keluarga berkumpul saat berbuka sumber gambar hai bunda
Ilustrasi keluarga berkumpul saat berbuka sumber gambar hai bunda

Komunikasi jadi lebih intens

"Ma, apa ya bukaan puasa kita hari ini?", tanya putri saya. " bagaimana kalau "bukaan" botol jawab saya sekenanya sambil bercanda. Di seberang telepon, putri saya tertawa. "ditanya serius, mama kok gitu". 

Akhirnya kami menyepakati jika sajian berbuka kami isi dengan risol panas "made in" dapur rumah sendiri.

Jadi sepulang sekolah, saya sempatkan mampir di toko sayur langganan membeli wortel, kentang, sedangkan sisa bahan sudah tersedia di rumah. Setelah disepakati, dalam setengah jam dapur berubah menjadi "ruang master chef keluarga".

"Ayo, lima menit lagi platting-nya," goda saya, agar putri saya menyiapkan piring sajian karena risol panas siap mendarat. Sementara para anak muda dan ayahnya, harus "diusir" dari ruang master chef, karena "menganggu" saja. "Duh, masih lama ya waktu bukanya?", tanya putra dan suami saya hampir berbarengan, sambil duduk di ruang baca pustaka rumah (setelah diusir "para" ibu dari dapur).

Suasana manis dan meriah itulah yang kami rasakan saat menikmati saat menunggu waktu berbuka selama ramadan.

Jika ada yang masih di luar akan menjadi sasaran teleponan bertubi-tubi agar cepat pulang, agar sambil menunggu saat berbuka bisa bersiap untuk mandi dan keperluan lain.

Tanpa kita sadari sebenarnya kita tengah membangun dan menguatkan kebersamaan atau waktu ber-quality time bersama kelaurga. Jika sudah mendekati waktu berbuka, gadget harus diasingkan.

Masing-masing diharuskan menyiapkan diri untuk menikmati berbuka, dan larangan menganggu chef di dapur di cabut, jadi kami bisa berinteraksi memilih sendiri makanan dan minuman. Atau jika ada pilihan sendiri juga tak ada salahnya, tapi siap jadi rebutan nantinya. Terutama antara kakak dan adik perempuan satu-satunya.

Ilustrasi kebersamaan keluarga saat berbuka puasa  sumber gambar tabloid grid nova
Ilustrasi kebersamaan keluarga saat berbuka puasa  sumber gambar tabloid grid nova

Quality Time Saat Ramadhan

Seperti yang kita pahami bahwa quality time kurang lebih ya kebersamaan antar anggota kelurga untuk berinteraksi, saling berkomunikasi, meskipun waktunya tak panjang tapi yang penting mutu dari pertemuan itu.

Dan jeda antara waktu berbuka puasa bersama, sebelum nantinya berangkat ke masjid ber-tarawih menjadi saat yang singkat tapi penuh makna membangun kebersamaan antar anggota keluarga.

Selain celetukan canda, kami juga bisa saling bertukar kabar dan rencana. Si kakak akan terawih dimana dan mengapa harus disana, bersama siapa, apa serunya bertarawih di masjid pilihan kakak. Semuanya menjadi bahan obrolan di saat kami santai sambil berbuka.

Sebuah kenikmatan yang luar biasa, ketika keluarga berkumpul bersama menikmati makanan ibunya.

Bahkan saat si kakak magang di luar daerah rasa kangen pada masakan ibunya sering membuatnya menelepon saya, sekedar menanyakan, "mama masak apa hari ini di rumah?."

Saya biasanya bercanda dan bilang,"nanti deh di kirim untuk kakak makanannya via instagram". Dan saat sebelum ia pulang kami di rumah sudah berjibaku memasak banyak makanan untuknya dan untuk kami semua.

Ramadan menjadi waktu ber-quality time yang tepat. Bahkan banyak keluarga yang begitu sibuk, selama ramadan bisa menikmati berkah berkumpulnya keluarga di meja makan.

Meja makan selama ramadan menjadi ruang sentral yang menyatukan banyak kebahagiaan dan cerita kebersamaan. Meskipun di hari lain juga ada saat seperti itu, namun manisnya kebersamaan saat ramadan terasa begitu berbeda.

Kebersamaan itu juga yang sering menyatukan hati kami ketika berjauhan. Dulu, ibu saya selalu menjadikan meja makan sebagai ruang temu yang intens. 

Begitu masakan selesai dihidang, maka seperti biasa, ibu akan memanggil kami semua (dengan setengah memaksa) untuk datang dan berkumpul untuk makan bersama.

Ilustrasi berbuka bersama keluarga sumber gambar pixabay-suara.com
Ilustrasi berbuka bersama keluarga sumber gambar pixabay-suara.com

Dan seperti sebuah dejavu, suasana itu kami bangun kembali lebih kuat saat ramadan tiba dengan menjadikan meja makan ruang berbuka sebagai tempat berkumpul anggota keluarga (dan yang masih diluar diminta pulang dengan setengah memaksa, ditambah bujukan dengan menyebut makanan favoritnya agar cepat pulang).

Namun, saya menyadari ada banyak juga kendala yang tak mudah bisa menyatukan banyak keluarga lain. Karena orang tua bekerja di luar kota, tempat kerja yang jauh, anak-anak belajar  atau studi di kota lain. 

Termasuk banyak persoalan sosial ekonomi yang bisa membuat semuanya menjadi rumit dan berat. Tapi paling tidak, kehadiran ramadan, seperti saat berbuka bisa menjadi pengingat kebersamaan, meski sekedar bertanya kabar via telepon.

Tapi intinya momentum ramadan bisa menjadi saat kita membangun kembali, menguatkan quality time yang sudah kita bangun. 

Dan dalam situasi dan kondisi kekinian dimana komunikasi sebenarnya semakin mudah, namun justru kesibukan yang membuat kita terasa saling berjauhan antar satu dan yang lainnya, Ramadan bisa menjadi pemersatu membangun komunikasi yang lebih intens.

Dan tentu kita semua berharap, ramadan akan menjadi momentum untuk memulai atau memperbaiki kembali hubungan dan kebersamaan keluarga. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun