Meskipun tak dikomando kami ber-enam seperti sehati, begitu masuk saat hari Meugang, biasanya 3 hari menjelang Ramadan sahabat yang kerja di luar kota biasanya menyempatkan diri untuk pulang.
Mesti tak se-urgen lebaran, hari meugang (tradisi di Aceh membeli daging dan mengolahnya dengan citarasa masakan tradisi sebagai tanda menyambut ramadan), selalu menjadi "alasan" bagi kami untuk bisa ketemuan.
Yang lebih seru lagi karena ramadan kali ini mesjid di lingkungan kampus tempat saya tinggal mengadakan bukber selama 29 hari berturut-turut, karena donasi dari Uni Emirat Arab.
Kesempatan itu menjadi sebuah rencana "bukber" dan "reuni" dadakan, sekalian mengenang masa-masa kecil ketika menjadikan mesjid itu sebagai tempat bermain dan mengaji.
Bukber Untuk Reuni dan Silaturahmi
Terlepas dari adanya bukber di mesjid itu, bukber bareng teman atau sahabat lama sebenarnya juga penting menjadi agenda saat Ramadan, tentu saja esensi yang paling utama karena bukber bisa menjadi kesempatan kita bersilaturahmi.
Kami bahkan membuat rencana yang spesial, dengan bergantian menyediakan tempat berbuka di rumah salah seorang sahabat setiap waktu yang disepakati. Dan sebagai selingannya kami memilih tempat spesial yang selalu menjadi kami berkumpul saat kuliah dulu.
Seperti biasa saat reuni dan bukber menjadi kesempatan kami saling bertukar informasi tentang keluarga, cerita tentang anak-anak dan pekerjaan, sambil sesekali mengenang masa-masa kuliah dulu. Dan sesekali menjadi ruang "curhat".
Berbeda dengan teman lain yang berprofesi sebagai ASN di kantoran, meskipun lulusan fakultas ekonomi dan bukan fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, tapi berkat pendidikan lanjutan untuk mendapatkan AKTA IV, saya bisa mewujudkan impian menjadi guru.
Jagi diantara kami ber-enam, saya satu-satunya ASN yang berprofesi sebagai guru. Bukber juga menjadi kesempatan meng-up grade rasa kekeluargaan, setelah sekian lama hanya bisa berkomunikasi via online, pertemuan "darat" via bukber menjadi momentum yang selalu ditunggu untuk melepas kerinduan.
Bahkan di rumah pun saya sering juga merencanakan bukber bersama adik-adik yang kini masing-masing telah bekerja dan tinggal berjauhan, bahkan di kota yang berbeda untuk bisa sesekali berkumpul berbuka puasa bersama keluarga besar.
Jadi bukber bukan sesuatu yang asing, jadi tak ada alasan untuk tidak mengagendakan bukber bersama sahabat-sahabat lama sepanjang masing-masing bisa meluangkan waktu diantara kesibukannya, apalagi kini kami berada di kabupaten dan kota yang berbeda.
Bukber dan Tradisi di Kampung
Bukber sebenarnya tradisi makan bersama yang salah satu nilainya berkaitan dengan  kehidupan sosial kita,.
Selain sebagai sarana bersilaturahmi, kesempatan untuk menjalin dan mempererat hubungan sosial antara keluarga, teman, dan tetangga. Momen ini memungkinkan orang-orang untuk berkumpul, berbagi cerita, dan memperkuat ikatan emosional.
Kebersamaan yang dihadirkan juga bisa membawa banyak berkah, salah satu cara untuk merayakan semangat kebersamaan dalam menjalankan ibadah puasa.
Dan bukber juga membawa pesan semangat kepedulian sosial, seeprti bukber di masjid yangdigelar selama 29 itu menjadi momen bagi individu atau kelompok untuk memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, seperti menyantuni anak yatim atau memberikan makanan kepada mereka yang kurang mampu.Â
Ini merupakan manifestasi dari nilai kepedulian sosial dalam agama Islam.
Di kampung tempat saya tinggal pun secara rutin setiap bulan ramadan selalu ada agenda berbuka bersama. Biasanya kami sebut sebagai "khanduri atau kenduri".Â
Kegiatan di pusatkan di masjid dengan memasak "kuah beulangong", semacam kuah kari yang berisi daging sapi atau kambing. Disebut "kuah beulangong" karena menu tersebut di masak di kuali ukuran jumbo yang bisa dimakan oleh 50 orang.
Bagi anggota keluarga yang laki-laki akan ada undangan untuk makan bersama di masjid, sementara yang perempuan menunggu di rumah karenapada hari yang sama juga dibagikan kuah beulangong untuk keluarga di rumah. Sehingga semua anggota keluarga kebagian ikut ber-kenduri bukber itu.
Biasanya antar kampung saling mengundang koleganya untuk ikut dalam bukber tersebut, sebagai salah satu tradisi membangun silaturahmi  dan menguatkan ikatan sosial.
Sementara masing-masing rumah, diberi keleluasaan apakah juga akan mengundang tamu bagi yang berkecukupan, dan umumnya undangan masih kerabat atau anggota keluarga untuk ikut menikmati suasana kenduri di rumah yang mengundang bukber.
Tradisi itu menjadi momen penuh kenangan, terutama bagi saya dan keluarga, karena biasanya kami menyediakan "bue khulah" atau nasi yang dibungkus daun--semacam nasi timbel. Sebagai makanan utama yang dinikmati bersama lauk dan "kuah beulangong".
Namun sebenarnya penting untuk diingat bahwa nilai atau urgensi suatu acara atau kegiatan seperti bukber bisa sangat bervariasi tergantung pada konteks dan sudut pandang kita.
Namun bukber bersama sahabat lama patut selalu diagendakan sebagai kesempatan kita menguatkan silaturahmi, dalam kesempatan yang langka setiap tahunnya saat ramadan. Selamat bersilaturahmi kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H